BAB I
PENDAHULAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Membaca
permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar
kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai
teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik. Oleh karena itu
guru perlu merancang pembelajaran membaca dengan baik sehingga mampu
menumbuhkan kebiasaan membaca sebagai suatu yang menyenangkan. Perlu diketahui
tugas guru yang terpenting adalah sebagai pelaksana operasional pembelajaran
secara khusus mata pelajaran menuis dikelas rendah dapat dilaksanakan dengan
baik, maka dari itu guru hendaknya mempelajari, memahami, dan mengkaji yang
sudah menjadi tanggung jawab, dari situlah guru dapat memperoleh gambaran
sejauh mana mata pelajaran tersebut akan disajikan nantinya.
Dengan
demikian guru dapat merancang pembelajaran, maupun melaksanakan pembelajaran,
mampu menilai atau mengevaluasi hasil belajar, yang nantinya bertujuan pada
kompetensi yang digariskan dapat tercapai sesuai dengan harapan.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, didapat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah
Pengertian Pembelajaran Menulis?
2. Bagaimana
Metode dan pembelajaran menulis permulaan?
3. Seperti
apakah Strategi Belajar Mengajar menulis?
4. Strategi
pembelajaran menulis dengan model pengembangan menulis informal?
5. Strategi
Pembelajaran menulis dengan model pengembangan menulis proses?
6. Strategi
Pembelajaran menulis dengan model lintas keterampilan berbahasa?
7. Bagaimana
Strategi Menulis cerpen berdasarkan
pengalaman?
1. Untuk
mengetahui Pengertian Pembelajaran Menulis
2. Untuk
mengetahui Metode dan pembelajaran menulis permulaan
3. Untuk
mengetahui Strategi Belajar Mengajar menulis
4. Untuk
mengetahui Strategi pembelajaran menulis dengan model pengembangan menulis
informal
5. Untuk
mengetahui Strategi Pembelajaran menulis dengan model pengembangan menulis
proses
6. Untuk
mengetahui Strategi Pembelajaran menulis dengan model lintas keterampilan
berbahasa
7. Untuk
mengetahui Strategi Menulis cerpen
berdasarkan pengalaman
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pembelajaran Menulis
Menulis merupakan hasil
kreatif manusia berupa segala ungkapan, ide, perasaan, pengetahuan, dan
pengalaman hidup yang dituangkan dalam bahasa tulis. Seperti kita ketahui
bahasa terdiri dari bahasa lisan dan bahasa tulis. Kehadiran tulisan ditengah
masyarakat sangat penting karena tulisan bersifat menghibur dan menambah
wawasan manusia. Dari tulisan yang bersifat fiksi seperti novel,cerpen, drama,
puisi sampai dengan tulisan yang bersifat nonfiksi seperti buku-buku populer
yang nambah pengetahuan pembacanya.Tulisan sendiri merupakan hasil dari
pengetahuan, pengalaman, kebiasaan membaca dan latian menulis terus menerus
sehingga tulisan yang dihasilkannya dapat dihargai oleh orang lain dan
berkualitas, serta menghasilkan tulisan yang tidak meniru karya orang lain.
Perlu kita sadari
benar-benar bahwa tujuan akhir pengajaran bahasa dan sastra ialah agar para
siswa terampil menyimak, terampil berbicara, terampil membaca, terampil
menulis. Menulis merupakan proses berkesiambungan dengan keterampilan bahasa
tersebut. Menulis merupakan tahapan ke empat yang paling sulit dilakukan karena
terdapat hambatan-hambatan yang perlu dilalui oleh siswa terutama dalam hal
menulis karya sastra berbentuk puisi sebab penguasaan kosakata yang kurang dapat
menghambat pemiliha kata (diksi) dalam menulis puisi. Kata kata yang digunakan
dalam puisi merupakan hasil pemilihan yang sangat cermat dan kata-kata tersebut
merupakan hasil pertimbangan, baik makna, susunan bunyinya maupun hubungan kata
itu dengan kata-kata lain dalam baris baitnya.
Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan BAB V Standar
Kompetensi Lulusan Pasal 25 Ayat (3) dijelaskan bahwa kompetensi lulusan untuk
mata pelajaran bahasa (termasuk Bahasa Indonesia) menekankan pada kemampuan
membaca dan menulis yang sesuai dengan jenjang pendidikan.
Dari Peraturan
Pemerintah di atas, maka dapat diketahui bahwa pembelajaran menulis sangat
menentukan kompetensi lulusan, oleh karena itu penguasaan kosakata siswa perlu
mendapatkan perhatian serius, seperti diungkapkan Tarigan ( 1993;2) bahwa
semakin kaya kosakata yang kita miliki maka semakin besar pula kemungkinan kita
terampil berbahasa.
B.
Metode
dan pembelajaran menulis permulaan
1.
Metode Eja
Metode
eja di dasarkan pada pendekatan harfiah, artinya belajar membaca dan menulis
dimulai dari huruf-huruf yang dirangkaikan menjadi suku kata. Oleh karena itu
pengajaran dimulai dari pengenalan huruf-huruf. Demikian halnya dengan
pengajaran menulis di mulai dari huruf lepas, dengan langka-langkah sebagai
berikut:
a) Menulis
huruf lepas.
b) Merangkaikan
huruf lepas menjadi suku kata.
c) Merangkaikan
suku kata menjadi kata.
d) Menyusun
kata menjadi kalimat (Djauzak, 1996:4).
2.
Metode Kata Lembaga
Metode
kata lembaga di mulai mengajar dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Mengenalkan
kata.
b) Merangkaikan
kata antar suku kata.
c) Menguraikan
suku kata atas huruf-hurufnya.
d) Menggabungkan
huruf menjadi kata (Djauzak, 1996:5).
3.
Metode Global
Metode
global memulai pengajaran membaca dan menulis permulaan dengan membaca kalimat
secara utuh yang ada di bawah gambar. Menguraikan kalimat dengan kata-kata,
menguraikan kata-kata menjadi suku kata (Djauzak, 1996:6).
4.
Metode SAS
Menuryut
(Supriyadi, 1996: 334-335) pengertian metode SAS adalah suatu pendekatan cerita
di sertai dengan gambar yang didalamnya terkandung unsur analitik
sintetik. Menurut Supriyadi dkk. (l992) alasan mengapa metode SAS
dipandang paling baik antara lain : (l) metode ini menganut prisip ilmu bahasa
umum, bahwa bentuk bahasa terkecil adalah kalimat, (2) memperhitungkan
perkembangan pengalaman bahasa anak, dan (3) metode ini menganut prinsip
menemukan sendiri.
Metode
SAS menurut (Djuzak,1996:8) adalah suatu pembelajaran menulis permulaan yang
didasarkan atas pendekatan cerita yakni cara memulai mengajar menulis dengan
menampil cerita yang diambil dari dialog siswa dan guru atau siswa dengan
siswa. Teknik pelaksanaan pembelajaran metode SAS yakni keterampilan menulis
kartu huruf, kartu suku kata, kartu kata dan kartu kalimat, sementara sebagian
siswa mencari huruf, suku kata dan kata, guru dan sebagian siswa menempel
kata-kata yang tersusun sehingga menjadi kalimat yang berarti (Subana). Proses
operasional metode SAS mempunyai langkah-lagkah dengan urutan sebagai berikut:
a) Struktur
yaitu menampilkan keseluruhan.
b) Analitik
yatu melakukan proses penguraian.
c) Sintetik
yaitu melakukan penggalan pada struktur semula.
Kegiatan-kegiatan
lain yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
1)
Penulisan kata-kata dan
kalimat sederhana yang sudah dikenal atau yang baru dengan huruf balok.
2)
Menyalin kata-kata yang
cocok dengan gambar yang ditunjukkan guru.
3)
Penulisan huruf yang
ada pada kartu, yang telah disusun menjadi kata.
4)
Penulisan cerita di
dalam gambar dengan bimbingan guru.
5)
Penulisan kata-kata
yang sudah dikenal (dengan didiktekan guru).
6)
Penulisan kalimat
sederhana yang dimulai dengan huruf kapital diakhiri tanda titik.
7)
Penulisan jawaban atas
pertanyaan berkaitan dengan isi bacaan.
8)
Selanjutnya
pembelajaran menulis sudah mengarah pada kegiatan mengarang yang diawali dengan
pembelajaran mengarang permulaan (mengarang sederhana berdasarkan gambar seri,
cerita sederhana, atau pengalaman siswa) sampai pada tingkat mengarang lanjut. Pembelajaran
menulis lanjut diarahkan pada pengembangan kemampuan menulis beragam bentuk
tulisan.
Menurut
Rusyana (dalam Hasani, 2005;1) menulis atau mengarang adalah wujud pengutaraan
pikiran, perasaan, penginderaan, khayalan, kehendak, keyakinan, dan pengalaman
kita dengan mempergunakan bahasa. Menulis yaitu aktivitas seseorang dalam
menuangkan ide-ide, pikiran, dan perasaan berdasarkan pengalaman yang
dituangkan dengan menggunakan bahasa sehingga pesan tersebut dapat dipahami
oleh pembaca.
Langkah-langkah menulis secara garis besar terdiri atas
tujuh langkah:
1.
Pemilihan dan Penetapan
Topik
Memilih dan menentukan
topik merupakan suatu langkah awal yang penting, karena tidak ada tulisan tanpa
ada sesuatu yang hendak ditulis. Di dalam memilih dan menetapkan topik ini
diperlukan pula adanya keterampilan dan kesungguhan. Topik tulisan adalah
masalah atau gagasan yang hendak disampaikan di dalam tulisan. Masalah atau
gagasan itu dapat diperoleh atau digali melalui empat sumber:
a. Pengalaman
Setiap orang dalam kehidupannya selalu
diliputi oleh berbagai pengalaman. Di antara pengalaman-pengalaman itu tentu
ada yang menarik atau dianggap patut diketahui orang lai. Dengan begitu, apa
yang pernah kita pilih adalah pengalaman yang unik dan dapat dijadikan bahan
pemikiran dan tambahan pengetahuan bagi pembaca.
b. Pengamatan
Banyak hal dalam kehidupan kita
sehari-hari yang kita alami langsung atau hanya mengamati kejadian itu melalui
mass media seperti surat kabar, majalah, dan televisi , namun melalui menyimak
dan membaca kejadian itu kira memperoleh sejumlah besar pengetahuan yang
akhirannya dapat di pilih untuk dijadikan topik tulisan.
c. Imajinasi
Manusia mempunyai kemampuan
berimajinasi, kemampuan membayangkan atau mengkhayalkan sesuatu. Imajinasi itu
biasanya bertolak dari pengalaman hidup atau pengalaman rohaniah, dan di dukung
oleh hasil simakan dan bacaan. Pengalaman merupakan dasar tolak dalam
mengimajinasikan sesuatu. Hasil imajinasi itu tertentu saja dapat dijadikan
bahan atau tulisan, terutama tulisan yang berbentuk fiksi.
d. Pendapat
dan keyakinan
Setiap orang tentu mempunyai pendapat
tentang sesuatu, seperti pendapat tentang hasil karya seseorang. Disamping
mempunyai pendapat, orang juga mempunyai keyakinan bahkan keyakinan tentang
kebenaran pendapatnya sendiri. Keyakinan itu dapat di utarakan atau di jadikan
topik tulisan.
2.
Pengumpulan Informasi
Langkah yang kedua yang
harus ditempuh adalah mengumpulkan informasi dan data bagi kelengkapan serta
pengayaan topik yang dipilih. Pengumpulan informasi dan data ini perlu dilakukan
agar tulisan tersebut menjadi tulisan yang berbobot dan meyakinkan. Informasi
dan data yang dikumpulkan itu adalah informasi dan data yang relevan dengan
topik atau pokok bahasan dan sesuai pula dengan topik atau pokok bahasan dan
sesuai pula dengan tujuan tulisan. Data dan informasi itu dapat berupa gambar,
statistik, grafik, atau beberapa cuplikan pendapat orang lain. Dengan demikian,
diharapkan tulisan tersebut lebih terencana dan hasilnya diharapkan lebih
sempurna dan menarik.
3.
Penetapan Tujuan
Menetapkan tujuan
tulisan adalah penting sebelum mulai menulis karena tujuan itu sangat
berpengaruh dalam menetapkan bentuk, pangjang, sifat, dan cara penyajian
tulisan. Tujuan ini pada dasarnya sudah mulai tertanam di dalam pikiran penulis
di saat pemilihan dan penetapan topik dilakukan, namun tujuan itu harus lebih
disadari pada saat tulisan itu mulai dirancang dengan sungguh-sungguh. Bila
suatu tulisan tidak dilandasi oleh tujuan yang jelas dan tegas dapat
menyebabkan tulisan itu tanpa arah yang jelas, dan besar kemungkinan menjadi
tulisan yang tidak berhasil atau tidak dipahami pembaca.
4.
Perancangan Tulisan
Merancang tulisan dapat
diartikan sebagai kegiatan menilai kembali informasi dan data, memilih subtopik
yang perlu dimuat, melakukan pengelompokan topik-yopik kecil ke dalam suatu
kelompok yang lebih besar, dan memilih suatu sistem notasi dan sistem penyajian
yang dianggap paling baik. Hasil merancang tulisan ini, antara lain akan
berwujud sebagai kerangka tulisan (outline) dan penetapan gaya penyajian
tulisan.
5.
Penulisan
Setelah langkah-langkah
sebelumnya dipenuhi atau dilalui, makna saatnya sekarang penulisan dilakukan.
Kerangka tulisan yang telah disiapkan mulai dikembangkan atau ditulis satu
persatu. Disaat penulisan itu dilakukan perlu selalu diingat tujuan tulisan dan
diingat atau dibayangkan kelompok calon pembaca tulisan tersebut. Di dalam
penulisan perlu dipilih organisasi dan sistem penyajian yang tepat. Artinya,
tepat menurut jenis tulisan, tepat menurut topik, dan menurut tujuan atau
sasaran tulisan.
6.
Penyuntingan atau
revisi
Penyuntingan dilakukan
agar tulisan menjadi lebih baik dan bersih dari kesalahan-kesalahan yang tidak
perlu. Di dalam penyuntingan dilakukan kegiatan mengecek ketepatan angka-angka
atau nama, menghilangkan yang tidak perlu, menambah sesuatu yang perlu
ditambah. Disamping itu dilakukan pula perbaikan kalimat dan ejaan. Kosakata
yang kurang tepat diganti dengan lebih tepat.
7.
Penulisan Naskah Jadi
Setelah penyuntingan
tentu saja harus ditulis kembali agar menjadi tulisan yang selesai, rapih, dan
bersih. Dalam pengetikan terakhir ini diperhatikan kembali masalah ejaan dan
tanda baca.
C.
Strategi
Belajar Mengajar menulis
Dalam kegiatan
pembelajaran menulis harus melalui tahapan sebagai berikut:
1.
Penciptaan diksi: siswa
dilatih untuk memilih kata secara tepat dan menggunakannya sesuai dengan
pembaca yang dituju.
2.
Pembuatan kalimat
efektif: siswa dilatih menciptakan berbagai jenis kalimat sehingga tulisannya
mudah dan nikmat untuk dibaca.
3.
Membangun paragraf:
siswa dilatih untuk menyusun paragraf berdasarkan kalimat topik yang
dikembangkan.
4.
Pembatasan dan
penjabaran topik: topik karangan harus dibatasi agar lebih fokus.
5.
Pemilihan jenis dan
penciptaan wacana: siswa dilatih secara intensif untuk menyusun wacana.
D.
Strategi
pembelajaran menulis dengan model pengembangan menulis informal
Dasar-dasar
pengembangan menulis informal adalah setiap kegiatan menulis harus melalui
langkah-langkah (proses) menulis yang bertahap, tetapi sebuah tulisan dapat
dihasilkan oleh penulisnya. Tompkins menyatakan “Ternyata menulis cepat tanpa
melalui lima tahap proses menulis diperlukan oleh siswa, terutama diperlukan
untuk menuliskan ide dan kata-kata kunci dalam kegiatan curah pendapat. Tulisan
yang dihasilkan dari kegiatan tersebut, tidak perlu disempurnakan, dirapikan
sepeti untuk tulisan formal. Dalam tulusan itu, siswa sudah menyampaikan pesan
secara utuh.
Tidak
setiap siswa memiliki ketrampilan menulis informal. Untuk itu perlu
dikembangkan model pembelajaran menulis informal yang sesuai dengan tuntutan
siswa. Berikut ini adalah model pembelajaran menulis informal.
Dalam konteks ini, model pembelajan menulis informal itu disebut ”CITRA” (Cari
Ide Tuliskan Tanpa Ragu). Di asumsikan bahwa setiap siswa memiliki “skemata”
yang dapat dikomunikasikan kedalam bentuk tulisan sesaat setelah itu
dimunculkan dari wilayah mental siswa. Guru berperan sebagai pemotivasi dan
fasilitator siswa untuk memancing pemunculan ide yang akan dituliskan.
Caranya, guru menugaskan siwa untuk melakukan suatu kegiatan atau
mengajukan pertanyaan pancingan. Variabel dari model Citra adalah sebagai
berikut:
1)
Model Pembelajaran
Citra 1
Model
Pembelajaran Citra 1 ditunjukkan untuk meningkatkan ketrampilan siswa
menuliskan ide atau kata-kata kunci dalam kegiatan curah pendapat.
Langkah-langkah pembelajaran model ini adalah:
a. Ajukan
sebuah topik kepada siswa.
b. Tugaskan
siswa menuliskan ide atau kata kunci yang berhubungan dengan topik.
c. Periksa
hasil tulisan siswa, dalam hal ini ide atau kata kunci yang tidak berhubungan
yang menjadi fokus pemeriksaan. Artinya guru memeriksa ide atau kata kunci yang
tidak berhubungan dengan topik. Itulah yang dikomentari oleh guru.
2)
Model Pembelajaran
Citra 2
Model
pembelajaran citra 2 ditunjukan untuk meningkatkan ketrampilan siswa menuliskan
ide atau kata-kata kunci dalam tabel “KWL” (What I know, What I want to find
out, What I learned ).
Langkah-langkah
pembelajaran model ini adalah:
a. Ajukan
sebuah topik kepada siswa.
b. Tugaskan
siswa memilah, memilih, dan meyusun ide yang berkaitan dengan topik.
3)
Model Pembelajaran
Citra 3
Model
pembelajaran Citra 3 ditujukan untuk meningkatkan keterampilan siswa menuliskan
ide, kata-kata kunci atau frase yang berkaitan dengan suatu topik ke
dalam bentuk diagram (kluster). Ada lima diagram yang digunakan untuk
menuliskan topic yang diajukan kepada siswa.
a. Kluster
Penceritaan
Topik diuraikan menjadi
tiga pilihan awal, tengah dan akhir.
b. Kluster
5W + 1H
Topik diuraikan dengan
menjawab pertanyaan What (apa), Who (siapa), When (kapan), Where (dimana), Why (mengapa),
dan How (bagaimana).
c. Kluster
Penginderaan
Topik dipilah menjadi
lima pilahan berdasarkan pengalaman penginderaan, see (penglihatan), smell
(penciuman), touch (perabaan), hear (pendengaran), dan taste (pengecapan).
Hasil penginderan tersebut dituliskan dalam diagram.
d. Kluster
Pelaporan
Topik dipilah untuk
melaporkan tentang hakikat sesuatu atau melaporkan suatu fenomena berdasarkan
penjawaban pertanyaan, misalnya: (1) What does it look like? (2) Where does it
live? (3) What does it eat? (4) What isspecial about it? Dan (5)How does it
protect it self? Hasilnya dilaporkan/dituliskan ke dalam diagram.
e. Kluster
Pemetaan Semantik
Kluster pemetaan
semantik digunakan untuk merumuskan topik karangan atau tulisan berdasarkan
suatu topik utama. Topik yang dituliskan dalam diagram adalah:
1. Topik
Utama (TU) karangan/tulisan.
2. Topik
Paragraf (TP) pada karangan/tulisan.
3. Topik
Kalimat (PK) pada karangan/tulisan yang dibatasi berdasarkan pengalaman
penginderaan dan penjawaban 5W + 1H.
Langkah-langkah model pembelajaran
ini adalah:
1. Ajukan
topik kepada siswa.
2. Tugaskan
siswa memilah, memilih dan menyusun ide, kata-kata kunci atau frase yang
berkaitan dengan topik, kemudian menuliskan ke dalam diagram.
3. Periksa
diagram (kluster) yang sudah dikerjakan oleh siswa. Komentari hal-hal yang
tidak sesuai dengan topik.
4.
Model Pembelajaran
Citra 4
Model
pembelajaran Citra 4 ditujukan untuk meningkatkan keterampilan siswa menuliskan
tanggapan (respons) singkat dalam bentuk tulisan terhadap suatu fenomena atau
suatu hal. Berdasarkan suatu topik atau tema yang disampaikan oleh guru, siswa
ditugaskan menanggapi secara singkat dalam bentuk tulisan. Tanggapan secara
singkat adalah tulisan yang berbentuk kalimat tunggal (1 S P O K) atau
berbentuk frase. Langkah-langkah pembelajaran model ini adalah:
a. Guru
menyampaikan sebuah topic kepada siswa, misalnya: Korupsi merupakan perbuatan
yang merugikan Negara dan mempertinggi angka penderitaan masyarakat. Sudah
banyak bukti aparat yang terlibat dalam korupsi negeri ini. Bagaimana tanggapan
anda tentang hal itu?
b. Siswa
ditugaskan untuk menuliskan tanggapan terkait dengan topik itu. Tulisan siswa
harus singkat dan tidak berbentuk kalimat.
c. Periksa
tulisan siswa dan komentari kesesuaiannya dengan topik yang diajukan.
5.
Model Pembelajaran
Citra 5
Model
pembelajaran Citra 5 ditujukan untuk meningkatkan keterampilan siswa menuliskan
sebuah topik dalam paragraf. Dalam model ini, siswa ditugaskan menuliskan
sebuah topik dalam satu paragraf. Dalam paragraf, siswa menuliskan minimal
dengan 5 (lima) kalimat. Tulisan tersebut dapat berbentuk sebuah anekdot atau
laporan pandangan mata.
Langkah-langkah
pembelajaran model ini adalah:
a.
Ajukan suatu topik
kepada siswa.
b.
Tugaskan siswa untuk
membatasi topik yang dipilihnya dalam tulisan. Topik yang ditulis oleh siswa
dibentuk dalam 1 (satu) paragraf, dengan minimal 5 (lima) kalimat penjelas.
c.
Komentari hasil tulisan
siswa berdasarkan ketepatan topik dan cara penulisan dalam paragraf.
E.
Strategi
Pembelajaran menulis dengan model pengembangan menulis proses
1. Model
Langsung Menulis
Menulis
itu lebih baik dipahami sebagai keterampilan, bukan sebagai ilmu. Sebagai
ketrampilan, menulis membutuhkan latihan, latihan, dan latihan. Sebagai ilmu
komposisi, Menulis mengajarkan ada sekian jenis paragraf dengan contoh-contonhnya,
ada sekian macam deskripsi, sekian macam narasi, sekian macam eksposisi dan
masing-masing disertai dengan contoh-contohnya, ada kalimat inti dan
sebagainya, yang kesemuanya itu tidak membuat siswa dapat menulis. Terlalu
banyak aturan akan membuat siswa gamang menulis. Seperti halnya latihan
berenang, tidak dimulai dengan teori. Seorang yang ingin belajar berenang
langsung disuruh menceburkan diri ke dalam air. Di situ ia dapat mulai dengan
bermain-main air, menggerak-gerakkan kaki di dalam air, belajar berani
mengambang di air dengan cara berpegangan pada pipa di pinggir kolam dan
seterusnya. Dengan demikian, menulis pun dapat dimulai tanpa harus tahu tentang
teori-teori menulis.
Seseorang
yang ingin belajar menulis langsung saja terjun di kegiatan menulis yang
sebenarnya. Ia dapat saja menulis hal-hal yang sederhana tanpa harus
memeperdulikan apakah tulisannya memenuhi persyaratan komposisi atau tidak.
Tulisan yang dibuatnya harus selesai semua. Ia boleh menulis bagian mana saja
yang desenanginya dan melanjutkannya kapan saja dan dimana saja. Artinya,
Penyelesaian karangan itu tidak terbatas pada jam sekolah.
2. Model
Kebebasan Awal dan Akhir
Tidak
ada satu titik awal yang pasti dari mana pelajaran menulis harus dimulai. Dalam
pembelajaran sebuah ilmu ada titik mulai yang paling logis. Tetapi tidak
demikian dengan mengajarkan menulis, kita dapat memulainya dari bagian manapun
yang kita sukai. Kita dapat memulainya dengan mengajak siswa menulis cerita,
laporan, deskripsi, puisi, atau apa saja. Perlu diingat, kata kunci dalam
pembelajaran menulis adalah mengajak siswa menulis. Dengan menggunakan
kata kunci seperti itu siswa dapat kita bawa kedalam situasi yang menyenangkan
yang dapat membuat siswa mulai menulis. Misalnya, Anda sebagai guru menuliskan
kata air dipapan tulis. Kemudian anda bertanya kepada siswa, Apakah mereka
punya pengalaman menarik dengan air. Pasti jawabannya beragam. Anda dapat
mendaftar setiap ide tentang air itu dipapan tulis.Sesudah itu, anda bertanya
lebih lanjut, apakah mereka dapat menceritakan pengalaman masing-masing kepada
teman sebangkunya.
Guru
dapat meminta kepada siswa yang mendengarkan cerita teman sebangkunya itu
mencatat apa yang didengarnya. Setelah cerita selesai sipencatat dapat
menunjukan hasil catatanya. Itulah hasil kolaborasi antar teman sebangku. Boleh
saja cerita itu kemudian dikembangkan lagi secara imajinatif atau dibiarkan
begitu saja. Yang pasti pada saat itu pada saat itu guru sudah berhasil
mengajak para siswanya mengarang yang dimulai dari mana pun. Kesan yang
tertanam dari diri siswanya mengarang yang dimulai dari manapun. Kesan yang
tertanam dalam diri siswa dari kiat yang telah digunakan guru dalam
pembelajaran mengarang seperti itu bahwa mengarang itu mudah.
Ketika
seseorang menulis, apapun yang ditulisnya, ia menggerahkan seluruh pengetahuan
dan kelaziman kebahasaan yang dimilikinya, termasuk kosakata, tata bahasa, dan
sebagainya, disamping juga hal-hal yang berkaitan dengan materi tulisannya,
bahkan kadang-kadang juga dengan suasana hatinya pada saat menulis serta banyak
faktor lainya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ketika seseorang menulis,
ia mencurahkan seluruh kepribadiannya kedalam tulisannya. Dengan demikian guru
harus bertindak sangat hati-hati ketika memulai pembelajaran menulis agar kepribadian
siswa tidak tersinggung dan agar siswa tidak benci terhadap guru dan pelajaran
menulis. Untuk itu guru harus mempunyai banyak teknik yang dapat membuat kelas
menjadi cair, tidak tegang. Kelas harus dipenuhi dengan seloroh dan canda yang
muncul dari guru ataupun dari siswa. Seloroh dan canda sangat membantu bagi
munculnya ide yang segar dalam setiap pelajaran menulis.
3.
Model Menulis Nonlinear
Pelajaran
menulis itu merupakan proses nonlinear, artinya tidak harus ada urut-urutan
tertentu dari a sampe ke z. Sebab kegiatan menulis merupakan proses yang
berputar-putar dan berulang-ulang. Dalam proses seperti itu tidaklah menjadi
soal jika metari yang sama diberikan dua atau tiga kali sebab dalam setiap
pengulangan akan selalu ada perubahan, disamping dengan sendirinya akan
berlangsung pula proses-proses internalisasi, konsolidasi, dan verifikasi yang
akan menghasilkan kebiasaan dan keterampilan yang semakin lama semakin menuju
ke tingkat yang lebih sempurna pada diri siswa.
Maka
guru juga harus memiliki sistem penilaian yang berbeda dengan cara penilaian
konvensional. Disini guru mengadakan kesepakatan terlebih dahulu dengan siswa.
Menilai karangan dalam pembelajaran menulis dengan pendekatan proses harus ada
kesesuaian antara kriteria penulisan guru dengan pikiran, kreasi, keinginan,
dan gaya yang digunakan siswa. Menilai karangan merupakan hak guru, tapi siswa
juga mempunyai hak untuk menghargai kreasinya. Oleh sebab itu siswa boleh
ditanya apa sikapnya terhadap tulisan yang dihasilkannya.
F.
Strategi
Pembelajaran menulis dengan model lintas keterampilan berbahasa
Membaca
merupakan kunci keberhaslan dalam menulis, karena dengan membaca akan
berkembang wawasan yang akan mendorong bakat menulis. Karena membaca dan
menulis erat kaitannya, sehingga ada pendapat mengatakan bahwa seseorang yang
tidak gemar membaca, tidak akan menjadi penulis. Ada beberapa teknik dalam
mengembangkan menulis yaitu:
1. Bermain-main
dengan bahasa dan tulisan
Hal ini dapat melalui
permainan menulis yang biasa disebut menulis berantai atau menulis berkelompok
sebagai berikut:
a. Siswa
dibagi dalam kelompok dengan jumlah 10 sampai 15 orang perkelompok.
b. Tentukan
mana saja yang masuk kelompok satu, dua dan seterusnya.
c. Siswa
pertama dari suatu berita telah mempunyai kalimat yang samapada setiap kertas,
misal,” Hari minggu kemarin saya pergi ke pantai”.
d. Siswa
pertama bertugas menambahkan sebuah kalimat, kemudian diserahkan pada siswa
kedua yang akan menambahkan kalimat lagi, dan seterusnya sampai siswa terakhir
dalam suatu kelompok.
e. Sesudah
itu kertas dikumpulkan dan guru membacakan isi setiap kertas.Ini akan menjadi
proses pembelajaran menulis yang menarik, karena adanya kesalahan yang dibuat
oleh siswa, biasanya tentang kesalahan koherensi, yaitu keterhubungan antara
sebuah kalimat dengan kalimat sebelum atau sesudahnya.
2. Kuis
Minimal
ada tiga kuis yang dapat digunakan dalam setahunnya, yaitu kuis tanda baca,
kuis tata paragraf, dan kuis tanda kutip, tanda baca, dan tata paragraf
sekaligus.
3. Memberi
atau mengganti akhir cerita
Mengganti
akhir cerita merupakan latihan menulis yang sangat menyanangkan, efisien, dan
efektif. Dengan kerja yang tidak terlalu banyak dapat dicapai apa yang menjadi
tujuan pembelajaran yang diharapkan yaitu siswa gemar menulis. Yang menarik
dari kegiatan ini adalah dengan akhir baru, cerita atau dongeng itu menjadi
lebih menarik.
4. Menulis
meniru model copy the master
Penggunaan
metode ini membutuhkan buku yang berisi banyak dan berbagai macam tulisan
yang dapat dijadikan master atau model pegangan. Sebuah model yang
dipilih guru dibaca bersama-sama dikelas. Kemudian baca pula analisis model itu
(setiap model disertai sedikit analisis mengenai bagus tidaknya tulisan itu dan
menelusuri jalan pikiran penulisnya ketika menciptakan tulisan itu, melihat
sistematika penulisannya, dll). Kemudian guru mrngajak siswa memikirkan objek
lain yang kira-kira dapat dituliskan dengan pola, gaya atau cara yang dipakai
dalam model itu. Selanjutnya, siswa menuliskan idenya yang sejalan dengan model
yang dibahas.
5. Pembelajaran
menulis diluar kelas
Hal
ini dapat dilakukan dengan cara melatih siswa menulis buku harian. Yang berisi
tentang pengalaman, kesan atau pikiran yang menarik. Selain dengan menulis
majalah dinding (Mading). Dapat pula dengan kliping. Dalam kliping siswa akan
mengumpulkan tulisan-tulisan yang mereka sukai yang sesuai dengan bakat dan
kepribadian mereka.
G.
Strategi
Menulis cerpen berdasarkan pengalaman
1. Pada
pertemuan sebelumnya, untuk memudahka siswa dalam menulis cerpen yang bertolak
dari peristiwa yang pernah dialami, guru meminta siswa untuk mempelajari
contoh-contoh cerpen yang telah dibaca dan memahami struktur cerpen atau unsur
instrinsiknya.
2. Pada
pertemuan berikutnya guru mengawali pembelajaran menulis cerpen dengan
menjelaskan mengenai hakikat cerpen
3. Ketika
akan masuk materi menulis cerpen, guru meminta siswa untuk melakukan hal-hal
berikut :
a. Ingatlah
sejumlah pengalaman/peristiwa berkesan yang pernah kalian alami
b. Pilihlah
pengalaman/peristiwa yang paing berkesan dalam kehidupan kalian
c. Datalah
siapa saja yang terlibat dalam peristiwa tersebut.
d. Identifikasikanlah
waktu dan tempat terjadinya peristiwa tersebut.
e. Susunlah
urutan peristiwa tersebut.
4. Guru
memotivasi siswa untuk menulis cerpen berdasarkan kisah pengalaman pribadi
siswa. Kisah pengalaman tersebut dijadikan sebagai inspirasi untuk menulis
cerpen
5. Guru
meminta siswa untuk mengembangkan peristiwa/pengalaman tersebut menjadi sebuah
cerpen. Guru harus menyampaikan bahwa siswa diijinkan untuk membaguskan kisah
pengalamanya tersebut dengan imajinasinya agar cerpen yang dihasilkan lebih
menarik.
6. Guru
meminta siswa mengumpulkan hasil karya cerpenya, kemudian memberi penilaian
berupa tanggapan tertulis.
7. Guru
mengakhiri pertemuan dengan meminta siswa menanggapi kegiatan yang baru saja
dilakukan.
8. Pada
perteman selanjutnya, guru membagikan hasil karya siswa
9. Guru
meminta beberapa orang siswa yang cerpennya dianggap baik untuk membacakan di
depan kelas, kemudian meminta siswa yang lain memberikan tanggapan.
10. Guru
menugasi siswa untuk memperbaiki cerpen masing-masing berdasarkan penilaian/
tanggapan yang ditulis oleh guru sebagai pekerjaan rumah.
11. Cerpen
kembali dikumpulkan dalam bentuk rapih diketik.
12. Cerpen
yang dianggap baik setelah direvisi akan ditempel di mading sekolah dan
dikirimkan ke media cetak.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam strategi
pembelajaran menulis dengan model pengembangan menulis informal dasar-dasar
yang harus di miliki adalah setiap kegiatan menulis harus melalui
langkah-langkah (proses) menulis yang bertahap, tetapi sebuah tulisan dapat
dihasilkan oleh penulisnya.
Strategi pembelajaran menulis dengan
model pengembangan menulis proses itu lebih baik dipahami sebagai
keterampilan, bukan sebagai ilmu. Sebagai ketrampilan, menulis membutuhkan
latihan, latihan, dan latihan.
Strategi pembelajaran menulis dengan
model lintas keterampilan berbahasa, terdiri dari:
1. Bermain-main
dengan bahasa dan tulisan
2. Kuis
3. Memberi
atau mengganti akhir cerita
4. Menulis
meniru model: copy the master
5. Pembelajaran
menulis diluar kelas
B.
Saran
Adapun
saran yang dapat penyusun sampaikan yaitu kita sebagai calon pendidik, harus
selalu menggali potensi yang ada pada diri kita. Cara menggali potensi dapat
dilakukan salah satunya dengan cara mempelajari makalah ini. mudah-mudahan
makalah ini dapat bermanfaat untuk kita ke depannya. Amiinn.
DAFTAR PUSTAKA
Husnul
Mawadah Ade.2011.Strategi Belajar
Mengajar Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta Timur. Penerbit: Multazam
Mulia Utama.
Palupi
Bida.2013.Pembelajaran Bahasa Indonesia
Secara Efektif dan Menyenangkan. Jakarta Timur. Penerbit: CV.Ghina Walafa.
No comments:
Post a Comment