BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Evaluasi merupakan salah satu komponen dalam kegiatan
belajar mengajar. Sebagai suatu komponen, maka evaluasi tidak dapat dipisahkan
dari komponen-kompenen yang lainnya. Artinya setiap kali kegiatan itu
diselenggarakan maka kegiatan evaluasi juga harus diadakan. Salah satu faktor
penting untuk mencapai tujuan pendidikan adalah proses pembelajaran yang
dilakukan, sedangkan salah satu faktor penting untuk efektifitas pembelajaran
adalah faktor evaluasi baik terhadap proses maupun hasil pembelajaran. Evaluasi
dapat mendorong siswa untuk giat belajar secara terus menerus dan juga
mendorong guru untuk lebih meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan juga
mendorong sekolah untuk lebih meningkatkan fasilitas dan kualitas manajemen
sekolah.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka di dalam
pembelajaran di butuhkan guru yang tidak hanya mampu mengajar dengan baik
tetapi juga dapat melakukan evaluasi dengan baik. Kegiatan evaluasi sebagai
bagian dari program pembelajaran perlu lebih dioptimalkan. Evaluasi tidak hanya
bertumpu pada penilaian hasil belajar tetapi juga perlu penilaian terhadap
input, output, maupun kualitas proses pembelajaran itu sendiri. Manfaat utama
dari evaluasi adalah meningkatkan kualitas pembelajaran dan selanjutnya akan
terjadi peningkatan kualitas pendidikan.
Penilaian belajar bukan hanya bersifat kognitif saja,
tetapi juga mencakup semua potensi yang ada pada peserta didik. Keberhasilan
program pembelajaran selalu dilihat dari aspek hasil belajar, sementara
implementasi program pembelajaran di kelas atau kualitas proses pembelajaran
itu jarang tersentuh oleh kegiatan penilaian. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan
keterampilan khusus dalam melakukan sebuah penilaian. Evaluasi mau tidak mau
menjadi hal yang penting dan sangat di butuhkan dalam proses belajar mengajar,
karena evaluasi dapat mengukur seberapa jauh kebehasilan peserta didik dalam menyerap
materi yang di ajarkan dengan evaluasi maju dan mundurnya kualitas pendidikan
dapat di ketahui, dan dengan evaluasi pula kita dapat mengetahui titik
kelemahan serta mudah mencari jalan keluar untuk berubah menjadi lebih baik untuk
kedepannya.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka pembahasan
dalam makalah ini akan difokuskan pada masalah-masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana pengertian evaluasi
menulis?
2.
Bagaimana tujuan dan fungsi evaluasi menulis?
3.
Bagaimana prinsip-prinsip evaluasi
menulis?
4.
Bagaimana unsur-unsur dan tekhnik
evaluasi menulis?
5.
Bagaimana syarat dan jenis-jenis evaluasi
menulis?
6.
Bagaimana penilaian pegajaran
menulis di SD?
C.
Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah
tersebut, secara umum penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1.
Mengetahui serta memahami pengertian
evaluasi menulis.
2.
Mengetahui serta memahami tujuan dan fungsi evaluasi menulis.
3.
Mengetahui serta memahami prinsip-prinsip
evaluasi menulis.
4.
Mengetahui serta memahami unsur-unsur
dan tekhnik evaluasi menulis.
5.
Mengetahui serta memahami syarat
dan jenis-jenis evaluasi menulis.
6.
Mengetahui serta memahami penilaian
pegajaran menulis di SD.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian evaluasi menulis
Menurut pengertian bahasa kata evaluasi berasal dari
bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (John
M. Echols dan Hasan Shadily: 1983). Menurut Rooijackers Ad mendefinisikan
evaluasi sebagai "setiap usaha atau proses dalam menentukan nilai".
Secara khusus evaluasi atau penilaian juga diartikan sebagai proses pemberian
nilai berdasarkan data kuantitatif hasil pengukuran untuk keperluan pengambilan
keputusan. Dan menurut Anne Anastasi (1978) mengartikan evaluasi sebagai "a
systematic process of determining the extent to which instructional objective
are achieved by pupils". Evaluasi bukan sekedar menilai suatu
aktivitas secara spontan dan insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk
menilai sesuatu secara terencana, sistematik dan jelas.
Dalam dunia pendidikan dikenal dua istilah yaitu
penilaian dan evaluasi. Pada pelaksanaannya keduanya merunut pada proses yang
sama. Evaluasi juga berkaitan erat dengan pengukuran dan penilaian yang pada
umumnya diartikan tidak berbeda, walaupun pada hakekatnya berbeda satu dengan
yang lainnya. Penilaian adalah suatu proses transformasi dari hasil pengukuran
menjadi suatu nilai. Evaluasi meliputi kedua langkah di atas yakni mengukur dan
menilai yang digunakan dalam rangka pengambilan keputusan. Evaluasi secara
etimologi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti value, yang
secara secara harfiah dapat diartikan sebagai penilaian. Namun, dari sisi
terminologis ada beberapa definisi yang dapat dikemukakan, yakni:
1.
Suatu proses sistematik untuk
mengetahui tingkat keberhasilan sesuatu.
2.
Kegiatan untuk menilai sesuatu
secara terencana, sistematik dan terarah berdasarkan atas tujuan yang jelas.
3.
Proses penentuan nilai berdasarkan
data kuantitatif hasil pengukuran untuk keperluan pengambilan keputusan.
Jadi, evaluasi adalah proses
penilaian. Penilaian ini bisa menjadi netral, positif dan negatif atau
merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu akan di evaluasi biasanya orang
mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai dan manfaatnya. Sedangkan
menulis adalah sebuah proses dalam menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan
yang disampaikan penulis dapat di pahami oleh pembaca (Tarigan,1986:21).
Menulis juga merupakan suatu proses menyusun, mencatat, dan megkomunikasikan
makna dalam tataran ganda bersifat interaktif dan diarahkan untuk mencapai
tujuan tertentu dengan menggunakan suatu sistem tanda konvesional yang dapat
dilihat/dibaca (Tatkala,1982).
Dengan demikian,
evaluasi menulis merupakan suatu evaluasi yang mengukur keterampilan siswa
dalam mengungkapkan gagasan, menentukan teknik penyajiannya (dalam mengarang),
dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar di dalam bahasa tulisan
yang bertujuan
untuk mengetahui kemampuan pembelajar dalam menyampaikan ide, perasaan, dan
pikirannya, serta menggunakan perangkat bahasa target secara tertulis.
B. Tujuan dan fungsi evaluasi menulis
Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang
harus dilakukan oleh seorang guru dalam kegiatan pembelajaran. Dengan
penilaian, guru akan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat
khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan kepribadian setiap peserta didiknya.
Tujuan penilaian di dalam mata pelajaran bahasa
Indonesia tentu amatlah banyak. Namun, seorang pendidik cukup mengetahui dan
memahami tujuan penilaian seperti berikut ini:
1.
Untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan
pengajaran yang telah ditetapkan telah tercapai dalam kegiatan pembelajaran.
2.
Untuk memberikan objektivitas
pengamatan kita terhadap perilaku hasil belajar siswa.
3.
Untuk mengetahui kemampuan siswa
dalam bidang/topik tertentu.
4.
Untuk menentukan kelayakan siswa,
misalnya naik kelas, lulus.
5.
Untuk memberikan umpan balik bagi
kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
6.
Untuk mengetahui kemajuan belajar
siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
7.
Untuk memberikan gambaran yang objektif
tentang kemampuan berbahasa Indonesia siswa.
8.
Untuk mengetahui kemampuan siswa di
dalam SK-KD tertentu.
9.
Untuk mengetahui efektivitas metode
pembelajaran.
10.
Untuk mengetahui kedudukan siswa
dalam kelompoknya.
11.
Untuk memperoleh masukan atau umpan
balik bagi guru dan siswa dalam rangka perbaikan.
12.
Untuk memberikan motivasi belajar
bagi siswa dan guru.
Dalam evaluasi menulis memiliki
beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut:
1)
Fungsi normatif
Fungsi normatif yaitu, berfungsi untuk perbaikan
sistem pembelajaran.
2)
Fungsi diagnostik
Fungsi diagnostik yaitu, untuk mengetahui faktor
kesulitan siswa dalam proses pembelajaran.
3)
Fungsi sumatif
Fungsi sumatif yaitu, berfungsi untuk mengetahui
tingkat kemampuan peserta didik.
C.
Prinsip-prinsip evaluasi menulis
Landasan
penilaian pembelajaran bahasa Indonesia sesuai dengan KTSP (Depdiknas, 2004)
adalah pelaksanaan penilaian yang berkelanjutan, akurat. Dan konsisten sebagai
bentuk akuntabilitas kepada publik melalui identifikasi kompetensi/hasil
belajar yang telah dicapai serta peta kemajuan belajar siswa dan pelaporanya
kepada orang tua dan masyarakat. Prinsip-prinsip yang mendasari adanya
penilaian adalah sebagai berikut:
1.
Penilaian berorientasi pada
pencapaian kompetensi.
2.
Dasar pemikirannya, guru menilai
apa yang seharusnya dinilai bukan mengukur pengetahuan siswa.
3.
Proses penilaian berlangsung
terus-menerus. Data nilai diambil dari berbagai sumber dan berbagai cara, tidak
hanya hasil tes. Yang utama guru menilai dari penampilan, kinerja, dan hasil
karya siswa yang mendapat nilai tinggi dalam olahraga adalah siswa yang
olahraganya paling bagus. Bukan, haisl ulangan tentang olahraga.
4.
Penilaian menekankan pada proses
dan hasil.
5.
Penilaian dilaksanakan secara
berkelanjutan dan komprehensif (menyangkut semua aspek).
Pada dasarnya evaluasi dilakukan karena guru ingin
mengetahui apakah siswa telah belajar dengan baik atau belum. Evaluasi dalah
cara untuk mengetahui sejauh mana program yang dibuat guru dan disampaikan
kepada siswa dapat diserap dan dikuasai oleh siswa, atau sejauh mana sasaran
belajar dari suatu program itu dapat tercapai. Jadi, melalui evaluasi guru
dapat mengetahui hasil pengajaran yang telah dilaksanakannya.
Dengan melalui evaluasi dapat diketahui pula apakah semua
bagian dari seluruh materi telah diterangkan dengan baik atau belum. Jika siswa
melakukan kesalahan yang sama pada pertanyaan tertentu, ini berarti guru masih
belum jelas dalam menerangkan masalah teetentu. Namun, bisa juga berarti materi
pada bagian itu terlalu sulit, untuk itu guru perlu menyadari ia harus memiliki
apakah bagian itu atau dijelaskan kembali pada waktu yang lain. Sebaliknya juga
dapat terjadi bahwa sebagian besar siswa dapat mengerjakan soal tertentu dengan
benar. Sehingga perlu diteliti, mungkin soal pada bagian ini terlalu mudah.
Dari sinilah kita mengetahui bahwa penilaian terhadap siswa, guru dapat pula
menilai dirinya sendiri. Secara tidak langsung guru telah menggadakan penilaian
terhadap dirinya, siswa, dan program sekaligus.
Penilaian dilakukan untuk memberikan laporan kemajuan yang
telah dicapai siswa, baik untuk siswa sendiri, guru, juga orang tua siswa.
Dengan penilaian ini, dapat mendorong siswa belajar lebih baik dan meningkatkan
kemampuannya sehingga dapat berlanjut ke jenjang berikutnya. Penilaian sebaiknya
dilakukan ketika proses belajar mengajar sedang berlangsung dan setelah PBM itu
selesai. Jadi, ada penilaian proses dan ada penilaian hasil. Penilaian proses
dilakukan untuk melihat bagaimana siswa memahami suatu konsep yang diberikan
guru melalui proses belajar. Sedangkan penilaian hasil lebih dilihat setelah
suatu program selesai diberikan, baru siswa diberi tes atau penilaian.
Penilaian tidak semata-mata dengan tes ujian cawu/semester atau kenaikan kelas.
Penilaian sehari-hari sangat penting yang merupakan bagian dari kegiatan
belajar mengajar.
D.
Unsur- unsur dan tekhnik evaluasi menulis
1.
Unsur- unsur evaluasi menulis
Unsur-unsur yang menjadi
bahan penilaian pengajaran menulis adalah sebagaimana yang ditulis oleh
Suhendar, dkk (1997:17) yaitu, sebagai berikut:
a)
Isu karangan
Merupakan gagasan
atau ide pengarang yang dituangkan dalam keseluruhan karangan. Biasanya gagasan
ini disebut juga topik atau tema. Yang menjadi penilaian adalah sejauh mana
topik atau tema merupakan bahan permasalahan yang menarik.
b)
Bentuk karangan
Bentuk karangan
dapat berupa surat, laporan, iklan, pengumuman, petunjuk, dan lain-lain.
c)
Gramatika
Gramatika
termasuk ke dalam perangkat kebahasaan yang harus sesuai dengan kaidah yang berlaku, serta memenuhi syarat sebagai bahasa
tulis.
d)
Ejaan
Merupakan perangkat
sistem yang mengatur mekanisme pemindahan bahasa lisan ke dalam bahasa tulis.
Ketepatan ejaan meliputi cara penulisan huruf, cara penulisan kata, cara
penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca.
e)
Selain unsur yang
sudah dijelaskan biasanya di sekolah dasar ditambah satu unsur yang umum, yaitu
kerapian tulisan. Hal ini penting karena siswa sering menulis dengan keadaan
kurang bersih, sering dihapus atau kertas tidak bersih.
2.
Tekhnik evaluasi menulis
Teknik evaluasi yang dapat digunakan yaitu, sebagai
berikut:
a.
Menulis huruf, nama, peristiwa dan
keadaan yang diperdengarkan, diperlihatkan, dan bicara.
b.
Menyampaikan kembali secara tertulis
suatu cerita, dialog, peristiwa yang didengar atau dibaca.
c.
Menuliskan cerita berdasarkan gambar
atau rangkaian gambar.
d.
Melaporkan pengalaman, peristiwa,
pekerjaan atau perjalanan secara tulis.
e.
Menjawab pertanyaan sederhana atau
komplek secara tulis.
f.
Membuat karangan berdasarkan tema
tertentu.
g.
Menggunakan ejaan dan tanda baca
secara tetap.
Susunan pengembangan teknik evaluasi
menulis yang dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu, sebagai berikut:
1)
Respon terhadap hasil evaluasi siswa
Lebih tepat dikatakan sebagai respon terhadap hasil
tulisan siswa merupakan kegiatan cukup banyak dalam proses pembelajaran
keterampilan menulis. Respon atau evaluasi bukanlah kegiatan di akhir
pembelajaran. Namun sayangnya, guru lebih banyak terfokus pada hasil akhir
karangan dari pada proses. Pembelajaran menulis sebaiknya menjadi kegiatan
interaksi antara penulis dan pembaca, suatu kegiatan proses penemuan
(discovery) bagi siswa. Guru menulis akan mengamati perkembangan proses
pembelajaran menulis setiap siswanya. Dapat dipastikan bahwa jika prosesnya
benar dan baik maka hasilnya pun akan benar dan baik. Dengan demikian dapat
juga dikatakan bahwa evaluasi proses bertujuan untuk memberi masukan kepada
siswa dan guru tentang kualitas proses yang dilakukan untuk mencapai hasil yang
berkualitas.
2)
Aspek yang Dinilai
Evaluasi keterampilan menulis merupakan suatu evaluasi
yang mengukur keterampilan siswa dalam mengungkapkan gagasan, menentukan teknik
penyajiannya, dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar di dalam
bahasa tulisan. Penekanan evaluasi menulis adalah kepekaan siswa terhadap
penggunaan pola-pola kata yang tepat di dalam bahasa resmi tulisan. Kepekaan
siswa terhadap penggunaan pola-pola tersebut meliputi (Safari 1997:109):
a.
Kesesuaian antara subjek dengan
bentuk kata kerja dalam kalimat.
b.
Pemakaian kata ganti, penggunaan
kata sifat, dan penggunaan kata tambahan.
c.
Keterampilan menulis siswa dapat
diukur melalui berbagai kegiatan, misalnya kegiatan:
1.
Menyalin.
2.
Menyadur.
3.
Membuat, meliputi ikhtisar, catatan,
formulir, bagan, denah, tabel.
4.
Menulis, meliputi laporan, notulen,
puisi, hasil diskusi, surat, pidato, poster, Iklan, kuitansi, riwayat hidup,
dan proposal/usulan/kegiatan.
Secara khusus aspek yang dinilai
dalam evaluasi menulis adalah didasarkan pada ruang lingkup dan tingkat
kedalaman pembelajaran serta tujuan pembelajaran yang ditetapkan dalam
kurikulum. Secara umum aspek yang dapat dinilai dalam evaluasi menulis di
antaranya:
a)
Aspek kebahasaan
Meliputi isi, penalaran, ketepatan dan kesesuaian,
teknik penyajian, gaya penyajian dan bahasa, keterbacaan/kejelasan, ejaan,
tanda baca, pilihan kata.
b)
Aspek penampilan dan sikap
Meliputi kesungguhan, memikat pembaca, hati-hati,
teliti, bijaksana, dan berani dan percaya diri.
Untuk mengukur keterampilan menulis
siswa, dalam evaluasi menulis dapat ditanyakan hal-hal seperti berikut ini:
a.
Menguji kesesuaian antara subjek dan
bentuk kata kerja dalam kalimat.
b.
Menguji kesejajaran bentuk kata
dalam kalimat.
c.
Menguji pemakaian/penggunaan kata
ganti, kata sifat, kata tambahan, gaya bahasa, ejaan dan tanda baca.
d.
Menguji kemampuan menyusun isi
karangan atau menyusun ulang kalimat/paragraf yang diacak tempatnya.
e.
Menuliskan, meliputi:
1)
Nama diri berdasarkan hasil
penyusunan nama diri dengan menggunakan kartu
huruf yang telah dilakukan.
2)
Kata, kalimat, paragraf atau wacana
yang didektekan.
3)
Pesan, perasaan, atau keinginan.
4)
Cerita berdasarkan gambar berseri.
5)
Daftar kegiatan sehari-hari dengan
menggunakan tebel sederhana.
6)
Kata-kata berdasarkan urutan alfabet
untuk membuat kamus.
7)
Cerita atau dongeng.
8)
Pengalaman dalam bahasa puisi.
9)
Poster yang berisikan imbauan untuk
menjaga kelestarian lingkungan, iklan, pengumuman, slogan, atau imbauan.
10)
Ucapan selamat.
11) Melengkapi cerita pada bagian awal, tengah, atau akhir yang dihilangkan.
12) Membuat/menyusun meliputi:
a)
Laporan: pengamatan, hasil
kunjungan, wawancara.
b)
Paragraf yang diacak/kalimat-kalimat
yang diacak menjadi paragraf.
c)
Kerangka karangan.
d)
Buku harian, jadwal pelaksanaan
kegiatan.
e)
Naskah pidato, sambutan tertulis.
f)
Menulis surat; surat dinas, surat
pribadi, surat permohonan izin.
g)
Karya tulis.
E.
Syarat dan Jenis-Jenis Evaluasi Menulis
Apabila alat penilaian atau tes yang
akan dipakai sebagai sarana untuk megetahui sejauh mana tujuan pengajaran dapat
tercapai. Maka tujuan itu sendiri harus perlu diuji. Penilaian yang akan
dilakukan dengan alat tes harus dapat memberikan informasi tentang kadar
tercapainya tujuan pengajaran. Informasi ini akan berharga jika alat tes yang
digunakan cukup berbobot. Alat ujian atau tes yang baik harus memenuhi sejumlah
syarat-syarat sebagai berikut:
1.
Relevansi
Suatu alat tes harus relevan, yakni
mengukur hal yang harus diukur. Isi pertanyaan dari alat tes harus
menggambarkan tujuan yang hendak dicapai. Contohnya guru harus menilai
kemampuan siswa dalam berhitung, tidak merumuskan soal-soal dengan kalimat yang
panjang dan lebar. Khawatir justru kemampuan siswa dalam memahami suatu cerita
yang akan diuji, bukan dalam berhitung. Alat tes hanya boleh mengukur satu hal
saja.
2.
Keseimbangan
Pertanyaan atau soal harus merata. Guru
tidak boleh hanya mengajukan pertanyaan pada bagian pertama atau pada akhir
programnya saja. Sehingga ini tidak akan merata karena tes tidak menggambarkan
bahan dari setiap tujuan dalam programnya.
3.
Efisien
Suatu alat tes harus dapat memberikan
informasi yang cukup lengkap. Untuk itu guru perlu memikirkan bentuk tes,
misalnya dia hanya seorang diri ingin melakukan tes terhadap 100 orang siswa
dengan waktu yang terbatas.
4.
Tingkat kesulitan
Soal tes harus disesuaikan dengan taraf
pengetahuan siswa. Namun guru, boleh membuat soal yang lebih sulit atau lebih
mudah hanya pembobotannya jangan disamakan.
5.
Daya pembeda
Alat tas harus dibuat sedemikian rupa,
sehingga siswa yang menguasai pelajaran dengan baik akan dapat mengerjakan soal
ujian dengan baik.
6.
Terpecaya
Alat tes harus dapat mengukur 2 kelompok
siswa dalam tingkat yang sama akan menghasilkan hasil yang sama.
7.
Kejujuran
Alat tes harus dapat memberikan kesempatan
yang sama kepada setiap siswa untuk meraih nilai yang baik.
8.
Waktu
Alat tes harus disusun dalam perbandingan
yang wajar antara waktu yang disediakan dan jumlah soal yang akan diujikan.
Untuk mengadakan penilaian itu dapat
dilakukan dengan cara yang sederhana dan mudah, yaitu sebagai berikut:
a.
Mengajukan pertanyaan ketika PPM
sedang berlangusung
b.
Mengamati kegiatan siswa,
mendekati siswa yang sedang bekerja dalam kelompok.
c.
Memperhatikan hasil pekerjaan
siswa seperti pajangan, diagram, dan berbagai hasil tulisan siswa.
Selain bentuk penilaian seperti diatas, pendidik juga harus mengadakan
penilaian sumatif. Dalam penilaian sumatif dilakukan dengan memberikan bentuk
tes, yaitu tes objektif dan tes subjektif. Tes objektif berbentuk soal-soal
pihan ganda, menjodohkan, mengisi, dan pilihan benar-salah. Sedangkan tes
subjektif ialah tes essay, mengarang dan wawancara. Masih ada bentuk tes penilaian
yang lain yaitu tes perbuatan, audio visual, menyimak dan berbicara
Jenis-jenis tes yang dapat digunakan untuk mengukur
keterampilan menulis dapat dilihat dari isi, pendekatan, dan bentuk yang berupa:
1.
Tes diskrit, integratif, dan
komunikatif.
2.
Tes performansi langsung dan
taklangsung.
3.
Tes objektif, subjektif, dan cloze
(Depdiknas 2002).
a)
Tes Diskrit, Integratif, dan Komunikatif
1)
Tes Diskrit
Tes bahasa diskrit, yaitu tes yang
hanya mengukur satu aspek bahasa, seperti menulis. Aspek menulis itu dapat dipahami
dan diteskan secara sendiri dan terpisah dari aspek bahasa yang lain karena
setiap aspek itu mewakili unitnya (Brown 1980; Farhady 1979). Tes diskrit
merupakan tes bahasa yang secara analitis didasarkan pada pikiran bahwa hanya
satu bagian dari kaidah-kaidah bahasa yang boleh diteskan pada satu waktu.
Kemampuan menulis harus diteskan secara terpisah. Kemampuan reseptif dan
produktif harus dites dalam tes yang berbeda (Oller, 1979:209-210). Dari
keterangan di atas dapat dilihat bahwa sebuah butir soal hanya untuk mengukur
satu aspek kebahasaan dan satu aspek keterampilan.
2)
Tes integratif
Tes integratif beranggapan bahwa
kemampuan berbahasa secara keseluruhan harus dijaring dengan tes yang
menyeluruh dan bukan melalui tes yang terpisah-pisah. Dengan demikian, tes
dengan pendekatan integratif memperlakukan butir-butir kebahasaan dan
keterampilan secara terpadu (Oller 1979). Pemaduan tersebut dimaksudkan untuk
menguji kemampuan siswa dalam menggunakan dua atau lebih keterampilan berbahasa
secara simultan. Adapun teknik tes yang dapat ditampilkan sesuai dengan maksud
tersebut antara lain tes cloze dan dikte. Pada dasarnya tes cloze berupa tugas
untuk melengkapi kembali sebuah teks wacana dengan sejumlah kata yang secara
sistematis telah dihilangkan. Teknik seperti akan menuntut siswa untuk lebih
dulu menguasai sistem gramatikal, kosakata, dan bahkan pemahaman terhadap tema
yang dibicarakan dalam wacana tersebut.
Dengan demikian, melakukan tes cloze
dapat diungkapkan secara integratif pemahaman siswa mengenai pengetahuan
linguistik, pengetahuan tekstual, dan pengetahuan tentang topik. Pada dasarnya
dikte juga merupakan tes integratif yang mengukur secara serentak kemampuan
fonologi, leksikal, gramatikal, dan tekstual. Dikte berkorelasi secara nyata
dengan penggunaan bahasa dalam konteks komunikasi (Oller 1979). Dalam kegiatan
dikte terjadi proses mental yang aktif baik yang melibatkan konteks linguistik
maupun ekstralinguistik.
3)
Tes komunikatif
Tes komunikatif menurut Oller (1979)
merupakan tes pragmatik, yaitu suatu prosedur atau tugas yang menuntut siswa
untuk menghasilkan urutan-urutan unsur bahasa sesuai dengan pemakaian bahasa
itu secara nyata dan sekaligus menuntut siswa untuk menghubungkan unsur-unsur
bahasa dengan konteks ekstralinguistik. Dengan demikian, sesungguhnya tes
komunikatif sejalan dengan tes integratif. Akan tetapi tidak semua tes
integratif merupakan tes komunikatif, sedangkan tes komunikatif pasti tes
integratif (Oller 1979).
Apabila sebuah tes bahasa mengaitkan
unsur-unsur bahasa dengan konteks pemakainya, maka tes tersebut dapat
dikategorikan sebagai tes komunikatif. Dengan tes komunikatif siswa dituntut
untuk menggunakan bahasa dalam berbagai keperluan komunikasi secara khusus.
Dalam hal ini siswa diberi tugas untuk menulis surat, menulis cerpen, menulis
puisi, atau menulis iklan/slogan dengan konteks yang ditentukan. Dalam bidang
membaca siswa diberi tugas untuk memahami berbagai wacana tulis dalam berbagai
bentuk dengan pemahaman kontekstual.
Contoh:
Menyusun sebuah paragraf berdasarkan kalimat-kalimat yang diacak.
1.
Selain itu, genta juga digunakan
untuk penanda waktu.
2.
Setiap tengah hari, genta ini
dibunyikan. Saat itu memang belum
ada jam.
3.
Namun, patokannya jika matahari
persis di tengah dengan ditandai hilangnya bayangan, maka genta ini akan
dibunyikan.
4.
Bagi Umat Budha, genta merupakan
salah satu sarana peribadatan karena genta itu menjadi penanda akan dimulainya
suatu kegiatan doa.
Keempat kalimat di atas dapat membentuk
sebuah paragraf yang baik jika disusun dengan urutan yang benar:
(a) 2 - 3 - 4 -1
(b) 3 - 4 - 2 – 1
(c) 4 - 1 - 2 – 3
(d) 3 - 2 - 1 – 4
b)
Tes Performansi Langsung dan Performansi Tidak Langsung
1.
Tes performansi langsung
Tes ini lahir berdasarkan pendekatan performansi yang
menganggap bahasa bukan sebagai sistem tetapi bahasa sebagai action. Berdasarkan pendekatan tersebut
belajar bahasa adalah belajar melaksanakan performansi berbahasa dalam berbagai
konteks khusus (Baker 1990). Dari pendekatan performansi tersebut muncullah tes
performansi langsung dan tes performansi tidak langsung.
Tes performansi langsung merupakan jenis tes yang menuntut
siswa untuk dapat menggunakan kompetensi berbahasanya secara serentak dan
langsung untuk memahami maupun melakukan tindak komunikasi. Tes performansi
langsung menuntut siswa untuk memahami dan menghasilkan wacana dalam berbagai
konteks khusus baik secara tertulis maupun lisan. Melihat pendekatan yang
mendasari, tes performansi langsung pada hakikatnya sama dengan tes
komunikatif. Keduanya sama-sama mengukur kemampuan siswa menggunakan dan
memahami bahasa dalam berbagai konteks komunikasi.
Jenis tes ini memiliki sejumlah kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan jenis tes menulis performansi langsung tersebut mencakup memiliki
tingkat validitas konstruk yang sangat tinggi, otentik, dan memenuhi kriteria
performansi yang tinggi. Sedangkan kelemahan tes performansi langsung mencakup
memerlukan waktu yang banyak, kebenaran hasil pengukuran rendah, dan memerlukan
tenaga dan waktu yang banyak dari guru (korektor).
Konteks dan fungsi bahasa meyakinkan orang untuk
menggunakan barang/jasa. Kompetensi komunikatif yang diukur kemampuan menyusun
kalimat yang berisi penjelasan ciri dan nama barang, kalimat yang menunjukkan
alasan menggunakan, kalimat pujian terhadap barang/jasa, dan mengurutkan serta
memadukannya sesuai dengan konteks iklan. Tugas siswa menyusun iklan dengan
konteks tertentu. Wujud tes buatlah sebuah iklan untuk meyakinkan temanmu di
sekolah agar membeli majalah sekolah yang diterbitkan di sekolahmu!
Tes menulis langsung menuntut siswa untuk menemukan,
membatasi, mengembangkan, dan mengorganisasikan gagasannya secara terpadu dan
utuh. Dengan tes menulis langsung ini siswa menggunakan berbagai keterampilan
bahasanya untuk mengekspresikan gagasan yang telah dipilih. Tes langsung ini berupa
tugas menulis dengan stimulus tertentu. Misalnya, menulis dengan diberikan tema
tertentu, menulis berdasarkan gambar seri yang disediakan, menulis berdasarkan
informasi yang didengar, menulis berdasarkan buku, atau menulis berdasarkan
pengamatan objek/kegiatan tertentu. Tes menulis langsung diberi skor secara
serentak dengan menggunakan pedoman pengamatan.
2.
Tes performansi tidak langsung
Tes ini juga termasuk tes komunikatif. Dalam tes
performansi langsung siswa dituntut dapat menggunakan dan memahami bahasa dalam
konteks komunikasi yang terbatas (memahami atau menghasilkan bagian wacana
tertentu). Tes performansi tidak langsung mengukur kompetensi dalam menguasai
keterampilan bawahan tertentu dari keseluruhan keterampilan bawahan yang
dituntut dalam menggunakan/memahami bahasa dalam konteks komunikasi. Dengan
kata lain dapat dikatakan bahwa tes performansi tidak langsung mengukur hanya
sebagian/terfokus dari keterampilan utuh yang diperlukan dalam tes performansi
langsung. Dalam tes performansi langsung keseluruhan keterampilan bawahan
serentak diamati, dalam tes menulis tidak langsung sebagian dari keterampilan
bawahan saja yang diukur. Misalnya, tes untuk melengkapi ulasan buku yang belum
mengandung pernyataan tentang kelebihan buku/manfaat buku, tes untuk melengkapi
iklan dengan kalimat ajakan yang sesuai, dan seterusnya.
Kelebihan jenis tes performansi tidak langsung mencakup
memiliki tingkat objektivitas yang tinggi, efisiensi dari segi waktu dan dana
dalam pelaksanaan maupun pengkoreksian. Kelemahan tes tersebut dikaitkan dengan
validitas konstruk yang tidak mencakup keseluruhan konstruk. Hal ini yang
menyebabkan validitas konstruk tes secara empiris tidak tinggi, tetapi hanya
cukup saja. Meskipun begitu tes menulis tidak langsung memiliki validitas konstruk
yang lebih baik dibanding dengan tes pengetahuan tentang keterampilan
berbahasa. Tes menulis tidak langsung dapat berupa kegiatan melengkapi tindak
tutur tertentu dari sebuah wacana, mengurutkan bagian-bagian wacana,
memvariasikan bagian wacana, mengembangkan bagian wacana tertentu.
Tes Performansi Tidak langsung, konteks dan fungsi bahasa
meyakinkan orang untuk menggunakan barang/jasa. Kompetensi komunikatif yang
diukur kemampuan menyusun kalimat penjelasan ciri dan nama barang, kalimat yang
menunjukkan alasan menggunakan kalimat pujian terhadap barang/jasa, dan
pemilihan kata/bunyi yang menarik, mengurutkan serta memadukannya sesuai dengan
konteks.
seperti, siswa di berikan tugas untuk melengkapi iklan dengan kalimat yang berisi ajakan menggunakan/membeli suatu barang konteks tertentu.
seperti, siswa di berikan tugas untuk melengkapi iklan dengan kalimat yang berisi ajakan menggunakan/membeli suatu barang konteks tertentu.
c)
Tes Objektif, Subjektif, dan Cloze
1.
Tes Objektif
Tes objektif adalah tes yang disusun
sedemikian rupa sehingga hasil pekerjaan siswa tersebut dapat dikoreksi secara
objektif (dinilai oleh siapapun serta akan menghasilkan skor yang sama). Tes
objektif yang dibahas disini mencakup tiga jenis, yakni tes objektif
melengkapi, tes objektif pilihan, dan tes objektif menjodohkan.
a.
Tes objektif melengkapi
Tes ragam ini menuntut siswa memberikan
jawaban dengan melengkapi yang belum sempurna. Butir tes ini terdiri dari
pertanyaan atau pernyataan yang tidak disempurnakan. Siswa tugasnya mengisi
atau menjawab soal itu dengan mengisikan kata-kata, nomor, atau simbol dengan
tepat.
b.
Tes objektif bentuk pilihan
Bentuk pilihan yaitu tes yang dilakukan
dengan cara siswa memilih dari sejumlah jawaban yang disediakan. Bentuk pilihan
dapat berupa soal benar salah, soal pilihan ganda, dan menjodohkan. Khusus
untuk bentuk pilihan ganda tersebut dibedakan atas beberapa macam soal.
c.
Tes objektif menjodohkan (Matching)
Ragam soal jenis ini terdiri dari satu
seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Masing-masing pertanyaan mempunyai
jawaban dalam serentetan seri jawaban yang disediakan. Tugas siswa dalam ragam
soal jenis ini adalah mencari dan menjodohkan masing-masing dengan
jawaban-jawaban yang tersedia dalam kolom terjodoh (seri jawaban). Jenis tes
ini cocok untuk mengukur kemampuan identifikasi hubungan antara dua hal. Ragam
tes ini terdiri dari dua lajur. Lajur kiri biasanya berisi pernyataan yang
belum lengkap sedang lajur kanan soal berisi jawaban atau pelengkap.
2.
Tes Subjektif
Tes subjektif adalah suatu bentuk
pertanyaan yang menuntut jawaban siswa dalam bentuk uraian dengan bahasa siswa
sendiri. Dalam tes subjektif siswa relatif bebas untuk mendekati masalahnya,
menentukan informasi faktual yang digunakannya, mengorganisasikan jawaban dan
seberapa besar tekanan yang diberikan pada setiap aspek jawabannya. Dengan
demikian tes subjektif ini dapat dipergunakan untuk mengukur kemampuan siswa
dalam menganalisis, mensintesis fakta-fakta dan konsep-konsep yang dipahaminya.
Jawaban tes subjektif ini menunjukkan kualitas cara berpikir siswa, aktivitas
kognitif tingkat tinggi, dan kedalaman pemahaman siswa terhadap masalah yang
dihadapi.
Tes subjektif ini mementingkan
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Cara berpikir yang ditekankan pada
tes subjektif ini adalah bagaimana siswa sampai pada suatu kesimpulan dan bukan
semata-mata kesimpulannya sendiri. Tes jenis ini sangat penting untuk menguji kemampuan
siswa yang berkaitan dengan cara mengorganisasi pengetahuan dengan kata-kata
siswa sendiri. Dengan sifat tes subjektif ini jelas jawaban siswa akan sangat
bervariasi. Hal inilah yang sangat mempengaruhi unsur subjektivitas pengoreksi.
3.
Tes Cloze
Tes cloze bertujuan untuk mengukur tingkat penguasaan
kemampuan pragmatik, yaitu kemampuan memahami wacana atas dasar penggunaan
kemampuan linguistik dan ekstralinguistik. Pengukuran tingkat penguasaan
kemampuan pragmatik itu dilakukan dengan menugaskan peserta tes untuk mengenali
dan untuk mengembalikan seperti aslinya bagian-bagian suatu wacana yang telah
dihilangkan.
Sejalan dengan Pembelajaran, penilaian pada dasarnya
adalah proses yang dilakukan untuk mengukur ketercapaian tujuan dari sebuah
proses pembelajaran. Dalam pelaksanaannya, penilaian ini tidak hanya dilakukan
terhadap hasil belajar tetapi juga terhadap proses pembelajaran. Hal ini perlu
dilakukan mengingat pembelajaran tidak hanya bertujuan pada hasil tetapi juga
bertujuan pada proses. Sehingga pembelajaran dan penilaian merupakan dua hal
yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Pembelajaran tidak akan mampu
terukur keberhasilannya tanpa adanya penilaian.
Evaluasi merupakan penilaian yang dilakukan secara luas
kepada seluruh aspek pendidikan, baik pembelajaran, program, maupun
kelembagaan. Penilaian merupakan bagian dari kegiatan evaluasi yang terfokus
pada dimensi pembelajaran yang di dalamnya terkadung juga istilah tes dan
pengukuran.
Popham (2011a) menyatakan bahwa penilaian merupakan
usaha formal yang dilakukan untuk mejelaskan status siswa dalam variabel
penting pendidikan yang meliputi ranah pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Tes dan pengukuran di sisi lain dipandang sebagai alat untuk melakukan
penilaian. Dalam kaitanya dengan pola pengambilan keputusan yang dilakukan
guru, penilaian dipandang sebagai proses pengumpulan informasi tentang siswa
yang dapat digunakan untuk membuat keputusan bagi guru dalam rangka
melaksanakan proses pembelajaran.
Penilaian dilakukan sebagai sebuah metode pengukuran
atas pengetahuan, kemampuan dan peforma seseorang. Penilaian dalam pembelajaran
bahasa melibatkan tiga domain yakni kognitif, afektif dan psikomotor. Penilaian
ini berfungsi untuk mengetahui apakah satu kompetensi telah dikuasai siswa secara
utuh atau belum yang menyangkut pada penilaian ranah kemampuan siswa meliputi:
1.
Ranah kogintif
Dalam menulis dapat diartikan sebagai
aktivitas kognitif dalam memahami bacaan secara tepat dan kritis.
2.
Ranah afektif
Berhubungan dengan sikap dan minat/motivasi
siswa untuk menulis.
3.
Ranah psikomotor
Berkaitan dengan aktivitas fisik siswa pada
saat melakukan kegiatan menulis.
Dengan demikian, penilaian dalam pembelajaran bahasa
Indonesia diharapkan juga mendasarkan diri kepada penilaian yang sebenarnya, yaitu
Authentic Assesment. Authentic Assesment adalah proses pengumpulan berbagai
data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Karena gambaran
tentang kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang proses pembelajaran,
penilaian tidak dilakukan dikahir periode saja (akhir semester), tetapi
kegiatan penilaian harus dilakukan bersamaan dengan kegiatan pembelajaran.
F.
Penilaian pegajaran menulis di SD
1.
Bentuk penilaian
Bentuk tes yang dapat digunakan dalam
penilaian pengajaran menulis di SD dapat menggunakan bentuk esai, objeketif,
atau gabungan esai dan objektif. Penggunaan bentuk tes ini harus
dipertimbangkan pada kelas yang akan diberikan tes tersebut.
Misalnya bentuk tes essay mungkin tepat
untuk dilaksanakan pada setiap tingkatan kelas, mulai dari kelas I sampai kelas
VI. Sedangkan bentuk tes objektif mungkin baru tepat apabila dipakai mulai
dikelas III sampai kelas VI. Karena untuk mengerjakan tes objektif diperlukan
kemampuan mengasosiasikan antara rumusan soal dengan kemungkinan jawaban yang
disediakan. Kedua bentuk tes tersebut sama-sama memiliki kelebihan dan
kekurangan ataupun kelemahan.
Keuntungan dan kelemahan dari bentuk tes objektif, yaitu sebagai
berikut:
a.
Keuntungan tes objektif
1.
Soal-soal dapat diberikan dalam
jumlah besar.
2.
Dapat mencangkup materi yang luas.
3.
Waktu ujian singkat.
4.
Pemeriksaan hasil tes mudah,
cepat, dan objektif, serta dapat dilakukan oleh siapa saja.
b.
Kelamahan bentuk tes objektif
a)
Pembuatannya sukar dan memerlukan
waktu yang sama.
b)
Sukar untuk dipergunakan mengukur
kecakapan.
c)
Kemungkinan untuk menebak
jawaban sangat besar.
d)
Kemungkinan untuk meniru sangat
mudah.
Sedangkan keuntungan dan kelemahan bentuk tes essay, yaitu sebagai
berikut:
1.
Keuntungan bentuk tes essay
a.
Mudah dalam pembuatannya.
b.
Jawabannya sukar ditebak.
c.
Pengikut ujian sulit untuk saling
meniru.
d.
Memaksa murid berpikir sendiri.
2.
Kelemahan bentuk tes essay adalah:
1)
Soal-soal tidak dapat di berikan
dalam jumlah yang besar.
2)
Tidak dapat mencangkup materi yang
luas.
3)
Pemeriksaan hasil ujian sukar,
lama, dan subjektif,serta hanya dapat diperiksa oleh orang-orang tertentu saja.
4)
Waktu ujian harus lama.
5)
Tulisan dan bahasa yang dipakai
pengikut ujian sering mempengaruhi pemberian nilai.
Mengingat kedua jenis tes itu sama-sama memiliki kelebihan dan
kekurangan, maka akan lebih baik hasilnya kalau menggunakan kedua-duanya, dengan
maksud mengambil segi-segi yang baik dari masing-masing jenis tes tersebut.
2.
Penilaian objektif untuk menguji kemampuan menulis.
a.
Ujian tata bahasa dan gaya bahasa.
Pada penilaian tata bahasa dan gaya bahasa dalam rangka
pengajaran menulis, yang diperhatikan ialah kepekaan para siswa dalam
menggunakan pola-pola tata bahasa yang tepat dalam bahasa resmi tertulis. Bagian-bagian
tata bahasa resmi yang dapat diukur antara lain ialah:
1)
Kesesuaian antara subjek dan
bentuk kata kerja dalam kalimat.
Contoh:
a)
Firdi (tulis/menulis/ditulis)
surat kepada ibunya.
b)
Pisang itu (makan/dimakan/memakan)
oleh Brian.
2)
Kesejajaran bentuk kata (kerja)
dalam kalimat yang panjang. Perhatikan
contoh berikut.
a)
Setelah mandi, lalu ia
(menyisir/disisiri/disisir) rambutnya.
b)
Setelah tawar menawar beberapa
kali, baru ia (dibayar/ membayar) harga barang yang (membeli/dibeli)-nya.
3)
Penggunaan kata sifat.
Contoh: Anne, murid yang
(rajin/terajin/sangat rajin) itu menjadi murid yang (pandai/terpandai/ sangat
pandai) disekolahnya.
4)
Pemakaian kata ganti.
Contoh: Presiden berpesan kepada
(kami/kita) bahwa (ia/beliau/dia) ingin berkunjung kepada (kita/kami) pada hari
minggu yang akan datang.
5)
Pengguanaan kata tambahan.
Contoh: Dibukanya surat itu dan dibacanya
(secara/dengan) teliti.
Penilaian untuk mengukur kemampuan menggunakan gaya bahasa berkenaan
pula dengan penguasaan kosa kata. Pengujian penguasaan kosakata di sini
dimaksudkan untuk mengukur kemampuan mengguanakan kata-kata yang bermakna sama,
tetapi mempunyai nilali rasa yang berbeda. Misalnya penggunaan kata-kata: mati,
wafat, berpulang, ‘mampus’ meninggal.
Contoh:
Dia adalah anak yatim piatu, karena kedua orang tuanya telah
(wafat/meninggal/mampus/mati)beberapa tahun yang lalu.
Setelah anda mempelajari penilaian kemampuan menggunakan
tata bahasa dan gaya bahasa, maka pada bagian selanjutnya anda dapat
mempelajarai bentuk-bentuk soal yang dapat dipergunakan. Adapun bentuk-bentuk
soal yang dapat digunakan untuk kemampuan tersebut antara lain sebagai berikut:
1.
Mengenal kesalahan
Dalam penilaian ini para siswa ditugaskan untuk mengenal
kesalahan dalam sebuah kalimat. Kepada para siswa disodorkan beberapa kalimat
yang didalamnya terdapat kesalahan-kesalahan. Perhatikan contoh berikut ini:
Jika mereka mentaati peraturan lalu lintas
dengan tertib, kecelakaan itu tidak pasti akan terjadi ayah membeli sebiji telur
Bentuk soal seperti contoh diatas memiliki suatu kelemahan
yaitu antara lain ada kemungkinan siswa dapat memilih atau menemukan kesalahan-kesalahan
dalam sebuah kalimat, tetapi tidak mengetahui alasannya. Oleh karena itu,
bentuk soal seperti ini sebaiknya dilengkapi dengan bentuk soal dengan melengkapi
kalimat.
2.
Melengkapi kalimat
Bentuk soal seperti ini memberi
kemungkinan untuk dapat mengukur secara memuaskan mencakup masalah yang luas
dan bertalian dengan penggunaan bahasa tertulis yang baik. Bentuk penilaian ini
seperti bentuk tes objektif pilihan berganda yang paling umum digunakan untuk
kepekaan para siswa terhadap gaya bahasa yang tepat dalam tulisan. Perhatikan contoh
berikut ini:
Kalau begitu terus.....
pasti tidak naik kelas.
a.
Kami b. Mereka
c. Kalian d. kamu
3.
Membetulkan kalimat yang salah
Dengan bentuk soal ini,
para siswa diminta untuk memilih pengganti yang tepat bagi kalimat yang digaris
bawahi. Bentuk soal ini merupakan gabungan dari mengenal kesalahan dan
melengkapi kalimat. Perhatikan contoh berikut ini:
Kita semuanya harus
menyadari bahwa kesehatan kampung merupakan tanggungjawab bersama.
a.
Kita semua harus menyadari.
b.
Kita harus menyadari.
c.
Kita seharusnya menyadari.
d.
Kita harus menyadarinya.
b.
Penilaian kemampuan menyusun isi karangan.
Penilaian kemampuan menyusun isi
karangan dapat di lakukan dengan pengukuran menyusun sebuah paragraf. Dalam
soal disediakan beberapa kalimat, apabila kalimat-kalimat itu disusun secara
teratur maka akan terbentuklah sebuah paragraf yang baik, padu, dan
membayangkan jalan pikiran yang teratur. Perhatikanlah contoh berikut ini:
Susunlah kalimat-kalimat
di bawah ini secara teratur, sehingga akan membentuk sebuah paragraf yang baik.
(1)
Dengan lingkungan yang sehat,
kesehatan kita pun terjamin.
(2)
Kita tidak mudah terserang sakit,
apalagi sakit dengan penyebab virus.
(3)
Kita memelihara kesehatan
lingkungan.
Kalimat mana yang akan di urutkan dan dijadikan sebagai kalimat
pertama, kedua, dan ketiga?
a.
1, 2, 3 b. 1, 3, 2
c. 2, 3, 1
d. 3, 1, 2
Kegunaan jenis penilaian seperti ini,
ialah dapat sekaligus mengukur kemampuan siswa dalam cara menyusun isi
karangan, penggunaan tanda baca, penulisan huruf, dan sebagainya.
c.
Penilaian ejaaan dan tanda baca
Penilaian kemampuan siswa dalam
menggunakan tanda baca dan penulisan huruf dapat diuji secara objektif dengan
bentuk soal melengkapi dan membetulkan kalimat. Perhatikan contoh berikut ini:
Petunjuk:
Pilihlah tanda-tanda baca yang harus digunakan pada tempat-tempat yang
diberi nomor dalam kalimat di bawah ini.
Pada hari minggu (1) Firdi (2) Ane (3) dan Brian berjalan (4) jalan ke
kebun binatang dengan maksud ingin mengetahui (5) jenis binatang apa saja yang
ada di sana (6)
Jawaban:
(1)
(2)
(3) (4) (5) (6)
A.
___; A.__: A__, A__.
A.__! A.__?
B.
___, B.__; B.__. B.__,
B.__. B.__.
C.
___: C.__, C.__;
C.__: C.__”
C.__”
D.
__. D.__. D.__: D.__-
D.__, D.__!
3.
Penilaian essay untuk menguji keterampilan menulis
Penilaian essay sering disebut juga
penilaian subjektif, karena dalam memeriksa hasil pekerjaan siswa sering diwarnai
dengan unsur subjektivitas. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam materi
pelajaran pada kegiatan belajar ini akan diuraikan bagaimana cara menyiapkan
penilaian mengarang dengan bentuk essay dan bagaimana cara memeriksanya.
Agar hasil tes essay mendapatkan
gambaran yang objektif sehingga hasilnya benar-benar terpecaya, maka hendaknya
memperhatikan beberapa hal berikut ini:
a.
Usahakan agar pengujian
dilaksanakan lebih dari satu kali dalam bentuk karangan singkat. Hal ini akan
menghasilkan nilai yang lebih terpecaya dari pada hanya satu karangan saja.
b.
Usahakan agar tugasmengarang yang
diberikan dapat dikerjakan oleh semua siswa.
c.
Usahakan agar tugas mengarang itu
diberikan dengan jelas dan khusus. Berikanlah petunjuk-petunjuk seperlunya agar
pesertadidik dapat melaksanakan secepatnya.
d.
Jangan memberikan judul lain
(berikan sebuah judul saja) yang dapat dipilih pengikut ujian. Maksudnya untuk
menjaga agar hasil karangan para siswa itu tidak berbeda-beda untuk memudahkan
dalam penilaiannya.
e.
Cobalah lebih dahulu soal ujian
mengarang yang akan disajikan. Maksudnya untuk mengetahui apakah soal-soal itu
dapat dikerjakaan oleh para siswa dalam waktu yang ditentukan.
Untuk melakukan cara menilai hasil tas
essay dalam menulis harus mengetahui beberapa hal yang harus ditempuh dalam
memeriksa hasil tes essay untuk mengukur kemampuan para siswa dalam mengarang
atau menulis, yakni sebagai berikut:
1.
Tentukan lebih dahulu dasar-dasar
yang tegas yang akan digunakan untuk menilai hasil tes tersebut. Misalnya aspek
apa saja yang akan dinilai. Apakah isi karangan, bentuk, tata bahasa, gaya
bahasa atau tanda baca beserta ejaannya. Kemudian tentukan pula bobot atau
tekanan pada masing-masing aspek tersebut.
2.
Sewaktu memeriksa dan menilai
karangan, pemeriksa atau penilai tidak mengetahui nama-nama para siswa.
Maksudnya agar hasil penilaian itu benar-benar objetif.
3.
Bacalah dahulu beberapa buah
karangan secara sepintas untuk memperoleh gambaran yang umum untuk menentukan
dasar penilaian. Misalnya carilah karangan yang dapat dinilai baik, sedang, dan
kurang untuk dijadikan dasar penilaian, sehingga kriteria penilaian itu tidak
berubah-ubah.
4.
Sebaiknya ditunjuk penilaian lebih
dari satu orang, lebih-lebih kalau pada ujian akhir. Hal ini penting untuk
menjaga agar dicapai nilai yang lebih obejktif.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Keterampilan menulis merupakan kiat menggunakan pola-pola
lisan dalam menyampaikan suatu informasi. Evaluasi adalah proses penilaian.
Penilaian ini bisa menjadi netral, positif atau negatif atau merupakan gabungan
dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi biasanya orang yang mengevaluasi
mengambil keputusan tentang nilai atau manfaatnya. Untuk mengevaluasi keberhasilan
program pembelajaran tidak culup hanya dengan menggunakan penilaian terhadap
hasil belajar siswa sebagai produk dari sebuah proses pembelajaran. Kualitas
suatu produk pembelajaran tidak terlepas dari proses pembelajaran itu sendiri.
Evaluasi terhadap program pembelajaran yang disusun
dan dilaksanakan guru sebaiknya menjangkau penilaian terhadap desain
pembelajaran yang meliputi kompetensi yang dikembangkan, strategi pembelajaran
yang dipilih, dan isi program. Implementasi program pembelajaran atau kualitas
pembelajaran dan juga hasil program pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Ad Rooijakkers. (1990). Mengajar
dengan Sukses. Cetakan Ke-7. Jakarta: PT Gramedia.
Depdiknas,
2004. Naskah Akademik Bahasa Indonesia.
Jakarta: Puskur
Depdikbud, Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Depdiknas. 2002. Pelatihan
Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru Mata pelajaran Bahasa Indonesia Evaluasi Pembelajaran. Jakarta:
Depdiknas, Direktorat PLP.
Nurgiantoro, Burhan. 1988. Penilaian
dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.
Miller, M.D. etal. 2009. Measurement
and Assesment in Teaching. 10th Canada: Pearson.
Muchlisoh, dkk. 1992. Materi
pokok Pendidikan bahasa indonesia 3. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Proyek Peningkatan Mutu Guru SD Setara D-II dan pendidikan
kependudukan.
Popham, W.J. 2011a. Classroom
Assesment, What Teachers Need to Know. Boston: Pearson.
Safari. 1997. Pengujian dan
Penilaian Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Kartanegara.
Tarigan,
Henry Guntur, 1986. Menulis sebagai Suatu
Keterampilan Berbahasa. Bandung: Penerbit Angkasa.
Tatkala.1982. Pembelajaran Menulis. Bandung. Penerbit: Angkasa.
Zuchdi,
Darmiyati. 2001. Pendidikan Bahasa dan Sastra di Kelas Rendah. PAS:
Yogyakarta.
New Vegas Hotel & Casino Launches - JDH Hub
ReplyDeleteLAS VEGAS, June 수원 출장마사지 5, 2019 /PRNewswire/ -- LAS VEGAS 춘천 출장마사지 (January 1, 2021) 광양 출장샵 – The Downtown Las Vegas 김포 출장마사지 Casino and Hotel has 포천 출장샵 officially launched a new