BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Untuk memahami satuan bunyi bahasa, analogi berikut
ini dapat memberikan gambaran. Jika salah satu lubang seruling pada batang
seruling di perkecil atau di tutup sebagian, bunyi seruling berubah dari bunyi
yang di hasilkan sebelum lubang tersebut diperkecil. Sebuah gendang (salah satu musik tradisional)
menghasilkan kualitas bunyi yang berbeda jika pukulan tangan pemusik diarahkan
kebagian permukaan gendang yang berbeda, misalnya kebagian lingkar pinggir atau
kebagian tengah. Gendang dari musik tradisional Bali, Sunda, dan Jawa,
misalnya, memiliki ciri suara yang berbeda. Perbedaan suara yang dihasilkan itu
dengan mudah dapat kita ketahui. Perbedaan bunyi itu antara lain diakibatkan
oleh bentuk gendang, alat pemukul yang digunakan, dan cara memukulnya.
Sama halnya dengan bahasa, tidak satu pun satuan
bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat bicara dilakukan dengan artikulasi yang
sama. Perubahan proses produksi bunyi menghasilkan perubahan kualitas bunyi.
Sebagai akibat proses artikulasi
yang berbeda pada bahasa-bahasa didunia ini, bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan
berbagai bahasa itu pun berbeda.
Kembali pada sifat bahasa yang sistematis, satuan
bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat bicara manusia juga dapat dikelompokan.
Proses artikulasi yang dijelaskan diatas dapat digunakan sebagai pedoman untuk
melakukan pemilahan bunyi-bunyi yang dihasilkan.
Secara
garis besar, bunyi bahasa dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu Konsonan dan
Vokal. Pengelompokan kedua jenis bunyi tersebut didasarkan atas ada atau
tidaknya hambatan aliran udara dalam proses produksi bunyi. Konsonan adalah
satuan bunyi yang dihasilkan jika aliran udara yang keluar dari paru-paru
mengalami hambatan. Vokal adalah satuan bunyi yang dihasilakan oleh alat bicara
jika aliran udara yang keluar dari paru-paru tidak mengalami hambatan. Bunyi
konsonan dapat dikelompokan lagi berdasarkan proses artikulasinya. Dipihak lain
bunyi vokal di kelompokan berdasarkan pada alat ucap (lidah dan bibir) dan
bentuk rongga mulut yang dibentuk oleh alat ucap (lidah dan bibir).
Baik fonetik maupun fonologi berkenaan dengan satuan
terkecil bahasa, yaitu bunyi fonetik
berkenaan dengan proses pembunyian, realisasi, dan penangkapannya melalui indra
pendengaran, sedangkan fonologi berkenaan dengan fungsi bunyi-bunyi bahasa itu
sebagai satuan bahasa yang memiliki fungsi pembeda (distingtif). Objek fisik
bahasa yang dipelajari dalam fonetik dan fonologi sama, tetapi dipandang dari
keperluan dan tujuan yang berbeda. Bunyi [o] seperti
bunyi ketika orang mengucapkan kata took misalnya, dipelajari
baik dalam fonetik maupun fonologi.
Fonetik
adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan
apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak.
Fonemik adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan
memperhatikan fungsi bunyi sebagai pembeda makna atau tidak.
Bunyi
bahasa yang dapat
kita hasilkan sebenarnya jumlahnya sangat banyak, dan satu sama lain sebenarnya
berbeda. Bagi orang awam, perbedaan itu mungkin tidak seluruhnya dapat
dirasakan, selama perbedaan itu tidak fungsional, artinya tidak membedakan
makna bahasanya. Bagi penutur asli bahasa Indonesia perbedaan bunyi dari fonem
/i/ pada suku kata kedua dan ketiga dari kata pemimpin tidak begitu penting. Perbedaan itu tidak mereka sadari
mereka akan menyadarinya apabila perbedaan itu membedakan makna. Misalnya
antara /i/ dan /e/ pada pasangan kata bila
dan bela.
Pemahaman
bunyi-bunyi yang fungsional dalam suatu bahasa yang sangat penting, karena akan
memudahkan kita mengetahui berapa banyak jumlahnya bunyi yang fungsional itu dan bagaimana bunyi-bunyi tadi membentuk
konstruksi yang lebih besar dalam suatu ujaran.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana Realisasi dari Bunyi Bahasa?
2.
Apa saja Klasifikasi dari Bunyi Bahasa?
3.
Apa pengaruh dari Bunyi Bahasa?
C.
Tujuan
1. Mengetahui Realisasi dari Bunyi Bahasa.
2. Mengetahui Klasifikasi dari Bunyi Bahasa.
3. Mengetahui Pengaruh dari Bunyi Bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Fonologi
Fonem adalah bunyi-bunyi bahasa yang mirip atau berbeda
yang membedakan makna. Fonem ditulis diantara dua garis miring. Contohnya /p/.
Fonem /p/ berbeda dengan /b/, sebab dua fonem ini menimbulkan makna yang
berlainan. Contohnya /pola/ dan /bola/ atau /kapur/ dan /kabur/. Posisi fonem
menentukan bunyinya. Fonem /p/ yang berada diawal bentuk, misalnya /pencuri/,
diucapkan secara lepas. Lain halnya bila berada diakhir bentuk, ia akan
dilafalkan secara tak lepas, misalnya /tangkap/. Jadi, jelas, dalam bahasa
Indonesia /p/ mempunyai dua variasi. Variasi fonem yang tidak membedakan makna
disebut alofon. Alofon ditulis di antara dua siku. Contohnya [p] dan [p’].
(Drs. Masnur, 2010:11)
Bunyi
bahasa itu bersifat dua, yaitu bersifat ujar (parole) dan bersifat sistem
(langue) untuk membedakan kedua bunyi itu , dipakailah istilah yang berbeda
pula, yang pertama disebut bunyi (fon) dan yang kedua disebut fonem
(samsuri,1928:125). Fonem adalah suatu kelas bunyi yang secara fonetis mirip
dan memperlihatkan
pola distribusi yang khas ( bleason,1956:261).
Dalam
penelitian ini, semua bunyi yang ada dalam bahasa baru dideskripsikan. Untuk
membedakan bahwa bunyi itu fonem atau bukan, digunakan pasangan minimal yang
berkontras dalam lingkungan yang sama atau lingkungan yang mirip. Pembuktian ini
bertitik tolak dari
pendapat BLOOMFIELD (1933:79) yang mengatakan bahwa pasangan minimal adalah
salah satu cara untuk menetapkan satu bunyi berdiri sebagai satu fonem atau
bukan. (Lambertus Elbaar,
1987:4)
Untuk
mengelompokan bunyi, digunakan landasan fonetik arti-kulatoris, yaitu tentang
bagaimana bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap. Untuk ini, bunyi-bunyi
itu di bagi menjadi dua bagian pokok, yaitu yang secara relatif dihasilkan oleh
udara yang tidak terhambat atau terintang pada saat keluar dari paru-paru yang
disebut bunyi vokoid dan yang mendapat hambatan, yang disebut bunyi kontoid
(samsuri,1982:950) selanjutnya, dikemukaan dua buah premis, yakni bunyi bahasa
mempunyai kecenderungan dipengaruhi oleh lingkungan dan sistem bunyi mempunyai
kecenderungan yang bersifat simestris. Dikemukakan pula dua buah hipotesis perda sebagai
berikut. (1) bunyi yang secara fonetis mirip harus digolongkan kedalam
kelas-kelas bunyi atau fonem-fonem yang berbeda apabila terhadap pertentangan
didalam lingkungan yang sama atau mirip dan (2) bunyi yang secara fonetis mirip
dan terdapat dalam distribusi yang komplementer harus dimasukan kedalam
kelas-kelas bunyi atau fonem yang sama (samsuru, 1982:132). Berdasarkan data
yang diperoleh ternyata fonem-fonem yang terdapat dalam bahasa baru hanyalah
fonem-fonem segmental. Bunyi-bunyi suprasegmental itu tidak bersifat
distingtif.
Dalam
penyukuan morfem dasar, samsuri mengemukakan
bahwa suatu suku morfem dasar diberi definisi sebagai sebuah urutan fonem
segmen yang terdiri paling sedikit atas sebuah vokal, yang mungkin diikuti oleh
sebuah konsonan, atau didahului oleh dua atau tiga konsonan (1982:138). (Lambertus Elbaar, 1987:4)
B.
Realisasi
Bunyi Bahasa
Realisasi fonem
adalah pelafalan fonem oleh penutur suatu bahasa. Realisasi atau lafal fonem
mencakup vokal, diftong, konsonan. Bahasa Indonesia mempunyai
enam vokal, tiga diftong ,dan dua puluh tiga konsonan.
Penjabarannya sebagai berikut:
1. Realisasi fonem
vokal
a.
Fonem
/i/
Mempunyai dua macam realisasi, yaitu pertama direalisasikan
sebagai bunyi [i] apabila berada pada silabel terbuka atau silabel tak berkoda
seperti pada kata <kini> dan <sapi>. Kedua, direalisasikan sebagai
bunyi [I] apabila berada pada silabel tertutup atau silabel berkoda seperti
pada kata <batik> dan <irik>.
b.
Fonem
/e/
Mempunya dua macam realisasi. Pertama, direalisasikan sebagai bunyi [e] apabila
berada pada silabel terbuka, seperti pada kata <sate> dan <berabe>.
Kedua, direalisasikan sebagai bunyi [e] apabila berada pada silabel tertutup, seperti pada kata
<monyet> dan <ember>.
c.
Fonem
/a/
Secara umum fonem /a/ direalisasikan sebagai bunyi [a], baik
pada posisi awal kata, tengah kata, maupun akhir kata seperti pada kata
<apa>, <padam>, dan <dua>.
d.
Fonem
/ә/
Secara umum direalisasikan sebagai bunyi [∂] seperti pada
kata <kera> dan <Maret>.
e.
Fonem
/u/
Mempunya dua macam realisasi. Pertama, dilafalkan sebagai
bunyi [u] apabila berada pada silabel terbuka seperti pada kata <susu>
dan <tunggu>. Kedua direalisasikan sebagai bunyi [U] apabila berada pada
silabel tertutup seperti pada kata <kasur> dan <tangguh>.
f.
Fonem
/o/
Mempunyai dua macam realisasi. Pertama direalisasikan
sebagai bunyi [o] apabila berada pada silabel terbuka, seperti pada kata
<toko> dan <oto>. Kedua direalisasikan sebagai bunyi [o] apabila berada pada silabel
tertutup, seperti pada kata <tokoh> dan <besok>.
2.
Lafal
fonem konsonan
a.
Fonem
/b/
Memiliki dua realisasi. Pertama direalisasikan sebagai bunyi
[b] apabila berada pada awal silabel, baik silabel terbuka maupun silabel
tertutup yang bukan ditutup oleh fonem konsonan /b/. Misalnya pada kata
<bagus> dan <bantal>. Kedua, direalisasikan sebagai bunyi [b] atau
[p] apabila berposisi sebagai koda pada sebuah silabel. Misalnya pada kata
<sebab> dan <Sabtu>.
b.
Fonem
/p/
Direalisasikan sebagai bunyi [p] baik sebagai onset pada
sebuah silabel maupun sebagai koda. Misalnya <papan> dan <sampul>.
c.
Fonem
/n/
Direalisasikan sebagai bunyi [n] seperti pada kata
<nanas> dan <iman>.
d.
Fonem
/w/
Direalisasikan sebagai bunyi [w], seperti pada kata
<waris> dan <bawal>.
e.
Fonem
/f/
Direalisasikan sebagai bunyi [f] seperti pada kata
<kafe> dan <aktif>.
f.
Fonem
/d/
Mempunya dua macam realisasi. Pertama direalisasikan sebagai
bunyi [d] apabila berposisi sebagai sebuah onset pada sebuah silabel. Misalnya
pada kata <daging> dan <hadis>. Kedua direalisasikan sebagai bunyi
[t] dan [d] bila berposisi sebagai sebuah koda pada sebuah silabel. Seperti
<abad> dilafalkan [babat] dan <jilid> dilafalkan [jilit].
g.
Fonem
/t/
Direalisasikan sebagai bunyi [t], seperti pada kata
<titi> dan <rebut>.
h.
Fonem
/n/
Direalisasikan sebagai bunyi [n], baik sebagai onset maupun
sebagai koda pada sebuah silabel. Misalnya <nama> dan <asin>.
i.
Fonem
/l/
Direalisasikan sebagai bunyi [ l ] baik sebagai onset maupun sebagai
koda pada sebuah silabel, misalnya <lari> dan <batal>.
j.
Fonem
/r/
Direalisasikan sebagai bunyi [r] baik sebagai onset maupun
sebagai koda pada sebuah silabel, misalnya <ribut>, <karet>, dan <kabar>.
k.
Fonem
/z/
Direalisasikan sebagai bunyi [z] bila sebagai onset pada
sebuah silabel. Misalnya <zaman> dan <zamzam>. Bila sebagai koda
dilafalkan sebagai bunyi [z] atau [s] misalnya pada kata <Aziz>
dilafalkan [Aziz] atau [Azis].
l.
Fonem
/s/
Direalisasikan sebagai bunyi [s] baik sebagai onset maupun
sebagai koda pada sebuah silabel. Misalnya pada <sakit>, <pesan>, dan <kamus>.
m.
Fonem
/ʃ/
Direalisasikan sebagai bunyi [ʃ] baik sebagai onsaet maupun
sebagai koda. Misalnya <syarat> dan <syahbandar>.
n.
Fonem
/ñ/
Fonem nasal ini direalisasikan sebagai bunyi [ñ] misalnya
pada kata <nyani> dan <banyak>.
o.
Fonem
/j/
Direalisasikan sebagai bunyi [j] seperti pada kata
<jalan> dan <ajal>. Fonem /j/ tidak pernah berposisi sebagai koda.
p.
Fonem
/c/
Direalisasikan sebagai bunyi [c] seperti pada kata
<cari> dan <cacar>. Fonem ini tidak pernah berposisi sebagai koda.
q.
Fonem
/y/
Direalisasikan sebagai bunyi [y] seperti pada kata
<yatim> dan <yayasan>. Fonem ini tidak pernah berposisi sebagai
koda.
r.
Fonem
/g/
Mempunyai dua macam realisasi. Pertama direalisasikan
sebagai bunyi [g] apabila berposisi sebagai onset. Misalnya pada kata
<gajah> dan <gagal>. Kedua direalisasikan sebagai bunyi [g] atau
[k] apabila berposisi sebagai koda. Misalnya <gudeg> menjadi [gudek] dan <grobag>
menjadi [grobak].
s.
Fonem
/k/
Memiliki tiga macam realisasi. Pertama direalisasikan
sebagai bunyi [k] apabila berposisi sebagai onset, misalnya pada kata
<kabar> dan <bakar>. Kedua direalisasikan sebagai bunyi [k] apabila berposisi sebagai koda,
misalnya <bapak> [bapak] dan <rakyat> [rakyat].
t.
Fonem
/ᶇ/
Direalisasikan sebagai bunyi [ᶇ] baik berposisi sebagai
onset maupun sebagai koda. Misalnya <nganga> [ᶇaᶇa] dan <angina>
[aᶇin].
u.
Fonem
/x/
Direalisasikan sebagai bunyi [x] baik berposisi sebagai koda
maupun sebagai onset. Misalnya <khas> [xas], <akhir> [axir], dan
<tarikh> [tarix].
v.
Fonem
/h/
Direalisasikan sebagai bunyi [h] baik berposisi sebagai
onset maupun sebagai koda. Misalnya <hari>, <sehat> dan
<lebih>.
w.
Fonem
/?/
Direalisasikan sebagai bunyi [?] yang muncul pada: pertama,
silabel pertama dari sebuah kata yang berupa fonem vocal. Misalnya <akan>
[?akan], <isap> [?isap], dan <udang> [?udang]. kedua di antara dua
buah silabel, di mana nuklus silabel pertama dan kedua berupa fonem vokal yang
sama. Misalnya <taat> [ta?at].
3. Realisasi
Diftong
a. Diftong/au/
· Realisasi
diftong ini yang dianggap umum, adalah:
[aw] seperti pada : [kalaw] /kalau/
· Realisasi
diftong yang tidak dianggap umum adalah:
[o] seperti
pada : [kalo] /kalau/
[au] seperti
pada : [kalau] /kalau/
b. Diftong/ai/
·
Realisasi diftong ini dianggap umum, adalah:
[ay] seperti
pada : [sampay] /sampai/
·
Realisasi diftong yang tidak dianggap
umum adalah:
[ay] seperti
pada : [sebagay] /sebagai/
c. Diftong/oi/
· Realisasi
diftong ini dianggap umum adalah:
[oy] seperti pada : [amboy] /amboi
C.
Klasifikasi
Bunyi Bahasa
Klasifikasi
fonem bahasa indonesia di dasarkan pada pola
pengklasifikasian bunyi yang biasa di lakukan oleh fonetisi.
Arus suprasegmental adalah bunyi segmental dalam
arus ujar yang tidak dapat di segmentasikan. Lebih
tepatnya, unsur
suprasegmental ini berlangsung saat bunyi segmental di produksi.
Bunyi-bunyi
suprasegmental di kelompokan menjadi empat jenis, yaitu :
1.
Tinggi-rendah (nada, tona, pitch).
Ketika
bunyi-bunyi segmental di ucapkan selalu melibatkan nada, baik nada tinggi, sedang, atau rendah. Hal ini
di sebabkan oleh adanya faktor
ketegangan pita suara, arus udara, dan posisi pita suara ketika bunyi itu di
ucapkan.
2.
Keras-lemah (tekanan, aksen, stress)
Ketika
bunyi-bunyi segmental di ucapkan pun tidak pernah lepas dari keras atau lemahnya bunyi. Hal ini di sebabkan
oleh keterlibatan energi
otot ketika bunyi itu di ucapkan.
3.
Panjang-pendek (durasi, duration)
4.
Kesenyapan (jeda, juncture)
Kriteria klasifikasi fonem sebenarnya sama dengan
cara klasifikasi bunyi secara fonetis. Kita mengenal adanya fonem segmental dan
fonem suprasegmental. Fonem segmental terdiri atas vokal dan konsonan. Ciri dan
karakteristik vokal maupun konsonan ini sama dengan klasifikasi bunyi vokal
maupun konsonan. Untuk fonem konsonan misalnya kita mengenal fonem /b/ sebagai
fonem bilabial, hambat, bersuara. Fonem /p/ adalah fonem bilabial, hambat, tak
bersuara. Untuk fonem vokal misalnya, kita mengenal /i/ sebagai fonem depan,
tinggi, tak bulat. Demikian halnya dengan fonem vokal yang lain.
Dalam bahasa Indonesia unsur suprasegmental
tampaknya tidak bersifat fonemis maupun morfemis. Namun, intonasi mempunyai
peranan pada tingkat sintaksis. Umpamanya, kalimat Dia membeli buku, dengan tekanan pada kata Dia berati yang membeli bukan orang lain; dengan tekanan pada kata
membeli berarti dia bukan menjual atau membaca buku; dengan member tekanan atau
intonasi pada kata buku, maka kalimat
itu akan menjadi kalimat tanya; dengan member intonasi seruan, maka kalimat itu
menjadi kalimat seru.
D.
Pengaruh Bunyi Bahasa
Dalam
pelaksanaannya bunyi bahasa tidak bisa terlepas dari bunyi yang lain. Alat ucap
selalu bersama dengan alat cara yang lain. Alat ucap dalam membentuk bunyi
bahasa yang satu dengan alat ucap dalam membentuk bunyi yang lain pengaruh
mempengaruhi, baik pada kegiatan alat ucap dalam membentuk bunyi yang
mendahului maupun dalam membentuk bunyi yang mengikutinya. Disamping itu,
kondisi yang mempengaruhi pelaksanaan bunyi bahasa itu ialah distribusinya.
Realisasi suatu bunyi bahasa pada awal kata atau di tengah kata, misalnya
sering berbeda dengan realisasi bunyi pada ahir kata.
a.
Pengaruh Mempengaruhi Bunyi Bahasa
Pengaruh mempengaruhi bunyi bahasa menyangkut dua segi, yakni pengaruh
bunyi bahasa dan pemengaruh bunyi bahasa. Pengaruh bunyi bahasa muncul sebagai
akibat proses asimilasi, sedangkan pemengaruh bunyi bahasa merupakan tempat
artikulasi yang mempengaruhi bunyi yang disebut artikulasi penyerta/artikulasi
sekunder/koartikulasi.
1) Proses
Asimilasi
Proses
asimilasi terbatas pada asimilasi fonetis saja, yaitu pengaruh mempengaruhi
bunyi tanpa mengubah identitas fonem. Menurut arahnya dibedakan asimilasi
progresif dari pada asimilasi regresif.
a) Asimilasi
Progresif
Asimilasi progresif terjadi apabila
arah pengaruh bunyi itu kedepan. Misalnya dalam bahasa Indonesia perubahan
bunyi [t] yang biasanya diucapkan apiko-dental seperti pada kata tetapi, tetapi dalam kata stasiun diucapkan secara lamino-alveolar [t]
menjadi letup lamino-alveolar [t] karena pengaruh secara progresif dari bunyi
geseran lamino-alveolar [s].
b) Asimilasi
Regresif
Asimilasi regresif terjadi apabila
arah pengaruh bunyi itu kebelakang. Misalnya perubahan bunyi [n] yang biasanya
dalam Bahasa Indonesia diucapkan secara apiko-alveolar seperti pada kata aman,
tetapi dalam kata pandan nasal sebelum [d] diucapkan secara apikopalatal [n]
karena pengaruh secara regresif dari bunyi letup palatal [d]. Dengan demikian,
tulisan fonetis untuk kata pandan dalam bahasa Indonesia [t].
2) Artikulasi
Penyerta
Bunyi
yang secara primer sama bisa di ucapkan berbeda karena adanya bunyi lain yang
mengikutinya. Perbedaan ucapan satu bunyi dengan ucapan yang berlainan
disebabkan oleh artikulasi penyerta, ko-artikulasi sekunder bunyi yang
mengikutinya. Misalnya bunyi [k] dalam kata kucingdengan bunyi [k] dalam kata
kijang berbeda,
walaupun menurut biasanya atau menurut artikulasi primernya sama yaitu
merupakan bunyi dorso-velar yang dibentuk dengan artikulasi pangkal lidah dan
langit-langit lunak. Perbedaan itu disebabkan oleh adanya bunyi vokal yang
langsung mengikutinya. Karena bunyi [u] yang langsung mengikuti [k] pada kata
kucingmerupakan vokal atas belakang bulat, maka [k] diucapkan dengan lidah
lebih kebelakang dan bentuk bibir agak dimoncongkan. Hal itu berbeda dengan
bunyi [k] dalam kata kijang, karena
bunyi [I] yang mengikutinya merupakan vokal atas-depan-tak bulat, maka [k] di
ucapkan dengan lidah lebih kedepan dan bentuk bibir terbentan tidak bulat.
Proses
pengaruh bunyi yang disebabkan oleh artikulasi penyerta dapat dibedakan atas: labialisasi, retrospeksi,
palatalisasi, velarisasi, dan glotalisasi.
3) Pengaruh
Bunyi Karena Distribusi
Yang
dimaksud dengan distribusi adalah letak atau tempat suatu bunyi dalam satu
satuan ujaran. pengaruh bunyi karena distribusi menimbulkan berbagai proses
seperti aspirasi, pelepasan,
dan pengafrikatan.
Aspirasi adalah
pengucapan suatu bunyi yang disertai dengan hembusan keluarnya udara dengan
kuat sehingga terdengar bunyi [h]. Misalnya bunyi konsonan letup bersuara [b, d, j, g] jika berdistrubusi diawal dan
ditengah kata cenderung di aspirasikan sehingga terdengar sebagai [bh, dh, jh, gh].
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Fonem adalah
bunyi-bunyi bahasa yang mirip atau berbeda yang membedakannya adalah sebuah
makna. Posisi fonem
menentukan bunyinya. Semua bunyi yang ada dalam bahasa baru
dideskripsikan. Untuk membedakan bahwa bunyi itu fonem atau bukan, digunakan
pasangan minimal yang berkontras dalam lingkungan yang sama atau lingkungan
yang mirip.
Realisasi
fonem adalah pelafalan fonem oleh penutur suatu bahasa. Realisasi atau lafal
fonem mencakup vokal, diftong, konsonan. Klasifikasi
fonem bahasa indonesia di dasarkan pada pola
pengklasifikasian bunyi yang biasa di lakukan oleh fonetisi. Arus
suprasegmental adalah bunyi segmental dalam arus ujar yang tidak dapat
di segmentasikan. Lebih
tepatnya, unsur
suprasegmental ini berlangsung saat bunyi segmental di produksi.
Pengaruh bunyi bahasa dipengaruhi oleh beberapa faktor,
namun yang paling berpengaruh adalah alat ucap yang digunakan. Karena
sesungguhnya bunyi bahasa tidak dapat dipisahkan dari alat ucap yang digunakan.
B.
Saran
Makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu
diharapkan kritikan dan saran dari pembaca supaya dapat memprbaiki makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Kushartanti, dkk. 2007. Pesona
Bahasa: Langkah awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Muslich, Masnur. 2010. Garis-Garis Besar Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Bandung: PT
Refika Aditama
Elbaar, Lambertus,
dkk. 1987. Struktur Bahasa. Jakarta:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Abdullah, Alek, dkk. 2002. Linguistik Umum. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama
No comments:
Post a Comment