BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Fonem adalah bidang
linguistik yang mempelajari bunyi bahasa tersebut mempunyai fungsi sebagai
pembeda makna atau tidak. Sebagaimana diketahui bahwa fonemik secara
fungsiyonal dipertentangkan dengan fonetik, karena fonemik menghususkan
perhatiannya pada makna yang ditimbulkan oleh sebuah bunyi bahasa ketika
dituturkan sedangkan fonetik hanya mengfokuskan bagaimana bunyi bahasa dapat
dituturkan secara benar baik dari segi cara maupun dari segi tempat
artikulasinya.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya di Sekolah Dasar, istilah
yang dikenal dan lazim digunakan guru adalah istilah “huruf” walaupun yang
dimaksud adalah “fonem”. Mengingat keduanya merupakan istilah yang berbeda,
untuk efektifnya pembelajaran, tentu perlu diadakan penyesuaian dalam segi
penerapannya. Oleh karena itu, untuk mencapai suatu ukuran lafal atau fonem
baku dalam bahasa Indonesia, sudah seharusnya lafal-lafal atau intonasi khas
daerah itu dikurangi jika mungkin diusahakan dihilangkan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah
yang dimaksud Definisi Fonem?
2.
Apakah
yang dimaksud Klasifikasi Fonem?
3.
Apakah
yang dimaksud Dasar- Dasar Analisis Fonem.?
4.
Apakah
yang dimaksud Prosedur Analisis Fonem?
C.
Tujuan
1.
Menjelaskan
Tentang Definisi Fonem
2.
Menjelaskan
Tentang Klasifikasi Fonem
3.
Menjelaskan
Tentang Dasar- Dasar Analisis Fonem
4.
Menjelaskan
Tentang Prosedur Analisis Fonem
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Fonem
Fonem adalah kesatuan bunyi
terkecil suatu bahasa yang berfungsi membedakan makna. Kenneth L. Pike (1963:
63) mengatakan, “a phoneme is one of the significant units of sound, or a
contranstive sound unit”. L. Bloomfield (1961: 79) mengatakan, “a minimum unit
of distinctive sound feature is a phoneme”. Berdasarkan rumusan tersebut
jelaskan bahwa fonem mempunyai “fungsi pembeda”, yaitu pembeda makna.
Pengertian fonem juga bisa
diarahkan pada distribusinya yaiutu perilaku bentuk linguistik terkecil dalam
bentuk yang lebih besar. Bunyi-bunyi
yang mempunyai kesamaan fonetis dan masing-masingnya berdistribusi terkomplemen
merupakan alovon dari fonem yang sama.
Sebagai bentuk linguistik
terkecil yang membedakan makna, wujud fonem tidak hanya berupa bunyi-bunyi
segmental (baik vokal maupun konsonan), tetapi bisa juga berupa unsur-unsur
suprasegmental (baik nada, tekanan, Durasi, maupun jeda). Walaupun kehadiran
unsur-unsur suprasegmental ini tidak bisa dipisahkan dengan bunyi-bunyi
segmental, selama iya bisa dibuktikan secara empiris sebagai unsur yang bisa
membedakan makna, ia juga dapad disebut fonem.
Di dalam bahasa Indonesia dijumpai
bentuk linguistik [palaƞ] ‘palang’. Bentuk ini bisa dipisah menjadi lima bentuk
linguistik yang lebih kecil, yaitu [p], [a], [l], [a], [η]. Kelima bentuk
linguistik ini (masing-masingnya) tidak mempunyai makna. Jika salah satu bentuk
linguistik terkecil tersebut (misalnya [p]) diganti dengan bentuk linguistik
terkecil lain (misalnya diganti [k], [t], [j], [m], [d], [g]), maka makna
bentuk linguistik yang lebih besar, yaitu [palaη] akan berubah.
Berdasarkan bukti empiris
tersebut diketahui bahwa bentuk linguistik terkecil [p] berfungsi membedakan
makna terhadap bentuk linguistik yang lebih besar yaitu [palaη], walaupun [p]
sendiri tidak mempunyai makna. Bentuk linguistik terkecil yang berfungsi
membedakan makna itulah yang disebut fonem. Jadi, bunyi [p] adalah realisasi
dari fonem /p/.
Pengertian fonem juga bisa
diarahkan pada distribusinya, yaitu perilaku bentuk linguistik terkecil dalam
bentuk linguistik yang lebih besar. Perhatikan data-data bentuk linguistik
berikut.
[palaη] ‘palang’ [atap’] ‘atap’
[pita] ‘pita’ [sap’tu]
‘sabtu’
[sapu] ‘sapu’ [kap’sul] ‘kapsul’
Dari deretan data diatas dapat
diketahui bahwa bunyi stop bilabial tidak
bersuara (tercetak tebal) diucapkan secara berbeda. Pada deretan kiri
diucapkan secara plosif, sedangkan deretan kanan diucapkan implosif. Kedua
jenis bunyi ini mempunyai kesamaan fonetis. Setelah diamati, ternyata bunyi stop bilabial tidak bersuara diucapkan secara
plosif apabila menduduki posisi onset silaba (medahului nuklus), sedangkan
bunyi stop bilabial tidak bersuara
diucapkan secara implosif apabila menduduki posisi koda silaba (mengikuti nuklus). Ini berarti, kedua bunyi tersebut
berdistribusi komplementer, yaitu bunyi yang satu tidak pernah menduduki posisi
bunyi yang lain. Bunyi-bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis dan
masing-masingnya berdistribusi komplementor merupakan alofon dari fonem yang
sama, yaitu /p/.
B.
Klasifikasi Fonem
Kriteria
klasifikasi fonem sebenarnya sama dengan
cara klasifikasi bunyi secara fonetik. Kita mengenal adanya fonem segmental dan
fonem supragmental. Fonem segmental terdiri atas vocal dan konsonan. Ciri dari
karakteristik vocal maupun konsonan sama dengan klasifikasi bunyi vocal maupun
konsonan.
Untuk fonem
konsonan misalnya, kita mengenal /b/ sebagai fonem bilabial, hambat bersuara.
fonem /p/ adalah fonem bilabial, hambat
tak bersuara.
Untuk fonem
fokal misalnya kita mengenal /i/ sebagai fonem depan tinggi tak bulat. Vocal
/u/ misalnya fonem belakang, tinggi ,
bulat. Fokal/o/ adalah fonem belakang, sedang. Bulat vocal /e/ fonem depan, sedang tak bulat. Demikian
dengan halnya fonem-fonem vocal yg lain.
Dalam bahasa
Indonesia unsure suprasegmental tampaknya tidak bersifat fonemis maupun
morfemis. Namun, intonasi mempunyai
perasaan pada tingkat sintaksis. Umpamanya, dia membeli buku, dengan tekanan
pada dia berarti yang membeli bukan orang laikn: dengan tekanan kata membeli
berarti dia bukan menjualatau membaca buku; dengan member tekanan intonasi pda
kata buku, maka kalimat itu akan menjadi kalimat Tanya; dengan member intonnasi
seruan, maka kalimat itu menjadi kalimat seru.
C.
Dasar-Dasar Analisis Fonem
Dasar-dasar analisis fonem bisa
disebut juga prinsip fonem adalah pokok-pokok pikiran yang dipakai sebagai
pegangan untuk menganalisis fonem-fonem suatu bahasa. Karena pokok-pokok
pikiran tentang bunyi ini berbentuk pernyataan-pernyataan yang rumlah atau
maklum itu bisa disebut premis-premis.
1.
Bunyi-Bunyi Suatu
Bahasa Cenderung Dipengaruhi oleh Lingkungannya
Premis ini bisa dibuktikan
dengan deretan bunyi pada kata-kata bahasa Indonesia berikut.
[nt] pada [tinta] dan [ṇḍ] pada [tuṇḍa]
[mp] pada [mampu] dan [mb] pada [kɘmbar]
[ñc] pada [piñcaη] dan [ñj] pada [pañjaη]
[ηk] pada [naηka] dan [ηg] pada [taηga]
Deretan bunyi tersebut saling
mempengaruhi dan saling menyesuaikan demi kemudahan pengucapan. Deretan bunyi
tersebut mempunyai kesamaan fonetis. Bunyi [n], [t], dan [d] sama-sama bunyi
dental, bunyi [m], [p], dan [b] sama-sama bunyi bilabial, bunyi [n], [c], dan
[j] sama-sama bunyi palatal, sedangkan
bunyi [ng], [k], da [g] sama-sama bunyi velar.
Mementantapkan premis itu pula,
hampir-hampir tidak di jumpai deretan bunyi yang tidak sefonetis sehingga
menyulitkan pengucapan. Misalnya, deretan bunyi [ñk], [mt], [ηc], [nb], [mg],
[ñg], [ñp], dan sebagainya.
2.
Sistem Bunyi Suatu
Bahasa Berkecenderungan Bersifat Simetris
Kesimetrisan sistem bunyi ini
bisa dilihat pada bunyi-bunyi Bahasa Indonesia berikut. Selain ada bunyi hambat
bilabial [p] dan [b], juga ada nasal bilabial [m]. Selain ada bunyi hambat
dental [t] dan [d], juga ada bunyi nasal dental [n]. Dari fenomena ini bisa
diprediksikan, karena dalam bahasa Indonesia ada bunyi hambal palatal [c] – [j]
dan bunyi hambat velar [k] – [g] maka akan dijumpai bunyi nasal palatal dan
nasal velar, yaitu [n] dan [ng]. Pemikiran pola simetrisini bisa dikembangkan
pada sistem bunyi yang lain ketika menemukan fonem-fonem yang menyangkut
bunyi-bunyi bahasa yang diteliti, baik pola-pola atau sistem pengucapan maupun
pola-pola atau sistem fonemnya.
3.
Bunyi-Bunyi Suatu
Bahasa Cenderung Berfluktuasi
Gejala fluktuasi bunyi ini
sering dilakukan oleh penutur bahasa, tetapi dalam batas-batas wajar, yaiu
tidak sampai membedakan makna.
Contoh : untuk makna yang sama, selain [papaya] juga diucapkan
[pepaya], selain [sekadar] juga diucapkan [sekedar].
4.
Bunyi-Bunyi yang
Mempunyai Kesamaan Fonetis Digolongkan Tidak Berkontras Apabila Berdistribusi
Komplementer dan/atau Bervariasi Bebas
Yang dimaksud tidak berkontras adalah tidak membedakan
makna. Berarti, karena tidak membedakan makna, bunyi-bunyi ini termasuk dalam
fonem yang sama.
Bunyi-bunyi dikatakan berdistribusi komplementer apabila bunyi-bunyi
yang mempunyai kesamaan fonetis itu saling mengeksklusifkan. Bunyi yang satu
tidak pernah menduduki posisi bunyi yang lain, begitu juga sebaliknya.
Masing-masing bunyi menduduki posisinya sendiri.
Contoh: bunyi [k] dan [?]
adalah bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis. Dalam bahasa Indonesia, kedua
bunyi itu saling mengeksklusifkan. Bunyi [k] tak pernah menduduki posisi [?],
dan bunyi [?] tak pernah menduduki posisi [k]. Bunyi [k] selalu menduduki
posisi onset silaba (pengawal suku), sedangkan bunyi [?] selalu menduduki
posisi koda silaba (pengakhir suku), misalnya dalam kata [kata?], [pOkO?],
[ma?lUm].
Sebaliknya, bunyi-bunyi dikatakan
bervariasi bebas apabila bunyi-bunyi yang mempunyai kesamaan fonetis itu bisa
saling menduduki posisi yang lain, tetapi tetap tidak mampu membedakan makna.
Contoh: bunyi [k] dan [x] pada kata-kata tertentu dalam bahasa Indonesia bisa
saling bervariasi pengucapannya tanpa membedakan makna, misalnya [akīr] dan
[axīr], [kilaf] dan [xilaf], yang secara kebetulan berasal dari unsur serapan
bahasa Arab.
5.
Bunyi-Bunyi yang
Mempunyai Kesamaan Fonetis Digolongkan ke Dalam Fonem yang Berbeda Apabila
Berkontras Dalam Lingkungan yang Sama atau Mirip
Untuk mengetahui kontras
tidaknya bunyi-bunyi suatu bahasa dilakukan dengan cara pasangan minimal, yaitu penjajaran dua atau lebih bentuk bahasa
terkecil dan bermakna dalam bahasa tertentu yang secara ideal (berbunyi) sama,
kecuali satu bunyi yang berbeda.
Contoh pasangan minimal dalam
bahasa Indonesia dalam lingkungan yang sama.
[tari] – [dari]
[paku] – [baku]
[kali] – [gali]
[laut] – [raut]
Bunyi pasangan minimal tersebut
hampir sama, tetapi maknanya berbeda. Yang membedakan hanya (masing-masing)
kehadiran bunyi [t] – [d], [p] – [b], [k] – [g], [l] – [r]. Oleh karena itu,
bunyi-bunyi yang membedakan makna tersebut digolongkan ke dalam fonem yang
berbeda, yaitu fonem /t/, /d/, /p/, /b/, /k/, /g/, /l/, dan /r/.
Contoh pasangan minimal dalam
lingkungan yang mirip :
[ciri] – [jari]
[kilap] – [gelap]
Dengan lingkungan yang mirip,
yaitu [c...ri] – [j...ri] dan [k...lap’] – [g...lap’] masing-masing pasangan
tersebut berbeda maknanya sebagai akibat dari perbedaan suatu bunyi, yaitu [i]
– [a] dan [i] – [ə]. Oleh karena bunyi-bunyi tersebut berkontras dalam
lingkungan mirip, bunyi-bunyi tersebut digolongkan ke dalam fonem yang berbeda,
yaitu fonem /i/, /a/, dan /ə/.
D.
Prosedur Analisis
Fonem
Banyak variasi langkah atau
prosedur yang dilakukan para linguis dalam analisis fonem terhadap bahasa yang
diteliti. Dari sekian banyak prosedur yang ada, prosedur berikutlah yang sering
dilakukan karena lebih praktis. Berikut ini adalah prosedur yang banyak dilakukan
para linguis dalam analisis fonem terhadap bahasa yang diteliti.
1.
Mencatat korpus
data setempat mungkin dalam traskripsi fonetik.
Korpus data ini bisa dari
ucappan kata-kata terpisah dari penutur asli bahasa yang diteliti, percakapan
sehari-hari, cerita-cerita pribadi, cerita-cerita rakyat, nyanyian, pantun,
syair, dan sebagainya. Agar ucapan-ucapan tersebut bisa didengar ulang (untuk
memantapkan hasil traskripsi fonetis) sebaiknya direkam dengan tape recorder.
Pada saat pencatatan kita yang harus yakin bahwa hasil transkripsi fonetis
adalah benar dan diperoleh dari korpus data respretsentatif, apa adanya dan tanpa rekayasa.
Misalnya, dari korpus data
bahasa Indonesia, diperoleh transkripsi fonetis kata-kata berikut.
(1)
[#pa+pan#] ‘papan’
(2)
[#ra+tap’#] ‘ratap’
(3)
[#pi+kīr#] ‘fikir’
(4)
[#pa+pa+ya#] ‘pepaya’
(5)
[#fa+mi+li#] ‘famili’
(6)
[#pa+sar#] ‘pasar’
(7)
[#kə+lap’+kə+lip’#] ‘kelap-kelip’
(8)
[#ku+ku#] ‘kuku’
(9)
[#fi+kīr#] ‘fikir’
(10)
[#pa+mi+li#] ‘famili’
(11)
[#kε+mah#] ‘kemah’
(12)
[#bə+sar#] ‘besar’
(13)
[#si+pat’#] ‘sifat’
(14)
[#kε+cap#] ‘kecap’
(15)
[#pa+ham#] ‘paham’
(16)
[#pə+pa+ya#] ‘pepaya’
(17)
[#tap’+tu#] ‘taptu’
(18)
[#ki+cap’#] ‘kicap’
(19)
[#si+fat’#] ‘sifat’
(20)
[#fa+ham#] ‘faham’
(21)
[#kO+ta#] ‘kota’
2.
Mencatat bunyi yang
ada dalam peta bunyi.
Dari hasil traskripsi fonetis korpus data pada langkah
pertama, diperoleh bunyi-bunyi sebagai berikut.
a.
Bunyi Vokoid
|
Depan
|
Tengah
|
Belakang
|
Tinggi
|
i
|
|
u
|
Agak
Tinggi
|
ī
|
ə
|
|
Agak
Rendah
|
ε
|
|
O
|
Rendah
|
|
a
|
|
b.
Bunyi Kontoid
|
Bilabial
|
Labio
dental
|
Dental
|
Alveo-
lar
|
Palato-
alveolar
|
Palatal
|
Velar
|
Glotal
|
Plosif
|
p
p’
b
|
|
t
t’
d
|
|
|
|
k
k’
|
|
Afrikatif
|
|
|
|
|
c
|
|
|
|
Frikatif
|
|
f
|
|
s
|
|
|
|
h
|
Lateral
|
|
|
|
l
|
|
|
|
|
Tril
|
|
|
|
r
|
|
|
|
|
Flap
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Nasal
|
m
|
|
|
n
|
|
|
|
|
Semi-
vokal
|
|
|
|
|
|
y
|
|
|
3.
Memasangkan bunyi-bunyi yang dicurigai karena
mempunyai kesamaan fonetis.
Bunyi-bunyi dikatakan mempunyai
kesamaan fonetiss apabila bunyi-bunyi tersebut terdapat pada lajur yang sama,
kolom yang sama, atau pada lajur kolom yang sama. Berdasarkan peroleh bunyi
yang telah dipetakan pada langkah kedua untuk bersinambungan, pasangan bunyi
yang mempunyai kesaaan fonetis adalah sebagai berikut.
(1)
[p] – [p’] (6) [m] – [n]
(2)
[p] – [b] (7) [a] – [O]
(3)
[t] – [t’] (8) [i] – [ī]
(4)
[t] – [d] (9) [i] – [O]
(5)
[l] – [r] (10) [i] – [u]
4.
Mencatat
bunyi-bunyi selebihnya karena tidak mempunyai kesamaan fonetis.
Bunyi-bunyi yang tidak
mempunyai kesamaan fonetis adalah bunyi [s], [c], dan [h].
5.
Mencatat
bunyi-bunyi yang berdistribusi komplementer
Berdasarkan korpus diatas,
pasangan bunyi yang berdistribusi komplementer adalah [p] dan [p’].
[p]
|
[p’]
|
[#pa+pan#] ‘papan’
|
[#ra+tap#] ‘ratap’
|
[#pi+kīr#] ‘fikir’
|
[#kə+lap’+kə+lip’#] ‘kelap-kelip’
|
[#pa+pa+ya#] ‘pepaya’
|
[#kε+cap’#] ‘kecap’
|
[#pa+sar#] ‘pasar’
|
[#tap’+tu#] ‘taptu’
|
[#pa+mi+li#] ‘famili’
|
[#ki+cap’#] ‘kicap’
|
[#si+pat#] ‘sifat’
|
|
[#pə+pa+ya#] ‘pepaya’
|
|
6.
Mencatat
bunyi-bunyi yang berfariasi bebas.
[p]
|
|
[f]
|
Golongan 1
|
Golongan 2
|
Golongan 3
|
[#pa+pan#]
|
[#pi+kīr#]
|
[#fi+kīr#]
|
[#pa+pa+ya#]
|
[#pa+mi+li#]
|
[#fa+mi+li#]
|
[#pa+sar#]
|
[#si+pat’#]
|
[#si+fat#]
|
[#pə+pa+ya#]
|
[#pa+ham#]
|
[#fa+ham#]
|
7.
Mencatat bunyi yang
berkontras dalam lingkungan yang sama (identis).
Dari korpus data diatas bunyi
[a] dan [i] berkontras dalam lingkungan yang sama, yaitu:
[#kεcap’#] ‘kecap’
[#ki+cap#] ‘kicap’
8.
Mencatat
bunyi-bunyi yang berkontras dalam lingkungan yang mirip (analogis).
Dari korpus diatas, bunyi [a]
dan [e] berkontras didalam lingkungan yang mirip, yaitu:
[#pa+sar#] ‘pasar’
[#bə+sar#] ‘besar’
9.
Mencatat
bunyi-bunyi yang berubah karena lingkungan.
Dari korpus diatas, bunyi [k] dan [k] kemungkinan
berubah karena lingkungan.
Bukti korpus :
[k] : Plosif, velar mati
|
[k] : Plosif, palatal mati
|
[#kə+lap’+kə+lip’#] ‘kelap-kelip’
|
[#pi+kīr#] ‘fikir’
|
[#ku+ku#] ‘kuku’
|
[#fi+kīr#] ‘fikir’
|
[#kO+ta#] ‘kota’
|
[#kε+mah#] ‘kemah’
|
|
[#kε+cap#] ‘kecap’
|
|
[#ki+cap’#] ‘kicap’
|
10.
Mencatat
bunyi-bunyi dalam infentori fonetis dan fonemis, condong menyebar secara
simetris.
Telah diketahui pada langkah ke
lima bahwa [p] dan [p’] adalah alovond dari fonem yang sama, yaitu / p /, karna
kedua bunyi yang sefonetis tersebut berdistibusi komplementer. Oleh karena
begitu berdasarkan premis kesimetrisan, [t] dan[t’] mestinya juga merupakan
alovon dari fonem /t/.
Bukti
dari korpus data :
[t]
|
[t’]
|
[#ra+tap’#] ‘ratap’
|
[#si+pat’#] ‘sifat’
|
[#tap’+tu#] ‘taptu’
|
[#si+fat’#] ‘sifat’
|
[#kO+ta#] ‘kota’
|
|
11.
Mencatat
bunyi-bunyi yang berfluktuasi.
Dari langkah ke delapan telah
diketahui bahwa [a] dan [e] merupakan alovon dari dua fonem yang berbeda, yaitu
/a/ dan /e/. Tetapi, dalam korpus juga dijumpai [a] dan [e] pada :
[#pa+pa+ya#] ‘pepaya’
[#pə+pa+ya#] ‘pepaya’
12.
Mencatat
bunyi-bunyi yang selebihnya sebagai fonem tersendiri.
Bunyi-bunyi selebihnya adalah [s] [c] [h]. Bunyi-bunyi
tersebut dianggap sebagai fonem tersendiri, yaitu /s/, /c/, /h/.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Fonem adalah suatu bahasa yang terkecil dan dapat
membedakan arti atau sebuah makna. Berdasarkan definisi diata maka setiap bunyi
bahasa baik segmental maupun suprasegmental apabila terbukti dapat mebedakan
arti maka bisa dikatakan sebagai fonem.
Sedangkan klasifikasi fonem
sebenarnya sama dengan cara klasifikasi
bunyi secara fonetik. Misalnya Kita
mengenal adanya fonem segmental dan fonem supragmental. Jadi Fonem segmental itu terdiri atas vocal dan konsonan.
Adapun dasar-dasar fonem terdiri dari suatu pokok-pokok
pikiran atau premis-premis yang dimaksud adalah: yang pertama bunyi-bunyi suatu
bahasa cenderung dipengaruhi oleh lingkungan yang kedua sistem bunyi suatu
bahasa berkecenderungan bersifat simestris yang ketiga bunyi-bunyi suatu bahasa
cenderung berfluktuasi yang keempat bunyi- bunyi yang mempunyai kesamaan
fonetis digolongkan tidak berkontras apabila berdistribusi komplementer dan
/atau bervariasi bebas, yang terahir bunyi-bunyi yang mempunyai kesamaan
fonetis digolongkan kedalam fonem yang berbeda apabila yang berkontras dalam
lingkungan yang sama atau mirip.
B.
Saran
Makalah kami ini masih jauh dari
kata sempurna untuk itu kritik dan saran untuk membangun sangat kami harapkan
dari para pembaca sekalian demi tercapainnya kesempurnaan dari makalah kami ini
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Chaer. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. . Rineka
Cipta.
Achmad dan Abdullah, A. 2012. Linguistik Umum. Erlangga
Amril dan Ermanto. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Padang. UNP
Press.
Chaer, Abdul. 2007. Lingusitik Umum. Jakarta. Rineka Cipta.
Muslich Masnur. 2015. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta.
Bunyi Aksara.
No comments:
Post a Comment