BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Secara etimologi kata morfologi berasal dari kata morf
yang berarti ‘bentuk’ dan kata logi yang berarti ilmu mengenai bentuk. Di dalam
kajian linguistik, morfologi berarti ilmu mengenai bentuk-bentuk dan
pembentukan kata, sedangkan di dalam kajian biologi morfologi berarti ilmu
mengenai bentuk-bentuk sel-sel tumbuhan atau jasad-jasad hidup. Memang selain
bidang kajian linguistik, di dalam kajian biologi ada juga digunakan istilah
morfologi. Kesamaannya, sama-sama mengkaji tentang bentuk.
Kalau dikatakan morfologi membicarakan masalah
bentuk-bentuk dan pembentukan kata, maka semua satuan bentuk sebelum menjadi
kata, yakni morfem dengan segala bentuk dan jenisnya perlu dibicarakan. Lalu,
pembicaraan mengenai pembentukan kata akan melibatkan pembicaraan mengenai
komponen atau unsure pembentukan kata itu, yaitu morfem, baik morfem dasar
maupun morfem afiks, dengan berbagai alat proses pembentukan kata itu, yaitu
afiks dalam proses afiksasi, duplikasi ataupun pengulangan dalam proses
pembentukan kata melalui proses reduplikasi, penggabungan dalam proses
pembentukan kata melalui komposisi, dan sebagainya. Jadi, ujung dari proses
morfologi adalah terbentuknya kata dalam bentuk dan makna sesuai keperluan
dalam satu tindak pertuturan.
Bila bentuk dan makna yang terbentuk dari satu proses
morfologi sesuai dengan yang diperlukan dalam pertuturan, maka bentuknya dapat
dikatakan berterima, tetapi jika tidak sesuai dengan yang diperlukan, maka
bentuk itu dikatakan tidak berterima. Keberterimaan atau ketidakberterimaan
bentuk itu dapat juga karena alasan sosial. Namun, disini, dalam kajian
morfologi, alasan sosial itu kita singkirkan dulu, yang kita perhatikan atau
pedulikan adalah alasan gramatikal semata.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan
masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Apakah
pengertian dari proses morfologi?
2. Bagaimanakah
proses pembubuhan afiks dalam morfologi?
3. Bagaimanakah
proses pengulangan dalam morfologi?
4. Bagaimanakah
proses pemajemukan dalam morfologi?
5. Bagaimanakah
tahap pembentukan kata?
6. Bagaimanakah
pembentukan inflektif dan derifatif dalam morfologi?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan
penulisannya adalah untuk mengetahui:
1. Pengertian dari
proses morfologi.
2. Proses
pembubuhan afiks dalam morfologi.
3. Proses
pengulangan dalam morfologi.
4. Proses
pemajemukan dalam morfologi.
5. Tahap
pembentukan kata.
6. Pembentukan
inflektif dan derifatif dalam morfologi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Proses Morfologi
Proses
morfologi adalah penyusunan dari komponen-komponen kecil menjadi menjadi bentuk yang lebih besar
berupa kata kompleks. Proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang
merupakan bentuk dasarnya.
Adapun
pengertian proses morfologi menurut berbagai sumber, yaitu:
1. Proses morfologik
adalah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk
dasarnya. (Prof.Drs.M.Ramlan,2009:51)
2. Proses
morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang
satu dengan morfem yang lain. (Samsuri, 1987: 190)
3. Proses
Morfologi pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar
melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan (dalam proses
reduplikasi), penggabungan (dalam proses komposisi). (Abdul Chaer, 2008: 25)
Bahasa-bahasa
di dunia memiliki cara-cara tersendiri dalam proses pembentukan katanya
sehingga proses morfologis tidak bisa ditemukan dalam setiap bahasa. bahasa
indonesia adalah termasuk dari salah satu bahasa Austronesia yang didominasi
oleh pembentukan kata melalui afiksasi. Tugas morfologi adalah menyusun morfem
menjadi kata atau menguraikan kata menjadi morfem.
B.
Proses Pembubuhan Afiks
Proses
morfologis yang sering dijumpai ialah afiksasi, yaitu penggabungan akar atau
pokok dengan afiks. Afiksasi adalah proses pembentukan kata yang dilakukan
dengan cara membubuhkan morfem terikat berupa afiks pada bentuk dasar. Dalam
proses pembubuhan afiks, bentuk dasar merupakan salah satu dari unsur yang
bukan afiks. Afiks merupakan satuan gramatik terikat yang di dalam
suatu kata merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang memiliki
kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok
kata baru. Afiks itu ada empat macam, yaitu prefiks (awalan), infiks
(sisipan), sufiks (akhiran), dan konfiks (gabungan awalan dan akhiran).
1. Prefiks
(awalan)
Prefiksasi
adalah proses pembubuhan afiks (morfem terikat) yang dapat dilakukan di depan
bentuk dasar. Jenis prefiks (awalan) antara lain: ber-, se-, me-, ter-,
di-, dan
lain-lain, contohnya adalah sebagai berikut:
ber + main = bermain
di + makan = dimakan
ter + tawa = tertawa
2. Infiks
(sisipan)
Infiksasi
adalah proses pembubuhan afiks di tengah bentuk dasar. Penulisan afiks ini
ditulis serangkai dengan kata dasarnya sebagai satu kesatuan. Jenis infiks
(sisipan) antara lain: -em-, -el-,-er, dan -in-. contohnya adalah sebagai berikut:
getar = g + em+ etar
gigi = g + er + igi
kerja = k + in +erja
3. Sufiks
(akhiran)
Sufiksasi
adalah proses pembubuhan afiks di akhir bentuk dasar. Penulisan afiks ini
ditulis serangkaian dengan kata dasarnya, sebagai satu kesatuan. Jenis sufiks
(akhiran) antara lain: -an, -i, -kan, -nya, dan lain-lain, contohnya adalah
sebagai berikut:
cuci +an = cucian
baca + kan = bacakan
turun + nya = turunnya
warna + i= warnai
4. Konfiks
Konfiksasi
adalah proses pembubuhan afiks di awal dan akhir bentuk dasar secara bersamaan.
Konfiks yang terdiri dari dua unsur. Satu di muka bentuk dasar dan satu di
belakang bentuk dasar. Jenis konfiks antara lain: ber – an, ke – an, me
– kan, se – nya, per – an, dan lain-lain, contohnya adalah sebagai berikut:
me + laku + kan = melakukan
ber + pakai +an = berpakaian
ke + hujan + an= kehujanan
C.
Proses Pengulangan (Reduplikasi)
Pengulangan
adalah proses pembentukan kata dengan mengulang satuan bahasa baik secara
keseluruhan, sebagian, maupun disertai dengan perubahan bunyi. Proses ini
menghasilkan kata baru yang lazim disebut kata ulang. Adapun
jenis-jenis reduplikasi yaitu:
1. Reduplikasi
fonologis, berlangsung pada dasar yang bukan akar atau statusnya lebih tinggi
dari akar.
2. Reduplikasi
sintaksis, proses pengulangan terhadap sebuah dasar yang berupa akar, tetapi
menghasilkan satuan bahasa yang statusnya lebih tinggi dari kata.
3. Reduplikasi
semantis, pengulangan makna yang sama dari dua kata yang bersinonim.
4. Reduplikasi
morfologis, dapat terjadi pada bentuk dasar yang berupa akar, berupa bentuk
berafiks, dan dapat berupa bentuk komposisi.
Proses
pengulangan banyak terdapat dalam berbagai bahasa diseluruh dunia. Khusus
mengenai reduplikasi dalam bahasa Indonesia ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu:
a. Bentuk dasar
reduplikasi dalam bahasa Indonesia dapat berupa morfem dasar seperti meja menjadi meja-meja, bentuk pembangunan yang
menjadi
pembangunan-pembangunan, dan bisa juga berupa bentuk gabungan
kata sepertisurat-surat kabar atau surat kabar – surat
kabar.
b. Bentuk
reduplikasi yang disertai afiks prosesnya mungkin merupakan proses reduplikasi
dan proses afiksasi yang terjadi bersamaan seperti pada bentukbermeter-meter atau
proses reduplikasi terlebih dahulu, baru disusul dengan proses afiksasi,
seperti pada berlari-lari dan mengingat-ingat,atau
juga proses afiksasi terjadi lebih dahulu, baru kemudian diikuti oleh proses
reduplikasi, seperti pada kesatuan-kesatuan.
c. Pada dasar yang
berupa gabungan kata, proses reduplikasi mungkin harus berupa reduplikasi
penuh, tetapi mungkin juga hanya reduplikasi parsial. Misalnya, ayam
itik - ayam itik, dan sawah ladang – sawah ladang adalah
contoh reduplikasi penuh, dan contoh untuk reduplikasi parsial surat-surat
kabar serta rumah-rumah sakit.
d. Banyak orang
yang menyangka bahwa reduplikasi dalam bahasa Indonesia hanya bersifat
paradigmatis dan hanya memberi makna jamak atau variasi. Namun, sebenarnya
reduplikasi dalam bahasa Indonesia juga bersifat derivasional. Oleh karena itu,
munculnya bentuk-bentuk seperti mereka-mereka, kita-kita, kamu-kamu,dan dia-dia tidak
dapat dianggap menyalahi kaidah bahasa Indonesia.
e. Ada pakar yang
menambahkan adanya reduplikasi semantis yakni dua buah kata yang maknanya
bersinonim membentuk satu kesatuan gramatikal. Misalnya, ilmu
pengetahuan, hancur luluh, dan alim ulama.
f. Dalam bahasa
Indonesia ada bentuk-bentuk seperti kering kerontang, tua renta, dan segar
bugar di satu pihak dan di pihak lain ada bentuk-bentuk sepertimondar-mandir,
tunggang-langgang, dan komat-kamit.
Berdasarkan
cara mengulang bentuk dasarnya, pengulangan dapat digolongkan menjadi empat
golongan:
1) Pengulangan
seluruh
Pengulangan
seluruh ialah pengulangan seluruh bentuk dasar, tanpa perubahan fonem dan tidak
berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks. Misalnya:
Sepeda =
sepeda-sepeda
Buku = buku-buku
Sekali =
sekali-sekali
2) Pengulangan
sebagian
Pengulangan
sebagian ialah pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya. Di sini bentuk dasar
tidak diulang seluruhnya. Apabila bentuk dasar itu berupa bentuk kompleks,
kemungkinan – kemungkinan bentuknya sebagai berikut:
Bentuk men-, misalnya:
menjalankan = menjalan – jalankan.
Bentuk di-, misalnya: ditarik = ditarik – tarik.
Bentuk ber-, misalnya: berjalan = berjalan – jalan.
Bentuk ter-, misalnya: tergoncang = tergoncang – goncang.
Bentuk ber-an, misalnya: berjauhan = berjauh – jauhan.
Bentuk -an, misalnya: tumbuhan = tumbuh – tumbuhan.
Bentuk ke-, misalnya: kedua = kedua – dua.
3) Pengulangan
yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks
Dalam golongan
ini, pengulangan terjadi bersama-sama dengan proses pembubuhan afiks dan
bersama-sama pula mendukung satu fungsi. Misalnya:
hitam = kehitam-hitaman
luas = seluas-luasnya
4) Pengulangan
dengan perubahan fonem
Misalnya:
gerak = gerak-gerik
serba = serba-serbi
lauk = lauk-pauk
sayur = sayur-mayur
D.
Proses Pemajemukan
Kata majemuk
adalah kata yang terdiri dari dua kata sebagai unsurnya. Di samping itu ada
juga kata majemuk yang terdiri dari satu kata dan satu pokok kata sebagai
unsurnya.Kata majemuk terdiri dari dua kata atau lebih yang menjadi
satu dengan erat sekali dan menunjuk atau menimbulkan satu pengertian baru.
Dalam bahasa Indonesia selanjutnya kata majemuk disebut juga bentuk senyawa atau
susunan senyawa (kompositium).
Berikut ini
adalah ciri-ciri yang membedakan antara kata majemuk dan frase.
1. Ketersisipan: Artinya,
diantara unsur suatu kompositium tidak dapat disisipi unsur lain apa pun. Sapu
Tangan adalah kompositium, sedangkan alat tulis adalah frase karena
dapat disisipi unsur untuk menjadi alat tulis.
2. Ketakterluasan.
Artinya, masing-masing unsur suatu kompositium tidak dapat diperluas, misalnya
dengan afiksasi atau dimodifikasikan dengan cara tertentu. Perluasan terhadap
kompositium hanya bias dilakukan terhadap semua unsur, tidak unsur per unsur.
Kompositium kereta api hanya bias diperluas menjadiperkeretaapian dan
bukan *perkeretaan api atau *kereta perapian. Ciri ini tampaknya bukan hanya
merupakan ciri kata majemuk. Frase tidak adil pun bias
diperrluas menjadi ketidakadilan dan bukan ketidakan
adil atau *tidak keadilan walaupun demikian tidak
adil memiliki kemampuan untuk disisipi unsur tertentu menjadi tidak
begitu adil, sehingga sesuai dengan ciri (i), tidak adil adalah
frase.
3. Ketakterbalikan Artinya,
unsur-unsur yang membentuk suatu kompositium tidak dapat dipertukarkan
tempatnya atau dibalik. Gabungan kata bapak, ibu, pulang,
pergi, dan
lebih kurang bukanlah kompositium melainkan frase koordinatif.
Gabungan kata semacam itu memiliki kesanggupan untuk dipertukarkan tempatnya
menjadi ibu bapak, pergi pulang, dan kurang lebih. Hal ini berbeda
dengan kompositium hutan belantara yang tidak
memungkinkan untuk diubah strukturnya menjadi *belantara hutan. Kriteria
keterbalikan seperti ini tampaknya juga memiliki kelemahan karena kriteria ini
sering kali sangat tergantung pada ciri kelaziman. Bentuk kurang lebihsudah
cukup lazim diubah strukturnya menjadi lebih kurang.Hal ini agak
berbeda dengan bentuk pulang pergi yang masih terasa janggal
atau kurang lazim jika digunakan dalam posisi terbalik, yaitu pergi
pulang. Di sisi lain frasepun banyak yang tidak bisa memenuhi syarat
keterbalikan. Dengan kata lain frasepun banyak yang memenuhi ciri keterbalikan
itu. Frase akan pergi, rumah besar, gedung tinggi, udara sejuk pun
tidak bias diubah urutan unsurnya menjadi *pergi akan, *besar rumah, *tinggi
gedung, *sejuk udara.
Untuk
membuktikan apakah suatu kata majemuk berafiks atau memang salah satu unsurnya
yang berupa bentuk kompleks dapat dianalisis dengan cara mengeluarkan seluruh
afiks dari bentuk majemuk.
a. Jika afiksnya
dikeluarkan masih terlihat bentuk majemuk maka sebenarnya bentuk itu merupakan
kata majemuk yang mendapatkan afiks. Contohnya adalah sebagai berikut:
Pertanggungjawaban
berkas kepala dimejahijaukan
|
Tanggung
jawab berkas kepala meja hijau
|
ber – an
ber
di – kan
|
Kata majemuk
berafiks
|
Tetap sebagai
kata majemuk
|
Afiks yang
dikeluarkan
|
b.
Jika setelah afiksnya dikeluarkan tidak lagi terlihat
bentuk majemuk maka bentuk tersebut merupakan kata majemuk yang salah satu
unsurnya bentuk kompleks.
lapangan terbang
lupa daratan
meninggal dunia
|
lapangan terbang
lupa darat
tinggal dunia
|
an
an
me
|
Kata majemuk dengan unsur bentuk kompleks
|
Bukan bentuk majemuk
|
Afiks yang dikeluarkan
|
Adapun macam-macam kata majemuk, yaitu:
1)
Kata majemuk berdasarkan sifatnya.
Berdasarkan
sifatnya, dengan melihat kesenyawaan unsur-unsur yang bergabung, kata majemuk
dikelompokkan menjadi beberapa golongan:
a)
Kata majemuk bersifat endosentris
Kata majemuk endosentris
adalah kata majemuk yang salah satu unsurnya menjadi inti dari gabungan,
kata-kata di dalam kata majemuk tersebut.
Kata majemuk
endosentris menghasilkan atau mengandung satu ide sebagai akibat
gabungan unsur didalamnya.
Contohnya adalah sebagi berikut:
sapu
tangan intinya sapu
matahari intinya mata
orang
tua intinya orang
meja
hijau intinya meja.
Karena salah
satu unsurnya merupakan inti dari golongan kata dalam kata majemuk tersebut
maka ide yang dihasilkan oleh hasil-hasil gabungan unsur tersebut juga satu. Misalnya
seperti dibawah ini:
Sapu tangan: memiliki satu konsep tentang suatu benda-
Tertentu
Matahari:
mewakili satu konsep tentang suatu benda-
tertentu
b)
Kata majemuk bersifat eksosentris.
Kata majemuk
eksosentris adalah kata majemuk yang gabungan unsur-unsurnya tidak memiliki
unsur inti.Salah satu unsure kata majemuk eksosentris bukan merupakan unsur
inti dari gabungan kedua kata yang ada didalamnya. Masing-masing unsur memiliki kedudukan kuat sebagai unsur inti. Karena masing-masing unsurnya
bersama-sama sebagai inti maka dalam kata majemuk eksosentris muncul dua ide. Contoh
adalah sebagai berikut:
laki bini : intinya
pada laki atau bini
tua muda : intinya
pada tua atau muda
hilir mudik : intinya
pada hilir atau mudik
pulang pergi : intinya
pada pulang atau pergi
hancur lebur : intinya
pada hancur atau lebur
naik turun : intinya
pada naik atau turun.
Masing-masing
unsur tidak menjadi inti atas gabungan kedua unsurnya melainkan berdiri sendiri
sebagai inti. Dengan demikian unsur yang satu tidak menerangkan unsur yang
lain. Sebagai akibatnya gagasan yang muncul dari bentuk eksosentris bukan satau
melainkan dua.
Kata majemuk
|
Gagasan yang muncul
|
laki bini
tua muda
hilir mudik
|
laki (suami) dan bini (istri)
yang tua dan yang muda
yang menuju ke hilir dan yang ke udik
|
2)
Kata majemuk Berdasarkan Arti.
Kata majemuk berdasarkan arti dapat dikelompokkan menjadi:
a)
Kata majemuk wajar.
Kata majemuk
wajar ialah kata majemuk yang artinya merupakan kias, Contohnya adalah:
indah permai muram durja
yatim piatu kamar mandi
b)
Kata majemuk kiasan.
Kata majemuk
kiasan ialah kata majemuk yang merupakan kias, Contohnya adalah:
panjang tangan tebal muka
besar kepala besar mulut
E.
Tahap Pembentukan Kata
Pembentukan
kata yaitu proses terjadinya kata yang berasal dari morfem dasar melalui
perubahan morfemis. Proses perubahan tataran dari morfem ke kata, yang dalam
tataran sintaksis merupakan perubahan tataran pertama. Tidak semua morfem
dengan sendirinya dapat langsung berubah menjadi kata. Seperti morfem (ber-),
(ter-), (ke-), dan sejenisnya yang tergolong morfem terikat tidak
dapat langsung menjadi kata. Lain halnya dengan bentuk seperti
(rumah) yang berstatus morfem bebas yang dapat langsung menjadi
kata. Misalnya: morfem rumah > gramatikalisasi >
kata rumah. Untuk dapat digunakan di dalam kalimat atau peraturan
tertentu, maka setiap bentuk dasar harus dibentuk dahulu menjadi sebuah kata
baik melalui proses afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi.
Telah di
ketahui bahwa bentuk dasar dalam proses morfologi dapat berupa akar,
dapat berupa bentuk polimorfemis atau bentuk turunan dapat
pula melalui bentukperantara. Oleh karena itu berdasarkan tahap
prosesnya kita dapat membedakan adanya pembentukan setahap dan melalui bentuk
perantara.
1.
Pembentukan setahap terjadi kalau bentuk dasarnya berupa
akar atau morfem dasar (baik bebas maupun terikat). Dalam proses afiksasi
misalnya pengimbuhan prefik me-pada bentuk dasar beli menjadi
kata membeli; pada pengimbuhan prefiks ber- pada
bentuk dasar air menjadi berair; dan pada
pengimbuhan se- pada bentuk dasar kelas menjadi sekelas.
2.
Pembentukan setahap dalam prsoses Reduplikasi,
misalnya dasar rumah + pengulangan (p) menjadi rumah -
rumahan; dasar kecil + pengulangan (p) menjadikecil –
kecil; dan dasar bangun pengulangan (p) menjadi bangun
– bangun.
3.
Pembentukan setahap dalam proses Komposisi,
misalnya dasar sate + dasar ayam, menjadi sate
ayam, dasar terjun + dasar bebas menjadi terjun
bebas; dan dasarmerah + dasar jambu menjadi merah
jambu
4.
Pembentukan terjadi apabila dasar yang mengalami
proses Morfologi itu berupa bentuk polimorfemis yang
sudah menjadi kata (baik kata berimbuhan, kata berulang, maupun kata
gabung). Misalnya, kata berpakaian di bentuk dengan mengimbuhkan
prefiks ber- pada dasar pakaian (yang telebih
dahulu terbentuk dari proses pengimbuhan sufiks –an pada
dasar pakaian).
Contohnya adalah: Ber- + (pakai +
an) berpakaian. Tafsiran kata
berpakaian di atas di dukung oleh makna gramatikal kata
berpakaian yang berarti “memakai pakaian” . prefiks ber- di
imbuhkan setelah sufiks –andiimbuhkan pada akar pakai.
5.
Pembentukan bertahap banyak terjadi dalam kombinasi
proses
antara afiksasi (A) dengan reduplikasi (R);
antara komposisi dengan afiksasi;
antara komposisi dengan komposisi (K);
antara komposisi dengan afiksasi;
antara komposisi dengan reduplikasi.
3)
Pembentukan yang di mulai dengan proses afiksasi di
lanjutkan dngan proses reduplikasi, misalnya
terjadi pada pembentukan kata berlari – larian. Mula-mula pada akar
lari di beri konfiks ber- an menjadi berlarian,
setelah itu kata berlarian diberi proses reduplikasi menjadi berlari
– larian.
4)
Pembentukan kata yang di mulai dengan reduplikasi di
lanjutkan dengan afiksasi, misalnya, terjadi dalam pembentukan
kata berlari-lari. Yang pada
kata lari di lakukan proses reduplikasi menjadi lari –
lari, setelah itu di beri proses
pengimbuhan dengan prefiks
ber- menjadi berlari-lari
Contoh:
Lari + reduplikasi
lari – lari + ber-
berlari –lari
Tafsiran kata berlari – lari tersebut
di dukung oleh makna gramatikal yang menyatakan makna “melakukan
lari – lari”, sedangkan makna berlari – larian yang
menyatakan “banyak yang berlarian”.
5)
Pembentukan kata yang di mulai dengan proses
komposisi, di lanjutkan denganproses komposisi lagi, misalnya
terjadi dalam pembentukan kata kereta api ekspres. Yang mula – mula
akar kereta di gabungkan dengan akar api menjadi bentuk kereta
api. Setelah itu di gabungkan pula dengan akar ekspres sehigga
menjadi kereta api ekspres. Bentuk kereta api ekspres dapat di
bentuk lagi dengan menggabungkan akarmalam sehingga menjadi
bentuk kereta api ekspres malam.
6)
Pembentukan kata yang di mulai dengan proses
komposisi di lanjutkan denganproses afiksasi, misalnya
dalam proses terjadinya kata berjual beli. Pada akar jual di
gabungkan akar beli, sehingga menjadi jual beli setelah
itu di lanjutkan dengan pengimbuhan prefiks ber- sehingga
menjadi berjual beli.
Contoh:
Jual + beli
jual beli + ber
berjual beli
Tafsiran proses kata berjual
beli didukung oleh makna gramatikalnya yang
menyatakan ”melakukan jual beli”.
7)
Pembentukan kata yang prosesnya melalui bentuk perantara
adalah seperti terjadi dalam proses pembentukan kata pengajar. Secara kasat
mata bentuk pengajar tampaknya di bentuk dari dasar berupa
akar ajar yang diberi proses prefiksasim pe-. Namun, sebenarnya
proses itu tejadi melalui bentuk kata mengajar sebab
makna gramatikal pengajar adalah ‘yang mengajar’.
8)
Begitu juga pada nomina pengarajan yang
dibentuk melalui verba mengajar, sebaab makna gramatikal adalah
‘hal/proses mengajar’. Bentuk ajaran juga terjadi melalui verba mengajar sebab makna gramatikalnya adalah
‘hasil mengajar’.
F.
Bentuk Inflektif dan Bentuk Derifatif
Seperti kita
ketahui dalam bahasa – bahasa fleksi, seperti bahasa arab, bahasa latin, dan
bahasa itali, ada pembentukan kata secara inflektif dan secara derivatif. Dalam
pembentukan kata inflektif identitas leksikal kata yang dihasilkan sama dengan
identitas leksikal bentuk dasarnya. Sebaiknya dalam proses pembentukan
derivatif identitas bentuk yang dihasilkan tidak sama dengan identitas leksikal
bentuk dasarnya.
Jadi
pembentukan kata inggris dari dasar write menjadi writes adalah
pembentukan kata inflektif ,karena baik write maupun writes adalah
sama-sama verba; tetapi pembentukan kata
dari write menjadi writer adalah pembentukan
derivatif, sebab bentuk write berkatagori
verba, sedangkan write berkatagori nomina.
Kasus inflektif
dalam bahasa indonesia hanya terjadi dalam pembentukan verba transitif, yaitu
dengan prefiks me- untuk verba transitif aktif, dengan
prefiks di- untuk verba transitif pasif tindakan, dengan
perfiks ter- untuk verba transitif pasif keadaan, dan dengan
prefiks zero untuk verba imperatif. Bentuk dasarnya dapat berupa:
1.
Pangkal verba akar yang memiliki komponen makana [ +
sasaran ], seperti akarbaca, beli, dan tulis.
2.
Pangkal bersufiks –kan, seperti
selipkan, daratan, dan lewatkan.
3.
Pangkal bersufiks –i, seperti,
tangisi, lalui, dan nasihati.
4.
Pangkal berprefiks per- seperti,
perpanjang, perluas, pertingi.
5.
Pangkal berkonfiks per-kan seperti, persembahkan,
pertemukan, danpertukarkan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1. Pengertian Proses Morfologi
Proses
morfologi adalah penyusunan dari komponen-komponen kecil
menjadi menjadi bentuk yang lebih besar berupa kata kompleks. Proses
pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya.
2.
Proses Pembubuhan Afiks
Proses
morfologis yang sering dijumpai ialah afiksasi, yaitu penggabungan akar atau
pokok dengan afiks . Afiksasi adalah proses pembentukan kata yang dilakukan
dengan cara membubuhkan morfem terikat berupa afiks pada bentuk dasar. Dalam
proses pembubuhan afiks, bentuk dasar merupakan salah satu dari unsur yang
bukan afiks. Afiks merupakan satuan gramatik terikat yang di dalam
suatu kata merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang memiliki
kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok
kata baru. Afiks itu ada empat macam, yaitu prefiks (awalan), infiks
(sisipan), sufiks (akhiran), dan konfiks (gabungan awalan dan akhiran).
3.
Proses Pengulangan
(Reduplikasi)
Pengulangan
adalah proses pembentukan kata dengan mengulang satuan bahasa baik secara
keseluruhan, sebagian, maupun disertai dengan perubahan bunyi. Proses ini
menghasilkan kata baru yang lazim disebut kata ulang. Adapun jenis-jenis reduplikasi yaitu:
a.
Reduplikasi fonologis
b.
Reduplikasi sintaksis
c.
Reduplikasi semantis
d.
Reduplikasi morfologis
Berdasarkan
cara mengulang bentuk dasarnya, pengulangan dapat digolongkan menjadi empat
golongan:
1)
Pengulangan seluruh
2)
Pengulangan sebagian
3)
Pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan
afiks
4)
Pengulangan dengan perubahan fonem
4.
Proses Pemajemukan
Kata majemuk
adalah kata yang terdiri dari dua kata sebagai unsurnya. Di samping itu ada
juga kata majemuk yang terdiri dari satu kata dan satu pokok kata sebagai
unsurnya.Kata majemuk terdiri dari dua kata atau lebih yang menjadi
satu dengan erat sekali dan menunjuk atau menimbulkan satu pengertian baru.
Dalam bahasa Indonesia selanjutnya kata majemuk disebut juga bentuk senyawa
atau susunan senyawa (kompositium).
Berikut ini
adalah ciri-ciri yang membedakan antara kata majemuk dan frase.
a.
Ketersisipan
b.
Ketakterluasan.
c.
Ketakterbalikan
5.
Tahap Pembentukan Kata
Pembentukan
kata yaitu proses terjadinya kata yang berasal dari morfem dasar melalui
perubahan morfemis. Proses perubahan tataran dari morfem ke kata, yang dalam
tataran sintaksis merupakan perubahan tataran pertama. Tidak semua morfem
dengan sendirinya dapat langsung berubah menjadi kata. Seperti morfem (ber-),
(ter-), (ke-), dan sejenisnya yang tergolong morfem terikat tidak
dapat langsung menjadi kata.
6.
Bentuk Inflektif dan Bentuk
Derifatif
Dalam
pembentukan kata inflektif identitas leksikal kata yang dihasilkan sama dengan
identitas leksikal bentuk dasarnya. Sebaiknya dalam proses pembentukan
derivatif identitas bentuk yang dihasilkan tidak sama dengan identitas leksikal
bentuk dasarnya. Jadi pembentukan kata inggris dari
dasar write menjadi writes adalah pembentukan
kata inflektif ,karena baik write maupun writes adalah
sama-sama verba; tetapi pembentukan kata
dari write menjadi writer adalah pembentukan
derivatif, sebab bentuk write berkatagori
verba, sedangkan write berkatagori nomina.
Kasus inflektif
dalam bahasa indonesia hanya terjadi dalam pembentukan verba transitif, yaitu
dengan prefiks me- untuk verba transitif aktif, dengan
prefiks di- untuk verba transitif pasif tindakan, dengan
perfiks ter- untuk verba transitif pasif keadaan, dan dengan
prefiks zero untuk verba imperatif. Bentuk dasarnya dapat berupa:
a.
Pangkal verba akar yang memiliki komponen makana [ +
sasaran ], seperti akarbaca, beli, dan tulis.
b.
Pangkal bersufiks –kan, seperti
selipkan, daratan, dan lewatkan.
c.
Pangkal bersufiks –i, seperti,
tangisi, lalui, dan nasihati.
d.
Pangkal berprefiks per- seperti,
perpanjang, perluas, pertingi.
e.
Pangkal berkonfiks per-kan seperti, persembahkan,
pertemukan, danpertukarkan.
B.
Saran
Penulis menyadari makalah ini masih jauh
dari kata sempurna dan masih terdapat kekurangan dari sana sini, maka dari itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat relevan dari pembaca guna
memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik dan berguna bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Alek dan Achmad. 2013.
Linguistik Umum.
Jakarta: Penerbit
Erlangga
Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineke Cipta
Ramlan, M.. 1987. Morfologi:
Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta:
CV. Karyono
Arifin, Zaenal dan Junaiyah. 2007. Morfologi: Bentuk, Makna, dan
Fungsi. Jakarta:
Gramedia
No comments:
Post a Comment