Makalah Konsep Dasar Morfem


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Salawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada nabi kita Muhammad SAW.
Penyusunan makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kebahasaan (Folonologi dan Morfologi). Di dalam makalah ini membahas tentang “Konsep Dasar Morfem” yang menguraikan mengenaipengertian morfem, identifkasi morfem, morf dan alomorf , dan jenis morfem.
Terima kasih penulis sampaikan kepada :
1.      Nur Fitri Mardhotillah, M.Pd selaku Dosen Pengampu mata kuliahKebahasaan (Folonologi dan Morfologi),
2.      Teman-teman kelas SD13-A2 yang telah memberikan kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini,
3.      Kedua orang tua dan segenap keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan maupun do’a sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Penyusun makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan supaya kami bisa lebih baik lagi untuk kedepannya. Semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi kita semua.
                                                                                                           
 Cirebon, Desember 2016

                                                                                                                                                            Penulis






DAFTAR ISI
                                                          
KATA PENGANTAR ....................................................................................       i
DAFTAR ISI ..................................................................................................                      ii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah .......................................................................        1       
B.     Rumusan Masalah ................................................................................        2
C.     Tujuan ..................................................................................................        2
BAB II PEMBAHASAN                                                                               
A.    Pengertian Morfem ..............................................................................        3
B.     Identifkasi Morfem...............................................................................                      4
C.     Morf Dan Alomorf...............................................................................         7
D.    Jenis Morfem .......................................................................................         9
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan ..........................................................................................      14
B.     Saran .....................................................................................................     15

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................                    16

                                                          

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Bahasa sangat penting dalam komunikasi baik tertulis maupun tak tertulis. Sehingga penggunaannya harus berdasarkan pada kebahasaan dan perbendaharaan kata yang kaya dan lengkap. Begitu juga dengan bahasa Indonesia yang merupakan milik bangsa Indonesia merupakan alat komunikasi yang efektif  dan efisien dalam pemersatu bangsa ini.
Tata bahasa harus berlangsung sesuai dengan kelaziman penggunaanya sehingga dapat diterima oleh semua penggunaannya yaitu tata bahasa yang baku. Tata bahasa baku merupakan bahasa yang menjadi kelancaran dalam penggunaannya dan tidak bersifat mengekang bagi bahasa yang bersangkutan. Bahasa mempunyai struktur dan bentuk yang menyusun sebuah kata. Oleh karena itu ilmu morfologi bahasa yang mempelajari tentang struktur dan bentuk kata sangat penting dipelajari oleh bangsa ini baik dari jenjang bawah sampai jenjang atas. Selain itu, perubahan bentuk dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi.
Proses morfologis merupakan pembentukan kata dengan jalan
menghubungkan morfem yang satu dengan morfem lainnya, baik itu morfem
bebas dengan morfem bebas maupun morfem bebas dengan morfem terikat.
Salah satu jenis proses morfologis adalah afiksasi atau pembubuhan afiks.
Afiksasi adalah proses morfologis dengan cara memberikan imbuhan baik
berupa awalan, sisipan, atau akhiran pada morfem lain. Prefiks merupakan
imbuhan yang melekat di depan kata dasar (morfem bebas) yang umumnya
disebut dengan awalan. Macam-macam prefiks yaitu: meN-, di-, ber-, ter-,
per-, se-, pe-, ke-, para, pra, dan sebagainya. Prefiks-prefiks tersebut akan
memiliki fungsi dan makna yang jelas jika sudah melekat pada kata dasar.
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka makalah ini membahas mengenai “Konsep Dasar Morfem” yang meliputi pengertian morfem, identifkasi morfem, morf dan alomorf , dan jenis morfem.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1.         Apa yang dimaksud dengan morfem?
2.         Bagaimana identifikasi morfem?
3.         Apa itu morf dan alomorf?
4.         Apa saja jenis-jenis morfem?

C.      Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuannya adalah untuk :
1.         Mengetahui pengertian morfem.
2.         Mengetahui identifikasi morfem.
3.         Mengetahuimorf dan alomorf.
4.         Mengetahui jenis-jenis morfem.













BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Morfem
Morfologi mengenal unsur dasar atau satuan terkecil dalam wilayah pengamatannya dan morfem merupakan satuan yang paling kecil yang dapat dipelajari oleh morfologi. Wujud morfem dapat berupa imbuhan, klitika, partikel dan kata dasar (misalnya -an, -lah, -kah). Sebagai kesatuan pembeda makna, semua contoh wujud morfem tersebut merupakan bentuk terkecil dalam arti tidak dapat lagi dibagi menjadi kesatuan bentuk yang lebih kecil.
Untuk membuktikan morfem sebagai pembeda makna dapat kita lakukan dengan menghubungkan morfem itu dengan kata mempunyai makna/arti leksikal. Jika penghubungan itu menghasilkan makna baru, berarti unsur yang digabungkan dengan kata dasar itu adalah morfem.
Contoh : morfem -an, -di, me-, ter-, -lah jika digabungkan dengan kata makan, dapat membentuk kata-kata baru; makan, dimakan, memakan, termakan, makanlah, kata-kata itu mempunyai makna baru dan berbeda dengan kata makan.
Jika ditinjau dari segi bentuknya, kata dasar tergolong sebagai morfem karena wujudnya hanya sebagai satu morfem. Kata dasar bawa, rumah, main, tidak dapat diurai lagi menjadi bentuk yang lebih kecil. Sebaliknya, kata terbawa, dirumahkan, dipermainkan, adalah kata-kata kompleks yang dapat diuraikan lagi karena morfemnya lebih dari satu.
Berikut ini adalah pengertian morfem menurut para ahli:
1.         Morfem ialah satuan bentuk terkecil yang mempunyai arti (Alwasilah, 1983: 10).
2.         Morfem ialah kesatuan gramatik yang terkecil yang mengandung arti, yang tidak mempunyai kesamaan baik dalam bentuk maupun dalam arti dengan bentuk-bentuk yang lain (Sitindoan, 1984 : 64).
3.         Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna (Chaer, 1994: 146).
4.         Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil; misalnya (ter-), (di-), (pensil), dan sebagainya. (Kridalaksana, 1993: 141).
5.         Morfem adalah kesatuan yang ikut serta dalam pembentukan kata dan yang dapat dibedakan artinya (Keraf, 1984: 52).
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa morfem tidak lain adalah satuan bahasa atau gramatik terkecil yang bermakna yang dapat berupa imbuhan atau kata. Satuan-satuan rumah, sepeda, jalan, ber-, me-, di-, maha, juang, lah, dan sebagainya masing-masing merupakan satu morfem. Satuan bersepeda, terdiri dari dua morfem, ialah morfem ber- dan morfem sepeda; satuan bersepeda ke luar kota terdiri dari lima morfem, ialah ber-, sepeda, ke, luar, dan kota.  Jadi yang dimaksud dengan satuan gramatik yang paling kecil ialah satuan gramatik yang tidak mempunyai satuan lain sebagai unsurnya.

B.       Identifikasi Morfem
Bahasa merupakan komposit antara bentuk dan makna. Oleh karena itu, untuk menetapkan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan didasarkan pada kriteria bentuk dan makna itu. Hal-hal berikut dapat dipedomani untuk menentukan morfem dan bukan morfem itu diantaranya:
1.         Dua bentuk yang sama atau lebih memiliki makna yang sama merupakan sebuah morfem. Umpamanya kata bulan pada ketiga kalimat berikut adalah sebuah morfem yang sama.
a.         Bulan depan dia akan menikah.
b.        Sudah tiga bulan dia belum bayar uang SPP.
c.         Bulan November lamanya 30 hari
2.         Dua bentuk yang sama atau lebih bila memiliki makna yang berbeda merupakan dua morfem yang berbeda. Misalnya kata bunga pada kedua kalimat berikut adalah dua buah morfem yang berbeda.
a.         Bank Indonesia memberi bunga 5 persen per tahun.
b.        Dia datang membawa seikat bunga.
3.         Dua buah bentuk yang berbeda, tetapi memiliki makna yang sama, merupakan dua morfem yang berbeda. Umpamanya, kata Ayah dan kata Bapak pada kedua kalimat berikut adalah dua morfem yang berbeda.
a.         Ayah pergi ke Medan.
b.        Bapak baru pulang dari Medan.
4.         Bentuk-bentuk yang mirip (berbeda sedikit) tetapi maknannya sama adalah sebuah morfem yang sama, asal perbedaan bentuk itu dapat dijelaskan secara fonologis. Umpamanya, bentuk-bentuk me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan menge- pada kata-kata berikut adalah sebuah morfem yang sama.
a.         melihat
b.        membina
c.         mendengar
d.        menyusul
e.         mengambil
f.         mengecat
5.         Bentuk yang hanya muncul dengan pasangan satu-satunya adalah juga sebuah morfem. Umpamanya bentuk renta pada konstruksi tua renta, dan bentuk kuyup pada konstruksi basah kuyup adalah juga morfem. Contoh lain, bentuk bugar pada segar bugar, dan bentuk mersik pada kering mersik.
6.         Bentuk yang muncul berulang-ulang pada satuan yang lebih besar apabila memiliki makna yang sama adalah juga merupakan morfem yang sama. Misalnya bentuk baca pada kata-kata berikut adalah sebuah morfem yang sama.
a.         membaca
b.        pembaca
c.         pembacaan
d.        bacaan
e.         terbaca
f.         keterbacaan
7.         Bentuk yang muncul berulang-ulang pada satuan bahasa yang lebih besar (klausa, kalimat) apabila maknanya berbeda secara polisemi adalah juga merupakan morfem yang sama. Umpamanya kata kepala pada kalimat-kalimat berikut memiliki makna yang berbeda secara polisemi, tetapi tetap merupakan morfem yang sama.
a.         Ibunya menjadi kepala sekolah di sana.
b.        Nomor teleponnya terletak pada kepala surat itu.
c.         Kepala jarum itu terbuat dari plastik.
d.        Setiap kepala mendapat bantuan sepuluh ribu rupiah.
e.         Tubuhnya memang besar tetapi sayang kepalanya kosong.
Sedangkan menurut Ramlan (1985) morfem dapat ditentukan berdasarkan enam prinsip yaitu sebagai berikut:
1.         Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologis dan arti (leksikal) atau makna gramatikal) yang sama merupakan satu morfem, misalnya, satuan lihat dalam dilihat, melihat, penglihatan. Dengan demikian lihat merupakan morfem.
2.         Satuan-stauan yang mempunyai struktur fonologis berbeda merupakan satu morfem apabila satuan-satuan itu mempunyai arti/makna yang sama, dan perbedaan satuan fonologisnya dapat dijelaskan secra fonologis. Sebagai contoh, mem-, men-, dan meng- dalam kata membawa, mendukung, menggali memiliki arti yang sama dan struktur fonologisnya dapat dijelaskan secara fonologis. Yaitu, satuan-satuan itu muncul karena mengikuti konsonan /b/, /d/, dan /g/.
3.         Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologis berbeda, sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologis, masih dapat dianggap satu morfem apabila mempunyai arti/makna yang sama dan mempunyai distribusi komplementer (dapat diterapkan secara silih berganti). Misalnya, bel- dalam kata belajar merupakan satu morfem dengan satuan ber- dalam berkebun atau be- dalam bekerja, sebab mempunyai makna yang sama dan dapat diterapkan secara silih berganti.
4.         Apabila dalam dereten struktur suatu satuan berparalel dengan suatu kekosongan, kekosongan itu merupakan morfem. Sebagai contoh, dalam kalimat Dia makan kacang, kata makan dipakai tanpa menggunakan me-. Morfem yang tidak ada dalam struktur disebut morfem zero.
5.         Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologis mungkin merupakan satu morfem, mungkin pula merupakan morfem yang berbeda. Dikatakan morfem yang sama jika maknanya berhubungan walaupun letaknya dalam kalimat tidak sama, misalnya kata duduk dalam kalimat Ia sedang duduk dan duduk orang itu sangat sopan. Dikatakan morfem berbeda apabila artinya berbeda, misalnya kata buku berarti ‘kitab’ dan buku berarti “sendi’ atau kata mulut dalam kalimat Mulut gua itu lebar dan Mulut orang itu lebar.
6.         Setiap satuan yang dapat dipisahkan merupakan morfem, misalnya, di samping kata bersandar yang memiliki satuan ber- dan sandar terdapat kata sandaran yang memiliki satuan sandar dan –an. Oleh karena itu, ber-, sandar, dan –an merupakan morfem yang berbeda.

C.      Morf dan Alomorf
1.         Morf
Morf adalah anggota morfem yang belum ditentukan distribusinya. Misalnya/i/ pada kata kenai adalah morf; morf adalah wujud kongkret atau wujud fonemis dari morfem, misalnya men- adalah wujud konkret dari meN- yang bersifat abstrak (Kridalaksana, 1993: 141).
2.         Alomorf
Alomorf adalah anggota morfem yang telah ditentukan posisinya. Misalnya, /ber/, /be/, dan /bel/ adalah alomorf dari ber-, seperti pada kata bernyanyi, bekerja, dan belajar; meN- mempunyai alomorf meng-, men-, me, mem-, meny-, dan menge-, seperti pada kata-kata mengajak, menulis, melukis, membawa, menyapa, dan mengecat.
Morfem sebenarnya merupakan barang abstrak karena ada dalam konsep. Sedangkan yang konkret, yang ada dalam pertuturan adalah alomorf, yang tidak lain dari realisasi dari morfem itu. Jadi, sebagai realisasi dari morfem itu, alomorf ini bersifat nyata/ada. Umpamanya morfem {kuda} direalisasikan dalam bentuk unsur leksikal kuda, dan morfem {-kan} direalisasikan dalam bentuk sufiks –kan seperti terdapat pada meluruskan atau membacakan.
Pada umumnya sebuah morfem hanya memiliki sebuah alomorf. Namun, ada juga morfem yang direalisasikan dalam beberapa bentuk alomorf. Misalnya, morfem {ber-} memiliki tiga bentuk alomorf, yaitu ber-, dan bel-, seperti terdapat pada bagian berikut.
Morfem
Alomorf
Contoh (pada kata)
ber-
ber-
bertemu, berdoa

be-
beternak, bekerja

bel-
belajar.
Morfem {me-} memiliki enam buah alomorf, seperti tampak pada bagian.
Morfem
Alomorf
Contoh (pada kata)
me-
me-
melihat, merawat

mem-
membaca, membawa

men-
menduga, mendengar

meny-
menyisir, menyusul

meng-
menggali, mengebor

menge-
mengecat, mengetik

Dalam kajian morfologi, morf berarti bentuk yang belum diketahui statusnya, apakah sebagai morfem atau sebagai alomorf. Jadi, sebenarnya wujud fisik morf adalah sama dengan wujud fisik alomorf. Sedangkan morfem merupakan “abstraksi” dari alomorf atau alomorf-alomorf yang ada.


D.      Jenis-Jenis Morfem
Chaer (1994: 151) mengklasifikasikan morfem sebagai berikut ini.
1.         Berdasarkan kebebasannya
Berdasarkan kebebasannya dibedakan menjadi:
a.        Morfem bebas
Morfem bebas yaitu morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam penuturan. Misalnya, bentuk pulang, makan, rumah, bagus, adalah termasuk morfem bebas.
b.        Morfem terikat
Morfem terikat yaitu morfem yang tidak mempunyai potensi untuk berdiri sendiri dan yang selalu terikat dengan morfem lain untuk membentuk ujaran. Misalnya, bentuk juang, henti, gaul, dan semua bentuk afiks. Morfem terikat dalam tatabahasa Indonesia dapat dibagi lagi atas empat macam berdasarkan tempat terikatnya pada sebuah morfem dasar:
1)        Prefiks   (= awalan)    :    per-, me-, ter-, di-, dan lain-lain.
2)        Infiks     (= sisipan)     :    -el-, -er-, -em-.
3)        Sufiks    (= akhiran)    :    -an, -kan, -i.
4)        Konfiks                       :    gabungan    dari   dua   atau  lebih   dari
ketiga macam morfem di atas yang bersama-sama membentuk suatu kesatuan arti.
Morfem terikat dapat dibeda-bedakan lagi menurut fungsinya, ada yang berfungsi untuk membentuk kata kerja, ada yang bertugas untuk membentu kata benda, ada pula yang digunakan untuk membentuk kata sifat. Pembagian yang kompleks adalah pembagian yang didasarkan atas arti yang didukungnya. Tetapi arti yang didukungnya itu pun belum mutlak, masih merupakan suatu kemungkinan: arti yang tepat harus selalu ditinjau dari suatu konteks. Berkenaan dengan morfem terikat ini, dalam bahasa Indonesia ada beberapa hal yang perlu dikemukakan.
1)        Bentuk-bentuk seperti juang, henti, gaul dan baur juga termasuk morfem terikat. Bentuk-bentuk tersebut, meskipun bukan afiks, tidak dapat muncul dalam ujaran tanpa mengalami proses morfologi terlebih dahulu, seperti afiksasi, reduplikasi, dan atau komposisi. Bentuk-bentuk seperti ini lazim disebut prakategorial.
2)        Sehubungan dengan istilah prakategorial di atas, menurut konsep Verhaar (1978) bentuk-bentuk tersebut baru merupakan “pangkal” kata, sehingga baru bisa muncul dalam ujaran. Bentuk-bentuk tersebut dapat muncul tanpa bentuk lain dalam kalimat imperatif. Menurut Verhaar, dalam kalimat imperatif, bentuk-bentuk tersebut harus menggunakan prefiks dan inflektif zero (nol).
3)        Bentuk-bentuk seperti renta (yang hanya muncul dalam tua renta), kerontang (yang hanya muncul dalam kering kerontang), dan bugar (yang hanya muncul dalam segar bugar) juga termasuk morfem terikat. Oleh karena itu, morfem-morfem bisa muncul dalam pasangan tertentu termasuk morfem terikat dan juga morfem unik.
4)        Bentuk-bentuk yang termasuk preposisi dan konjungsi, seperti ke, dan, pada, kalau, dan atau secara morfologis termasuk morfem bebas, tetapi secara sintaksis merupakan bentuk terikat.
5)        Klitika merupakan morfem yang agak sukar ditentukan statusnya; apakah terikat atau bebas. Klitika adalah bentuk-bentuk singkat, yang biasanya hanya berupa satu suku kata, yang secara fonologis tidak mendapat tekanan dan kemunculannya dalam ujaran selalu melekat pada bentuk lain, tetapi dapat dipisahkan. Umpamanya, klitika –lah posisi dalam bentuk kalimat ibulah yang akan datang. Menurut posisinya, klitika biasanya dibedakan atas proklitika dan enklitika. Yang dimaksud dengan proklitika adalah klitika yang berposisi di muka kata yang dilekati, seperti ku dan kau pada konstruksi kubawa dan kauambil. Sedangkan enklitika adalah klitika yang berposisi di belakang kata yang dilekati, seperti -lah, -nya, dan -ku pada konstruksi dialah, duduknya, dan nasibku.
Cara membedakan morfem bebas dan morfem terikat adalah sebagai berikut.
Mem-perbesar
Per-besar
Jika besar dipotong lagi, maka be- dan -sar masing-masing tidak mempunyai makna. Bentuk seperti mem-, per-, dan besar disebut morfem. Morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti besar, dinamakan morfem bebas, sedangkan yang melekat pada bentuk lain, seperti mem- dan per-, dinamakan morfem terikat. Dengan batasan itu, maka sebuah morfem dapat berupa kata (seperti besar di atas), tetapi sebuah kata dapat terdiri atas satu morfem atau lebih. Contohnya memperbesar di atas adalah satu kata yang terdiri atas tiga morfem, yakni dua morfem terikat mem- dan per- serta satu morfem bebas besar. Sebaliknya, berikut besar itu sendiri adalah satu morfem yang kebetulan juga satu kata. Berikut ini beberapa contoh lain beserta keterangannya.
Membawa                 morfem bebas    :    bawa
morfem terikat  :    mem-
Mendapar                morfem bebas    :    dapat
morfem terikat  :    men-
Pembuatan               morfem bebas    :    buat
morfem terikat  :    pem-an
2.         Berdasarkan keutuhaannya
Berdasarkan keutuhaannya morfem dibedakan menjadi:
a.        Morfem utuh
Morfem utuh yaitu morfem yang merupakan satu kesatuan yang utuh, satu di awal dan satu di belakang. Pada kata Indonesia kesatuan terdapat satu morfem utuh yaitu {satu}, {meja}, {kursi}, {rumah},{henti}, {juang}, dan sebagainya.
b.        Morfem terbagi
Morfem terbagi yaitu morfem yang merupakan dua bagian yang terpisah atau terbagi. Misalnya, pada kata satuan (satu) merupakan morfem utuh dan (ke-/-an) adalah morfem terbagi. Semua afiks dalam bahasa Indonesia termasuk morfem terbagi. Sehubungan dengan morfem terbagi ini, untuk bahasa Indonesia, ada catatan yang perlu diperhatikan, yaitu:
1)        Semua afiks yang disebut konfiks seperti {ke-/-an}, {ber-/-an}, {per-/-an}, dan {pe-/-an} termasuk morfem terbagi. Namun, bentuk {ber-/-an} bisa merupakan konfiks, seperti pada bermunculan ‘banyak yang tiba-tiba muncul’, dan bersalaman ‘saling menyalami’, tetapi bisa juga bukan konfiks, seperti pada beraturan ‘mempunyai aturan’ dan berpakaian ‘mengenakan pakaian’. Untuk menentukan apakah bentuk {ber-/-an} konfiks atau bukan konfiks, harus diperhatikan makna gramatikal yang disandangnya.
2)        Dalam bahasa Indonesia ada afiks yang disebut infiks yang disisipkan ditengah morfem dasar. Misalnya, afiks {-er-} pada kata kerelip, infiks {-el-} pada kata pelatuk, dan infiks {-em-} pada kata gemilang. Dengan demikian infiks tersebut telah mengubah morfem terbagi {ke-lip}, morfem utuh {gembung} menjadi morfem terbagi {g-embung}, dan mengubah morfem utuh {getar} menjadi morfem terbagi {g-etar}.
3.         Berdasarkan unsur pembentuknya
Berdasarkan unsur pembentuknya dibedakan menjadi:
a.        Morfem segmental
Morfem segmental yaitu morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental, seperti morfem {lari}, {kah}, {kali}, dan {ter}, (lihat), (lah) dan semua morfem yang berwujud bunyi. Jadi, semua morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental.
b.        Morfem suprasegmental
Morfem suprasegmental yaitu morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur suprasegmental, seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya. Contohnya, seperti dalam bahasa Cina, Burma, dan Tha. Contoh lain, dalam bahasa Babah misalnya ada kata botar(tekanan pada suku pertama) artinya “putih”. Di samping itu juga bentuk botar(tekanan pada suku kedua) artinya “darah”. Di sini unsur kedua bentuk itu sama yaitu b,o,t,a,r sedangkan unsur suprasegmentalnya adalah tekanan.
4.    Berdasarkan maknanya
Berdasarkan maknanya, morfem dibedakan menjadi:
a.        Morfem bermakna leksikal
Morfem bermakna leksikal yaitu morfem-morfem yang secara inheren telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses dengan morfem lain. Misalnya, morfem-morfem seperti (kuda), (pergi), (lari), dan sebagainya adalah morfem bermakna leksikal. Morfem-morfem seperti itu sudah dapat digunakan secara bebas dan mempunyai kedudukan yang otonom dalam pertuturan.
b.        Morfem tak bermakna leksikal
Morfem tak bermakna leksikal yaitu morfem-morfem yang tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri sebelum bergabung dengan morfem lainnya dalam proses morfologis. Jadi morfem ini baru mempunyai makna dalam gabungannya dengan bentuk lain dalam ujaran. Misalnya, morfem-morfem afiks {ber-}, {me-}, {ter-}, {tetapi}, {kalau}, {ke} dan sebagainya.



BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Morfem adalah satuan bahasa atau gramatik terkecil yang bermakna yang dapat berupa imbuhan atau kata. Satuan-satuan rumah, sepeda, jalan, ber-, me-, di-, maha, juang, lah, dan sebagainya masing-masing merupakan satu morfem. Satuan bersepeda, terdiri dari dua morfem, ialah morfem ber- dan morfem sepeda; satuan bersepeda ke luar kota terdiri dari lima morfem, ialah ber-, sepeda, ke, luar, dan kota.  Jadi yang dimaksud dengan satuan gramatik yang paling kecil ialah satuan gramatik yang tidak mempunyai satuan lain sebagai unsurnya.
Hal-hal berikut dapat dipedomani untuk menentukan morfem dan bukan morfem itu diantaranya:
1.         Dua bentuk yang sama atau lebih memiliki makna yang sama merupakan sebuah morfem.
2.         Dua bentuk yang sama atau lebih bila memiliki makna yang berbeda merupakan dua morfem yang berbeda.
3.         Dua buah bentuk yang berbeda, tetapi memiliki makna yang sama, merupakan dua morfem yang berbeda.
4.         Bentuk-bentuk yang mirip (berbeda sedikit) tetapi maknannya sama adalah sebuah morfem yang sama, asal perbedaan bentuk itu dapat dijelaskan secara fonologis.
5.         Bentuk yang hanya muncul dengan pasangan satu-satunya adalah juga sebuah morfem.
6.         Bentuk yang muncul berulang-ulang pada satuan yang lebih besar apabila memiliki makna yang sama adalah juga merupakan morfem yang sama.
7.         Bentuk yang muncul berulang-ulang pada satuan bahasa yang lebih besar (klausa, kalimat) apabila maknanya berbeda secara polisemi adalah juga merupakan morfem yang sama.
Morf adalah anggota morfem yang belum ditentukan distribusinya. Misalnya/i/ pada kata kenai adalah morf; morf adalah wujud kongkret atau wujud fonemis dari morfem, misalnya men- adalah wujud konkret dari meN- yang bersifat abstrak. Alomorf adalah anggota morfem yang telah ditentukan posisinya. Misalnya, /ber/, /be/, dan /bel/ adalah alomorf dari ber-, seperti pada kata bernyanyi, bekerja, dan belajar; meN- mempunyai alomorf meng-, men-, me, mem-, meny-, dan menge-, seperti pada kata-kata mengajak, menulis, melukis, membawa, menyapa, dan mengecat.
Chaer (1994: 151) mengklasifikasikan morfem sebagai berikut ini.
1.         Berdasarkan kebebasannya dibedakan menjadi morfem bebas dan morfem terikat.
2.         Berdasarkan keutuhaannya morfem dibedakan menjadi morfem utuh dan morfem terbagi.
3.         Berdasarkan unsur pembentuknya dibedakan menjadi morfem segmental dan morfem suprasegmental.
4.         Berdasarkan maknanya, morfem dibedakan menjadi morfem bermakna leksikal dan morfem tak bermakna leksikal.

B.      Saran
Sebaiknya untuk para mahasiswa, sebuah materi yang esensial diperlukan pemahaman khusus tentang susunan bagian-bagian kata, jadi diharapkan keseriusannya dalam materi ini dan rajin melatih diri untuk mempelajari morfologi agar dapat memahaminya. Seorang mahasiswa mampu berbicara dengan baik dikerenakan pendidik  yang baik. Selain itu sebagai calon pendidik, harus selalu menggali potensi yang ada pada diri kita. Cara menggali potensi dapat dilakukan salah satunya dengan cara mempelajari makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat untuk kita ke depannya. Amin.



DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, H.P,. dan Alek Abdullah. 2015. Linguistik Umum. Jakarta: Erlangga.
Chaer, Abdul. 2015. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah.
Supriadi. 1992. Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.







No comments:

Post a Comment