KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Salawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada nabi kita
Muhammad SAW.
Penyusunan makalah ini ditujukan untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Kebahasaan (Folonologi dan Morfologi). Di dalam
makalah ini membahas tentang “Konsep Dasar Morfem” yang menguraikan mengenaipengertian
morfem, identifkasi morfem, morf dan alomorf , dan jenis morfem.
Terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Nur
Fitri Mardhotillah, M.Pd selaku Dosen Pengampu mata kuliahKebahasaan
(Folonologi dan Morfologi),
2. Teman-teman
kelas SD13-A2 yang telah memberikan kontribusi baik langsung maupun tidak
langsung dalam pembuatan makalah ini,
3. Kedua
orang tua dan segenap keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan
maupun do’a sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Penyusun makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran
dari pembaca sangat kami harapkan supaya kami bisa lebih baik lagi untuk
kedepannya. Semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi
kita semua.
Cirebon, Desember 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR
ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
....................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan
.................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Morfem .............................................................................. 3
B. Identifkasi
Morfem............................................................................... 4
C. Morf
Dan Alomorf............................................................................... 7
D. Jenis
Morfem ....................................................................................... 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
.......................................................................................... 14
B. Saran
..................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
..................................................................................... 16
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Bahasa sangat penting dalam komunikasi
baik tertulis maupun tak tertulis. Sehingga penggunaannya harus berdasarkan
pada kebahasaan dan perbendaharaan kata yang kaya dan lengkap. Begitu juga
dengan bahasa Indonesia yang merupakan milik bangsa Indonesia merupakan alat
komunikasi yang efektif dan efisien
dalam pemersatu bangsa ini.
Tata bahasa harus berlangsung sesuai
dengan kelaziman penggunaanya sehingga dapat diterima oleh semua penggunaannya
yaitu tata bahasa yang baku. Tata bahasa baku merupakan bahasa yang menjadi
kelancaran dalam penggunaannya dan tidak bersifat mengekang bagi bahasa yang
bersangkutan. Bahasa mempunyai struktur dan bentuk yang menyusun sebuah kata.
Oleh karena itu ilmu morfologi bahasa yang mempelajari tentang struktur dan
bentuk kata sangat penting dipelajari oleh bangsa ini baik dari jenjang bawah
sampai jenjang atas. Selain itu, perubahan bentuk dan makna (arti) yang muncul
serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga
menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara struktural
objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata
pada tingkat tertinggi.
Proses morfologis merupakan
pembentukan kata dengan jalan
menghubungkan morfem yang satu dengan morfem lainnya, baik itu morfem
bebas dengan morfem bebas maupun morfem bebas dengan morfem terikat.
Salah satu jenis proses morfologis adalah afiksasi atau pembubuhan afiks.
Afiksasi adalah proses morfologis dengan cara memberikan imbuhan baik
berupa awalan, sisipan, atau akhiran pada morfem lain. Prefiks merupakan
imbuhan yang melekat di depan kata dasar (morfem bebas) yang umumnya
disebut dengan awalan. Macam-macam prefiks yaitu: meN-, di-, ber-, ter-,
per-, se-, pe-, ke-, para, pra, dan sebagainya. Prefiks-prefiks tersebut akan
memiliki fungsi dan makna yang jelas jika sudah melekat pada kata dasar.
menghubungkan morfem yang satu dengan morfem lainnya, baik itu morfem
bebas dengan morfem bebas maupun morfem bebas dengan morfem terikat.
Salah satu jenis proses morfologis adalah afiksasi atau pembubuhan afiks.
Afiksasi adalah proses morfologis dengan cara memberikan imbuhan baik
berupa awalan, sisipan, atau akhiran pada morfem lain. Prefiks merupakan
imbuhan yang melekat di depan kata dasar (morfem bebas) yang umumnya
disebut dengan awalan. Macam-macam prefiks yaitu: meN-, di-, ber-, ter-,
per-, se-, pe-, ke-, para, pra, dan sebagainya. Prefiks-prefiks tersebut akan
memiliki fungsi dan makna yang jelas jika sudah melekat pada kata dasar.
Berdasarkan pemaparan latar belakang di
atas, maka makalah ini membahas mengenai “Konsep Dasar Morfem” yang meliputi
pengertian morfem, identifkasi morfem, morf dan alomorf , dan jenis morfem.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang
telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1.
Apa yang dimaksud dengan morfem?
2.
Bagaimana identifikasi morfem?
3.
Apa itu morf dan alomorf?
4.
Apa saja jenis-jenis morfem?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas,
maka tujuannya adalah untuk :
1.
Mengetahui pengertian morfem.
2.
Mengetahui identifikasi morfem.
3.
Mengetahuimorf dan alomorf.
4.
Mengetahui jenis-jenis morfem.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Morfem
Morfologi mengenal unsur dasar atau satuan terkecil dalam wilayah
pengamatannya dan morfem merupakan satuan yang paling
kecil yang dapat dipelajari oleh morfologi. Wujud morfem dapat berupa imbuhan,
klitika, partikel dan kata dasar (misalnya -an,
-lah, -kah). Sebagai kesatuan pembeda makna, semua contoh wujud morfem
tersebut merupakan bentuk terkecil dalam arti tidak dapat lagi dibagi menjadi
kesatuan bentuk yang lebih kecil.
Untuk
membuktikan morfem sebagai pembeda makna dapat kita lakukan dengan menghubungkan
morfem itu dengan kata mempunyai makna/arti leksikal. Jika penghubungan itu
menghasilkan makna baru, berarti unsur yang digabungkan dengan kata dasar itu
adalah morfem.
Contoh :
morfem -an, -di, me-, ter-, -lah jika digabungkan dengan kata
makan, dapat membentuk kata-kata baru; makan, dimakan, memakan, termakan,
makanlah, kata-kata itu mempunyai makna baru dan berbeda dengan kata makan.
Jika
ditinjau dari segi bentuknya, kata dasar tergolong sebagai morfem karena
wujudnya hanya sebagai satu morfem. Kata dasar bawa, rumah, main, tidak dapat
diurai lagi menjadi bentuk yang lebih kecil. Sebaliknya, kata terbawa,
dirumahkan, dipermainkan, adalah kata-kata kompleks yang dapat diuraikan lagi
karena morfemnya lebih dari satu.
Berikut ini adalah pengertian morfem
menurut para ahli:
1.
Morfem ialah satuan bentuk terkecil yang
mempunyai arti (Alwasilah, 1983: 10).
2.
Morfem ialah kesatuan gramatik yang
terkecil yang mengandung arti, yang tidak mempunyai kesamaan baik dalam bentuk
maupun dalam arti dengan bentuk-bentuk yang lain (Sitindoan, 1984 : 64).
3.
Morfem adalah satuan gramatikal terkecil
yang mempunyai makna (Chaer, 1994: 146).
4.
Morfem adalah satuan bahasa terkecil
yang maknanya secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna
yang lebih kecil; misalnya (ter-), (di-), (pensil), dan sebagainya.
(Kridalaksana, 1993: 141).
5.
Morfem adalah kesatuan yang ikut serta
dalam pembentukan kata dan yang dapat dibedakan artinya (Keraf, 1984: 52).
Berdasarkan
beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa morfem tidak lain adalah
satuan bahasa atau gramatik terkecil yang bermakna yang dapat berupa imbuhan
atau kata. Satuan-satuan rumah, sepeda,
jalan, ber-, me-, di-, maha, juang, lah, dan sebagainya masing-masing
merupakan satu morfem. Satuan bersepeda,
terdiri dari dua morfem, ialah morfem ber-
dan morfem sepeda; satuan bersepeda ke luar kota terdiri dari lima
morfem, ialah ber-, sepeda, ke, luar,
dan kota. Jadi yang dimaksud dengan satuan gramatik
yang paling kecil ialah satuan gramatik yang tidak mempunyai satuan lain
sebagai unsurnya.
B. Identifikasi Morfem
Bahasa merupakan komposit antara bentuk dan makna. Oleh karena itu, untuk
menetapkan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan didasarkan pada kriteria
bentuk dan makna itu. Hal-hal berikut dapat dipedomani untuk menentukan morfem
dan bukan morfem itu diantaranya:
1.
Dua bentuk yang sama atau lebih memiliki makna yang
sama merupakan sebuah morfem. Umpamanya kata bulan pada ketiga kalimat berikut adalah sebuah morfem yang sama.
a.
Bulan depan dia akan menikah.
b.
Sudah tiga bulan
dia belum bayar uang SPP.
c.
Bulan November lamanya 30 hari
2.
Dua bentuk yang sama atau lebih bila memiliki makna
yang berbeda merupakan dua morfem yang berbeda. Misalnya kata bunga pada kedua kalimat berikut adalah
dua buah morfem yang berbeda.
a.
Bank Indonesia memberi bunga 5 persen per tahun.
b.
Dia datang membawa seikat bunga.
3.
Dua buah bentuk yang berbeda, tetapi memiliki makna
yang sama, merupakan dua morfem yang berbeda. Umpamanya, kata Ayah dan kata Bapak pada kedua kalimat berikut adalah dua morfem yang berbeda.
a.
Ayah pergi ke Medan.
b.
Bapak baru pulang dari Medan.
4.
Bentuk-bentuk yang mirip (berbeda sedikit) tetapi
maknannya sama adalah sebuah morfem yang sama, asal perbedaan bentuk itu dapat
dijelaskan secara fonologis. Umpamanya, bentuk-bentuk me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan menge- pada kata-kata berikut adalah sebuah morfem yang sama.
a.
melihat
b.
membina
c.
mendengar
d.
menyusul
e.
mengambil
f.
mengecat
5.
Bentuk yang hanya muncul dengan pasangan
satu-satunya adalah juga sebuah morfem. Umpamanya bentuk renta pada konstruksi tua
renta, dan bentuk kuyup pada
konstruksi basah kuyup adalah juga
morfem. Contoh lain, bentuk bugar pada
segar bugar, dan bentuk mersik pada kering mersik.
6.
Bentuk yang muncul berulang-ulang pada satuan yang
lebih besar apabila memiliki makna yang sama adalah juga merupakan morfem yang
sama. Misalnya bentuk baca pada kata-kata berikut adalah sebuah morfem yang
sama.
a.
membaca
b.
pembaca
c.
pembacaan
d.
bacaan
e.
terbaca
f.
keterbacaan
7.
Bentuk yang muncul berulang-ulang pada
satuan bahasa yang lebih besar (klausa, kalimat) apabila maknanya berbeda
secara polisemi adalah juga merupakan morfem yang sama. Umpamanya kata kepala pada kalimat-kalimat berikut
memiliki makna yang berbeda secara polisemi, tetapi tetap merupakan morfem yang
sama.
a.
Ibunya menjadi kepala sekolah di sana.
b.
Nomor teleponnya terletak pada kepala surat itu.
c.
Kepala
jarum itu terbuat dari plastik.
d.
Setiap kepala mendapat bantuan sepuluh ribu rupiah.
e.
Tubuhnya memang besar tetapi sayang kepalanya kosong.
Sedangkan
menurut Ramlan (1985) morfem dapat ditentukan berdasarkan enam prinsip yaitu
sebagai berikut:
1.
Satuan-satuan yang mempunyai struktur
fonologis dan arti (leksikal) atau makna gramatikal) yang sama merupakan satu
morfem, misalnya, satuan lihat dalam dilihat, melihat, penglihatan.
Dengan demikian lihat merupakan morfem.
2.
Satuan-stauan yang mempunyai struktur
fonologis berbeda merupakan satu morfem apabila satuan-satuan itu mempunyai
arti/makna yang sama, dan perbedaan satuan fonologisnya dapat dijelaskan secra
fonologis. Sebagai contoh, mem-, men-, dan meng- dalam kata membawa,
mendukung, menggali memiliki arti yang sama dan struktur fonologisnya dapat
dijelaskan secara fonologis. Yaitu,
satuan-satuan itu muncul karena mengikuti konsonan /b/, /d/, dan /g/.
3.
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologis
berbeda, sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologis, masih
dapat dianggap satu morfem apabila mempunyai arti/makna yang sama dan mempunyai
distribusi komplementer (dapat diterapkan secara silih berganti). Misalnya,
bel- dalam kata belajar merupakan satu morfem dengan satuan ber- dalam berkebun
atau be- dalam bekerja, sebab mempunyai makna yang sama dan dapat
diterapkan secara silih berganti.
4.
Apabila
dalam dereten struktur suatu satuan berparalel dengan suatu kekosongan,
kekosongan itu merupakan morfem. Sebagai contoh, dalam kalimat Dia makan
kacang, kata makan dipakai tanpa menggunakan me-. Morfem yang tidak
ada dalam struktur disebut morfem zero.
5.
Satuan-satuan
yang mempunyai struktur fonologis mungkin merupakan satu morfem, mungkin pula
merupakan morfem yang berbeda. Dikatakan morfem yang sama jika maknanya
berhubungan walaupun letaknya dalam kalimat tidak sama, misalnya kata duduk dalam
kalimat Ia sedang duduk dan duduk orang itu sangat sopan.
Dikatakan morfem berbeda apabila artinya berbeda, misalnya kata buku
berarti ‘kitab’ dan buku berarti “sendi’ atau kata mulut dalam
kalimat Mulut gua itu lebar dan Mulut orang itu lebar.
6.
Setiap
satuan yang dapat dipisahkan merupakan morfem, misalnya, di samping kata bersandar
yang memiliki satuan ber- dan sandar terdapat kata sandaran yang
memiliki satuan sandar dan –an. Oleh karena itu, ber-, sandar, dan –an
merupakan morfem yang berbeda.
C. Morf dan Alomorf
1.
Morf
Morf adalah anggota
morfem yang belum ditentukan distribusinya. Misalnya/i/ pada kata kenai
adalah morf; morf adalah wujud kongkret atau wujud fonemis dari morfem,
misalnya men- adalah wujud konkret dari meN- yang bersifat abstrak
(Kridalaksana, 1993: 141).
2.
Alomorf
Alomorf adalah
anggota morfem yang telah ditentukan posisinya. Misalnya, /ber/, /be/, dan
/bel/ adalah alomorf dari ber-, seperti pada kata bernyanyi, bekerja,
dan belajar; meN- mempunyai alomorf meng-, men-, me, mem-, meny-, dan
menge-, seperti pada kata-kata mengajak, menulis, melukis, membawa, menyapa,
dan mengecat.
Morfem sebenarnya merupakan barang
abstrak karena ada dalam konsep. Sedangkan yang konkret, yang ada dalam
pertuturan adalah alomorf, yang tidak lain dari realisasi dari morfem itu.
Jadi, sebagai realisasi dari morfem itu, alomorf ini bersifat nyata/ada.
Umpamanya morfem {kuda} direalisasikan dalam bentuk unsur leksikal kuda, dan morfem {-kan} direalisasikan
dalam bentuk sufiks –kan seperti
terdapat pada meluruskan atau membacakan.
Pada umumnya sebuah morfem hanya
memiliki sebuah alomorf. Namun, ada juga morfem yang direalisasikan dalam
beberapa bentuk alomorf. Misalnya, morfem {ber-} memiliki tiga bentuk alomorf,
yaitu ber-, dan bel-, seperti terdapat pada bagian berikut.
Morfem
|
Alomorf
|
Contoh (pada kata)
|
ber-
|
ber-
|
bertemu,
berdoa
|
|
be-
|
beternak,
bekerja
|
|
bel-
|
belajar.
|
Morfem {me-} memiliki enam buah
alomorf, seperti tampak pada bagian.
Morfem
|
Alomorf
|
Contoh (pada kata)
|
me-
|
me-
|
melihat,
merawat
|
|
mem-
|
membaca,
membawa
|
|
men-
|
menduga,
mendengar
|
|
meny-
|
menyisir,
menyusul
|
|
meng-
|
menggali,
mengebor
|
|
menge-
|
mengecat,
mengetik
|
Dalam kajian morfologi, morf
berarti bentuk yang belum diketahui statusnya, apakah sebagai morfem atau
sebagai alomorf. Jadi, sebenarnya wujud fisik morf adalah sama dengan wujud
fisik alomorf. Sedangkan morfem merupakan “abstraksi” dari alomorf atau
alomorf-alomorf yang ada.
D. Jenis-Jenis Morfem
Chaer (1994: 151)
mengklasifikasikan morfem sebagai berikut ini.
1.
Berdasarkan kebebasannya
Berdasarkan kebebasannya dibedakan menjadi:
a.
Morfem bebas
Morfem bebas yaitu
morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam penuturan. Misalnya,
bentuk pulang, makan, rumah, bagus, adalah termasuk morfem bebas.
b.
Morfem terikat
Morfem terikat
yaitu morfem yang tidak mempunyai potensi untuk berdiri sendiri dan yang selalu
terikat dengan morfem lain untuk membentuk ujaran. Misalnya,
bentuk juang, henti, gaul, dan semua bentuk afiks. Morfem terikat dalam
tatabahasa Indonesia dapat dibagi lagi atas empat macam berdasarkan tempat
terikatnya pada sebuah morfem dasar:
1)
Prefiks (=
awalan) : per-, me-, ter-, di-, dan lain-lain.
2)
Infiks (=
sisipan) : -el-, -er-, -em-.
3)
Sufiks (=
akhiran) : -an, -kan, -i.
4)
Konfiks : gabungan
dari dua atau
lebih dari
ketiga macam morfem di atas yang
bersama-sama membentuk suatu kesatuan arti.
Morfem terikat dapat dibeda-bedakan
lagi menurut fungsinya, ada yang berfungsi untuk membentuk kata kerja, ada yang
bertugas untuk membentu kata benda, ada pula yang digunakan untuk membentuk
kata sifat. Pembagian yang kompleks adalah pembagian yang didasarkan atas arti
yang didukungnya. Tetapi arti yang didukungnya itu pun belum mutlak, masih
merupakan suatu kemungkinan: arti yang tepat harus selalu ditinjau dari suatu
konteks. Berkenaan dengan morfem terikat ini, dalam bahasa Indonesia ada
beberapa hal yang perlu dikemukakan.
1)
Bentuk-bentuk seperti juang, henti, gaul dan baur juga termasuk morfem terikat.
Bentuk-bentuk tersebut, meskipun bukan afiks, tidak dapat muncul dalam ujaran
tanpa mengalami proses morfologi terlebih dahulu, seperti afiksasi, reduplikasi,
dan atau komposisi. Bentuk-bentuk seperti ini lazim disebut prakategorial.
2)
Sehubungan dengan istilah prakategorial
di atas, menurut konsep Verhaar (1978) bentuk-bentuk tersebut baru merupakan
“pangkal” kata, sehingga baru bisa muncul dalam ujaran. Bentuk-bentuk tersebut
dapat muncul tanpa bentuk lain dalam kalimat imperatif. Menurut Verhaar, dalam
kalimat imperatif, bentuk-bentuk tersebut harus menggunakan prefiks dan
inflektif zero (nol).
3)
Bentuk-bentuk seperti renta (yang hanya muncul dalam tua renta), kerontang (yang hanya muncul
dalam kering kerontang), dan bugar
(yang hanya muncul dalam segar bugar)
juga termasuk morfem terikat. Oleh karena itu, morfem-morfem bisa muncul dalam
pasangan tertentu termasuk morfem terikat dan juga morfem unik.
4)
Bentuk-bentuk yang termasuk preposisi
dan konjungsi, seperti ke, dan, pada,
kalau, dan atau secara morfologis
termasuk morfem bebas, tetapi secara sintaksis merupakan bentuk terikat.
5)
Klitika merupakan morfem yang agak sukar
ditentukan statusnya; apakah terikat atau bebas. Klitika adalah bentuk-bentuk
singkat, yang biasanya hanya berupa satu suku kata, yang secara fonologis tidak
mendapat tekanan dan kemunculannya dalam ujaran selalu melekat pada bentuk
lain, tetapi dapat dipisahkan. Umpamanya, klitika –lah posisi dalam bentuk kalimat ibulah yang akan datang. Menurut posisinya, klitika biasanya
dibedakan atas proklitika dan enklitika. Yang dimaksud dengan proklitika adalah
klitika yang berposisi di muka kata yang dilekati, seperti ku dan kau pada
konstruksi kubawa dan kauambil. Sedangkan enklitika adalah
klitika yang berposisi di belakang kata yang dilekati, seperti -lah, -nya, dan
-ku pada konstruksi dialah, duduknya, dan
nasibku.
Cara
membedakan morfem bebas dan morfem terikat adalah sebagai berikut.
Mem-perbesar
Per-besar
Jika besar dipotong lagi, maka be- dan -sar masing-masing tidak mempunyai makna. Bentuk seperti mem-, per-, dan besar disebut morfem. Morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti besar, dinamakan morfem bebas, sedangkan
yang melekat pada bentuk lain, seperti mem-
dan per-, dinamakan morfem terikat.
Dengan batasan itu, maka sebuah morfem dapat berupa kata (seperti besar di atas), tetapi sebuah kata dapat
terdiri atas satu morfem atau lebih. Contohnya memperbesar di atas adalah satu kata yang terdiri atas tiga morfem,
yakni dua morfem terikat mem- dan per- serta satu morfem bebas besar. Sebaliknya, berikut besar itu sendiri adalah satu morfem
yang kebetulan juga satu kata. Berikut ini beberapa contoh lain beserta
keterangannya.
morfem terikat : mem-
morfem
terikat : men-
morfem
terikat : pem-an
2.
Berdasarkan
keutuhaannya
Berdasarkan keutuhaannya morfem dibedakan menjadi:
a.
Morfem
utuh
Morfem utuh yaitu morfem yang merupakan satu
kesatuan yang utuh, satu di awal dan satu di belakang. Pada kata Indonesia kesatuan terdapat satu morfem utuh yaitu
{satu}, {meja}, {kursi}, {rumah},{henti},
{juang}, dan sebagainya.
b.
Morfem
terbagi
Morfem terbagi yaitu morfem yang merupakan dua
bagian yang terpisah atau terbagi. Misalnya, pada kata satuan (satu)
merupakan morfem utuh dan (ke-/-an) adalah morfem terbagi. Semua afiks dalam
bahasa Indonesia termasuk morfem terbagi. Sehubungan dengan morfem terbagi ini,
untuk bahasa Indonesia, ada catatan yang perlu diperhatikan, yaitu:
1)
Semua afiks yang disebut konfiks seperti
{ke-/-an}, {ber-/-an}, {per-/-an}, dan {pe-/-an} termasuk morfem terbagi.
Namun, bentuk {ber-/-an} bisa merupakan konfiks, seperti pada bermunculan ‘banyak yang tiba-tiba
muncul’, dan bersalaman ‘saling menyalami’, tetapi bisa juga bukan konfiks,
seperti pada beraturan ‘mempunyai
aturan’ dan berpakaian ‘mengenakan
pakaian’. Untuk menentukan apakah bentuk {ber-/-an} konfiks atau bukan konfiks,
harus diperhatikan makna gramatikal yang disandangnya.
2)
Dalam bahasa Indonesia ada afiks yang
disebut infiks yang disisipkan ditengah morfem dasar. Misalnya, afiks {-er-}
pada kata kerelip, infiks {-el-} pada
kata pelatuk, dan infiks {-em-} pada kata gemilang.
Dengan demikian infiks tersebut telah mengubah morfem terbagi {ke-lip}, morfem
utuh {gembung} menjadi morfem terbagi {g-embung}, dan mengubah morfem utuh
{getar} menjadi morfem terbagi {g-etar}.
3.
Berdasarkan
unsur pembentuknya
Berdasarkan unsur pembentuknya dibedakan menjadi:
a.
Morfem
segmental
Morfem segmental yaitu morfem yang dibentuk oleh
fonem-fonem segmental, seperti morfem {lari}, {kah}, {kali}, dan {ter}, (lihat),
(lah) dan semua morfem yang berwujud bunyi. Jadi, semua morfem yang berwujud
bunyi adalah morfem segmental.
b.
Morfem
suprasegmental
Morfem suprasegmental yaitu morfem yang dibentuk
oleh unsur-unsur suprasegmental, seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya.
Contohnya, seperti dalam bahasa Cina, Burma, dan Tha. Contoh lain, dalam bahasa
Babah misalnya ada kata botar(tekanan
pada suku pertama) artinya “putih”. Di samping itu juga bentuk botar(tekanan pada suku kedua) artinya
“darah”. Di sini unsur kedua bentuk itu sama yaitu b,o,t,a,r sedangkan unsur
suprasegmentalnya adalah tekanan.
4.
Berdasarkan maknanya
Berdasarkan
maknanya, morfem dibedakan menjadi:
a.
Morfem bermakna leksikal
Morfem bermakna
leksikal yaitu morfem-morfem yang secara inheren telah memiliki makna pada
dirinya sendiri, tanpa perlu berproses dengan morfem lain. Misalnya,
morfem-morfem seperti (kuda), (pergi), (lari), dan sebagainya adalah morfem
bermakna leksikal. Morfem-morfem seperti itu sudah dapat digunakan secara bebas
dan mempunyai kedudukan yang otonom dalam pertuturan.
b.
Morfem
tak bermakna leksikal
Morfem tak bermakna
leksikal yaitu morfem-morfem yang tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya
sendiri sebelum bergabung dengan morfem lainnya dalam proses morfologis. Jadi
morfem ini baru mempunyai makna dalam gabungannya dengan bentuk lain dalam
ujaran. Misalnya,
morfem-morfem afiks {ber-}, {me-}, {ter-}, {tetapi}, {kalau}, {ke} dan
sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Morfem adalah satuan bahasa atau
gramatik terkecil yang bermakna yang dapat berupa imbuhan atau kata.
Satuan-satuan rumah, sepeda, jalan, ber-,
me-, di-, maha, juang, lah, dan sebagainya masing-masing merupakan satu
morfem. Satuan bersepeda, terdiri
dari dua morfem, ialah morfem ber-
dan morfem sepeda; satuan bersepeda ke luar kota terdiri dari lima
morfem, ialah ber-, sepeda, ke, luar,
dan kota. Jadi yang dimaksud dengan satuan gramatik
yang paling kecil ialah satuan gramatik yang tidak mempunyai satuan lain
sebagai unsurnya.
Hal-hal
berikut dapat dipedomani untuk menentukan morfem dan bukan morfem itu
diantaranya:
1.
Dua bentuk yang sama atau lebih memiliki makna yang
sama merupakan sebuah morfem.
2.
Dua bentuk yang sama atau lebih bila memiliki makna
yang berbeda merupakan dua morfem yang berbeda.
3.
Dua buah bentuk yang berbeda, tetapi memiliki makna
yang sama, merupakan dua morfem yang berbeda.
4.
Bentuk-bentuk yang mirip (berbeda sedikit) tetapi
maknannya sama adalah sebuah morfem yang sama, asal perbedaan bentuk itu dapat
dijelaskan secara fonologis.
5.
Bentuk yang hanya muncul dengan pasangan
satu-satunya adalah juga sebuah morfem.
6.
Bentuk yang muncul berulang-ulang pada satuan yang
lebih besar apabila memiliki makna yang sama adalah juga merupakan morfem yang
sama.
7.
Bentuk yang muncul berulang-ulang pada
satuan bahasa yang lebih besar (klausa, kalimat) apabila maknanya berbeda
secara polisemi adalah juga merupakan morfem yang sama.
Morf adalah
anggota morfem yang belum ditentukan distribusinya. Misalnya/i/ pada kata kenai
adalah morf; morf adalah wujud kongkret atau wujud fonemis dari morfem,
misalnya men- adalah wujud konkret dari meN- yang bersifat abstrak. Alomorf
adalah anggota morfem yang telah ditentukan posisinya. Misalnya, /ber/, /be/,
dan /bel/ adalah alomorf dari ber-, seperti pada kata bernyanyi, bekerja,
dan belajar; meN- mempunyai alomorf meng-, men-, me, mem-, meny-, dan
menge-, seperti pada kata-kata mengajak, menulis, melukis, membawa, menyapa,
dan mengecat.
Chaer (1994: 151) mengklasifikasikan morfem sebagai
berikut ini.
1.
Berdasarkan
kebebasannya dibedakan menjadi morfem bebas dan morfem terikat.
2.
Berdasarkan keutuhaannya morfem
dibedakan menjadi morfem utuh dan morfem terbagi.
3.
Berdasarkan unsur pembentuknya dibedakan
menjadi morfem segmental dan morfem suprasegmental.
4.
Berdasarkan
maknanya, morfem dibedakan menjadi morfem bermakna leksikal dan morfem tak
bermakna leksikal.
B. Saran
Sebaiknya untuk para
mahasiswa, sebuah materi yang esensial diperlukan pemahaman khusus tentang
susunan bagian-bagian kata, jadi diharapkan keseriusannya dalam materi ini dan
rajin melatih diri untuk mempelajari morfologi agar dapat memahaminya. Seorang mahasiswa mampu berbicara dengan baik dikerenakan
pendidik yang baik. Selain
itu sebagai calon pendidik, harus selalu menggali potensi yang ada pada diri
kita. Cara menggali potensi dapat dilakukan salah satunya dengan cara
mempelajari makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat untuk kita
ke depannya. Amin.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad,
H.P,. dan Alek Abdullah. 2015. Linguistik
Umum. Jakarta: Erlangga.
Chaer,
Abdul. 2015. Morfologi Bahasa Indonesia.
Jakarta: Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono.
2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Keraf,
Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia.
Jakarta: Nusa Indah.
Supriadi.
1992. Pendidikan Bahasa Indonesia 2.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
No comments:
Post a Comment