Makalah Implementasi Pembelajaran Fonem Di Sekolah Dasar


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Bahasa Indonesia mempunyai cakupan yang luas mengenai aturan tata bahasanya. Baik dari segi huruf, suku kata, kata, kalimat, paragraf, dan tulisan yang terdiri dari beberapa paragraf. Oleh karena itu,  dalam bahasa indonesia terdapat cabang-cabang linguistik yang memiliki sudut pandang kajian yang berbeda. Cabang-cabang tersebut salah satunya adalah fonologi. Fonologi yaitu berkonsentrasi pada persoalan bunyi.
Kalau kita memperhatikan dengan baik, dalam kehidupan sehari-hari masih banyak masyarakat yang memakai bahasa Indonesia tetapi ucapan daerahnya selalu terbawa ke dalam tuturan bahasa Indonesia. Tidak sedikit seseorang yang berbicara dalam bahasa Indonesia, tetapi dengan lafal atau intonasi Jawa, Batak, Bugis, Sunda dan lain sebagainya. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar bangsa Indonesia memposisikan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Sedangkan bahasa pertamanya adalah bahasa daerah masing-masing. Bahasa Indonesia hanya digunakan dalam komunikasi tertentu, seperti dalam kegiatan-kegiatan resmi. Selain itu, dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya di Sekolah Dasar, istilah yang dikenal dan lazim digunakan guru adalah istilah “huruf” walaupun yang dimaksud adalah “fonem”. Mengingat keduanya merupakan istilah yang berbeda, untuk efektifnya pembelajaran tentu perlu diadakan penyesuaian dalam segi penerapannya. Oleh karena itu, untuk mencapai suatu ukuran lafal/fonem baku dalam bahasa Indonesia, sudah seharusnya lafal-lafal atau intonasi khas daerah itu dikurangi jika mungkin diusahakan untuk dihilangkan.
Sebagai seorang guru, pemahaman akan struktur fonologi bahasa Indonesia dan bagaimana cara implementasinya selain dapat menjadi bekal dalam pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari juga dapat bermanfaat dalam pembinaan kemampuan berbahasa siswa.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka pembahasan dalam makalah ini akan difokuskan pada masalah-masalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana konsep dasar fonologi?
2.    Bagaimana pengklasifikasian bunyi beserta sumbernya?
3.    Bagaimana metode-metode Pembelajaran fonologi?
4.    Bagaimana implementasi Pembelajaran fonologi?

C.       Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, secara umum penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1.      Mengetahui konsep dasar fonologi.
2.      Mengetahui pengklasifikasian bunyi beserta sumbernya.
3.      Mengetahui metode-metode Pembelajaran fonologi.
4.      Mengetahui implementasi Pembelajaran fonologi.













BAB II
PEMBAHASAN

A.  Konsep Dasar Fonologi
Fonologi berasal dari kata fon yang berarti bunyi dan logi yang berarti ilmu, jadi fonologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari, menganalisa dan membicarakan runtutan-runtutan bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Fonologi juga menganalisis dan mengkaji tentang pemanfaatan berbagai macam bunyi bahasa yang dihasilkan dari bahasa-bahasa dan pemanfaatan sistem-sistem untuk mengontraskan ciri-ciri bunyi yang terdapat dalam bahasa-bahasa. Fonologi senantiasa memfokuskan sebuah bahasa sebagai sebuah sistem komunikasi dalam teori dan prosedur analisisnya.
Menurut Hierarki satuan bunyi yang menjadi objek studinya, fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik. Fonetik adalah ilmu yang menyelidiki dan menganalisa bunyi-bunyi ujaran yang dipakai dalam tutur, serta mempelajari bagaimana menghasilkan bunyi-bunyi tersebut dengan alat ucap manusia. Pada fonetik, bunyi bahasa yang dipelajari tidak memperhatikan apakah bunyi itu mempunyai fungsi pembeda makna atau tidak. Menurut terjadinya bunyi bahasa, fonetik dibedakan menjadi:
1.    Fonetik Artikularis/Fonetik Organis/Fonetik Fisiologis
Fonetik Artikularis mempelajari bagaimana alat-alat bicara manusia bekerja dalam bunyi bahasa. Dalam hal ini bunyi bahasa diklasifikasikan menjadi segmental dan suprasegmental. Contoh kata dari bunyi bahasa segmental adalah kata “dan”,kata “dan” terdiri dari bunyi [d], [a], dan [n]. Ketiga bunyi itu adalah segmen-segmen dari kata dan. Jadi, bunyi sebagai segmen adalah bunyi menurut pola urutannya dari kiri ke kanan yang strukturnya dinamakan segmental. Sedangkan bunyi suprasegmental adalah bunyi atau pelafalan dari kata segmental. Mislanya perbedaan tuturan Dia telah datang dan Dia telah datang?, pada kalimat ini  tidak terdapat perbedaan secara segmental melainkan atas perbedaan intonasi yang berbeda.
2.    Fonetik Akustik
Fonetik Akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai gelombang bunyi, melalui alat khusus. Misalnya spektograf bunyi untuk mempelajari ciri-ciri gelombang bahasa melalui gambar-gambar yang menunjukkan ciri frekuensi, intensitas, dan waktu dari bunyi bahasa tertentu.
3.    Fonetik Auditoris
Fonetik Auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa oleh telinga kita atau menyelidiki bunyi bahasa sebagai sesuatu yang diterima oleh pendengar. Misalnya, apabila diteliti dengan alat-alat tertentu dapatlah diketahui bagaimana kedudukan lidah saat menyebutkan bunyi-bunyi sengau seperti [m], [n], [ň] dan [η], posisi pita suara ketika menyebutkan bunyi bersuara seperti [b], [d], [g], [v] ataupun bunyi tidak bersuara seperti [p], [t], [k], [f] dan sebagainya.
Fonemik adalah ilmu yang mempelajari bunyi-ujaran dalam fungsinya sebagai pembeda arti. Jadi, fonemik merupakan bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata. Pada tingkat fonemik, berbagai unsur seperti tekanan, durasi dan nada bersifat fungsional seperti dapat membedakan makna. Misalnya dalam contoh bahasa Batak Toba, kata tutu (dengan tekanan pada suku pertama) bermakna ‘batu gilas’, sedangkan pada kata tutu (dengan tekanan pada suku kedua) berarti ‘betul’. Perbedaan letak tekanan pada kedua kata itu menyebabkan makna yang berbeda. Hal ini berarti tekanan dalam bahasa Batak Toba bersifat fungsional.
Pada kajian fonologi, terdapat istilah fon dan fonem. Fon atau bunyi bahasa (speech sound) adalah satuan bunyi bahasa yang bersifat konkret, dapat didengar, dapat diucapkan dan dihasilkan oleh alat ucap. Berkaitan dengan itu, maka fon dijadikan sebagai objek penelitian dari fonetik, karena bunyi bahasa  yang dihasilkan oleh alat ucap manusia pada umumnya tidak memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna kata atau tidak. Contohnya kata panci, terdiri atas p/a/n/c/i, lutut terdiri atas l/u/t/u/t. Sedangkan Fonem adalah bunyi yang membedakan makna, merupakan kesatuan bunyi terkecil yang berfungsi sebagai pembeda makna atau satuan terkecil dalam sebuah bahasa yang masih bisa menunjukkan perbedaan makna. Sehingga fonem dijadikan sebagai objek penelitian dari fonemik.
Kalau dalam fonetik, misalnya, kita meneliti bunyi-bunyi (a) yang berbeda pada kata-kata lancar, laba, dan lain, atau pada perbedaan bunyi (i) seperti yang terdapat pada kata-kata ini, intan, dan pahit, maka dalam fonemik kita meneliti apakah perbedaan bunyi itu mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Jika bunyi itu membedakan makna, maka bunyi tersebut kita sebut fonem, dan jika tidak membedakan makna, maka bunyi tersebut bukan termasuk fonem.
Jumlah fonem bahasa Indonesia ada 24 buah, terdiri dari 6 buah fonem vokal (a, i. u, e, ∂, dan o) dan 18 fonem konsonan (p, t, c, k, b, d, j, g, m, n, n, η, s, h, r, l, w, dan z), bukan termasuk huruf f,q,v,y,x. Bentuk linguistik [palaη] yang biasa dijumpai dalam Bahasa Indonesia bermakna palang. Bentuk ini bisa dipisah menjadi lima bentuk linguistik yang lebih kecil, yaitu [p], [a], [l], [a], dan [η]. Kelima bentuk linguistik ini (masing-masing) tidak mempunyai makna. Jika salah satu bentuk linguistik terkecil tersebut (misal [p]) diganti dengan bentuk linguistik terkecil lain (misal diganti [k], [t], [j], [m], [d],), maka akan menjadi:
[palaη] ‘palang’           [k]          [kalaη]      ‘sangga’,
[palaη] ‘palang’           [t]          [talaη]       ‘sejenis ikan’,
[palaη] ‘palang’           [j]           [jalaη]       ‘liar’,
[palaη] ‘palang’           [m]         [malaη]     ‘celaka’,
[palaη] ‘palang’           [d]         [dalaη]      ‘dalang’,
Kajian dalam fonologi juga mencakup transkripsi. Transkripsi merupakan pengalihan tuturan (yang berwujud bunyi) ke dalam bentuk tulisan atau penulisan kata, kalimat, dan teks dengan  menggunakan lambang-lambang bunyi. Transkripsi juga bisa didefinisikan sebagai cara pengalihan bentuk bunyi ke dalam abjad fonetis. Menurut pendapat para ahli Marsono, mendefinisikan bahwa transkripsi adalah tuturan atau pengubahan teks dengan tujuan untuk menyarankan: lafal bunyi, fonem, morfem, atau tulisan sesuai dengan ejaan yang berlaku dalam suatu bahasa yang menjadi sasarannya. Sehingga secara singkat transkripsi bisa dipahami sebagai perubahan bunyi ujar dalam bentuk tulisan.
Berdasarkan bentuk penyajiannya transkripsi dapat di klasifikasikan menjadi dua, yakni “transkripsi saksama” dan “transkripsi kasar”. Transkripsi saksama melambangkan secara rinci setiap segmen bunyi dan ciri bunyi yang berderetan. Transkripsi saksama dinilai lebih rumit dibanding transkripsi kasar, karena terlalu banyak menggunakan lambang-lambang pada setiap perbedaan bunyi yang ada. Lambang-lambang ini biasanya terletak diantara kurung siku ([]). Berbeda dengan transkripsi saksama transkripsi kasar lebih sedikit menggunakan lambang-lambang dalam mewakili bentuk-bentuk yang dilafalkan. Lambang-lambang pada transkripsi kasar ini biasanya terletak di antara kurung miring (//).
Pengklasifikasian transkripsi berdasarkan objek yang dikaji dapat dibagi menjadi empat, yakni “transkripsi fonetis”, “transkripsi fonemis”, “transkripsi morfemis”, dan transkripsi ortografis. Berikut penjelasannya secara singkat :
a.    Transkripsi Fonetis, yaitu penulisan pengubahan menurut bunyi, ditandai dengan [...].
b.    Transkripsi Fonemis, yaitu penulissan pengubahan menurut fonem, ditandai dengan /…/.
c.    Transkripsi Morfemis,  yaitu penulisan pengubahan menurut morfem, ditandai dengan {…}.
d.   Transkripsi Ortografis, yaitu penulisan pengubahan menurut huruf dan ejaan bahasa yang menjadi tujuannya.
Pada pembahasan ini ruang lingkup yang dibahas salah satunya adalah transkripsi fonemis dan transkripsi fonetis. Transkripsi Fonemis adalah transkripsi yang menggunakan satu lambang untuk menggambarkan satu fonem, baik yang membedakan arti maupun yang tidak, tanpa melihat perbedaan fonetisnya. Simbol fonetiknya ditulis diantara dua garis miring. Misalnya: penulisan /makan/ dan /macan/ yang hanya menggambarkan fonem-fonem yang ada. Sedangkan transkripsi Fonetis adalah transkripsi yang berusaha menggambarkan semua bunyi secara sangat teliti. Simbol fonetiknya ditulis diantara dua kurung siku tegak. Misalnya: kata panggil menjadi [paŋgIl] yang menimbulkan artikulasi-artikulasi baru. Daftar lambang-lambang fonetik adalah sebagai berikut:
1)      Lambang “a” sama dengan huruf a [pa+rah] ‘parah’, [sa+ka] ‘saka’.
2)      Lambang “i” sama dengan huruf i [bi+sa] ‘bisa’, [sa+dis] ‘sadis’.
3)      Lambang“ʔ” sama dengan tanda tanya [baʔ+so] ‘bakso’, [a+jaʔ] ‘ajak’.
4)      Lambang “O” seperti huruf o kapital [tO+kOh] ‘tokoh’, [bO+rOs] ‘boros’.
5)      Lambang “ə” sama dengan huruf e terbalik [kə+ra] ‘kera’, [ma+rət] ‘maret’.
Lambang “e” sama dengan huruf e [sa+te] ‘sate’, [so+re] ‘sore’.
6)       Lambang γ Huruf x bergelung ke bawah marupakan lambang dari huruf “gh” [ba+liγ] ‘baligh’, [maγ+rib] ‘maghrib’.
7)      Lambang U sama dengan huruf u kapital [ba+tUk] ‘batuk’, [ka+pUr] ‘kapur’.
8)      Lambang ŋ Huruf n berekor sebagai lambang “ng” [pu+laŋ] ‘pulang’, [haŋ+at] ‘hangat’.
Tabel perbedaan ejaan fonetis dan fonemis:
No
Ejaan Fonetis
Ejaan Fonemis
1
[piŋUl]
/pinggul/
2
[bεbεʔ]
/bebek/
3
[pOjOʔ]/
/pojok/
4
[warUŋ]
/warung/
5
[ñañi]
/nyanyi/

Berdasarkan kedua definisi di atas, bisa disimpulkan bahwa perbedaan dari kedua transkripsi tersebut terletak pada ejaannya. Ejaan fonemis hanya menggambarkan fonem-fonem yang ada, sedangkan ejaan fonetis akan menimbulkan artikulasi-artikulasi baru yang timbul dari ejaan fonetisnya.

B.  Sumber dan Klasifikasi Bunyi Bahasa
Bunyi bahasa merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan mengandung pengertian serta makna yang dapat dipahami. Pada dasarnya bunyi bersumber pada tiga hal yakni:
1.    Udara
2.    Artikulator atau bagian alat ucap yang bergerak
yaitu alat-alat ucap manusia yang mampu menghasilkan bunyi bahasa. Artikulator terdiri dari bibir bawah, gigi, lidah dan sebagainya, dan alat ini aktif saat berbicara.
3.    Titik artikulasi atau bagian alat ucap yang menjadi titik sentuh artikulator yang bersifat pasif ketika berbicara. Artikulasi ini meliputi bibir atas, gigi atas, langit-langit keras dan langit-langit lunak.
Oleh karena itu, secara general bunyi bahasa dapat dibedakan atas bunyi  bahasa vokal dan konsonan. Vokal yaitu bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia jika udara dari paru-paru tidak mendapat halangan, dan vokal dilambangkan dengan huruf hidup: a, i, u, e, o. Sedangkan konsonan yaitu bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap dengan prose udara yang keluar dari paru-paru mendapat rintangan. Berikut adalah pengklasifikasian bunyi secara terperinci:
a.    Klasifikasi Vokal
Bunyi vokal biasanya diklasifikasikan dan diberi nama berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut. Posisi lidah bisa bersifat vertikal dan bisa bersifat horizontal. Kemudian menurut bentuk mulut dibedakan adanya vokal bundar dan vokal tidak bundar.
1)   Ditinjau dari cara pengucapannya
Vokal tunggal (monoftong) yaitu a, i, u, e, o.
Contohnya: a => pada, u => buku, e => peta
2)   Vokal rangkap (diftong) disebut diftong karena posisi lidah ketika memproduksi bunyi ini pada bagian awal dan akhirnya tidak sama. Ketidaksamaan ini menyangkut tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak, serta strukturnya, yaitu: ai, au, oi.
Contohnya: ai => pantai, au => pulau, oi => sepoi
3)   Ditinjau dari posisi bibir
a)    Vokal bundar, yaitu a, u dan o.
Contohnya: a => sepeda, u => kutu, o => polo
b)   Vokal tak bundar, yaitu i dan e.
Contohnya: i => padi, e => lele
4)   Ditinjau dari tinggi rendahnya lidah ketika berbicara
a)    Vokal atas: yaitu i dan u.
b)   Vokal tengah: yaitu e dan o.
c)    Vokal bawah: yaitu a.
5)   Ditinjau dari maju mundurnya lidah ketika berbicara, yaitu:
a)    Vokal depan, yaitu: i dan e (taling).
b)   Vokal pusat, yaitu: a dan e (pepet).
c)    Vokal belakang: yaitu o dan u.

2.      Klasifikasi Konsonan
Konsonan dibedakan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:
a.    Artikutor dan titik artikulasi:
1)   Konsonan bilabial yaitu konsonan yang dibentuk oleh pertemuan bibir atas dan bibir bawah.
Contoh: b, p, m, w.
2)   Konsonan labio dental yaitu konsonan yang dibentuk oleh pertemuan bibir dan ujung gigi.
Contoh: f, v.
3)   Konsonan apiko-dental yaitu konsonan yang dihasilkan pertemuan antara ujung lidah yang menyentuh gigi.
Contoh: t, n.
4)   Konsonan apiko-alveoral yaitu konsonan yang dihasilkan akibat ujung lidah menyentuh kaki gigi.
Contoh: t, d, n.
5)   Konsonan palatal yaitu konsonan akibat tengah lidah menyentuh langit-langit keras.
Contoh: c, j, ny.
6)   Konsonan velar yaitu konsonan yang terjadi karena belakang lidah menyentuh langit-langit lembut.
Contoh: k, g, kh ,ng.
7)    Konsonan laringal yaitu konsonan yang dihasilkan oleh pita suara yang dibuka lebar.
Contoh: h.
b.    Turut tidaknya pita suara bergetar:
1)   Konsonan bersuara yaitu b, d, n, g, w, z.
2)   Konsonan tak bersuara yaitu p, t, c, k, f, s, sy.
c.    Jalan yang dilalui oleh udara:
1)   Konsonan oral yaitu konsonan yang dihasilkan oleh udara yang keluar melalui mulut.
Contoh: p, b, k, d, w, s, r.
2)   Konsonan nasal yaitu konsonan yang dihasilkan oleh udara yang keluar dari paru-paru melalui hidung.
Contoh: m, n, ng, ny.
d.   Macam halangan yang dijumpai ketika udara keluar dari paru-paru:
1)   Konsonan hambat yaitu p, b, k, t, d.
2)   Konsonan frikatif (bunyi geser) yaitu f, v, kh.
3)   Konsonan spiran (bunyi desis) yaitu s, z, sy.
4)   Konsonan likuida (lateral) yaitu l.
5)   Konsonan trill (bunyi getar) yaitu r.

C.  Metode-Metode Pembelajaran Fonologi
Anak-anak pada masa sekolah dasar cenderung lebih suka bermain, karena pada masa ini adalah masa bermain.  Jadi, pengajaran yang diberikan kepada mereka sebaiknya didasarkan pada prinsip bermain, sehingga anak akan merasa senang untuk mengikuti pembelajaran, dapat bereksplorasi, dan memperoleh banyak pengalaman. Akan tetapi masa konsentrasi mereka juga sangat pendek dalam mengikuti proses pembelajaran, sehingga seorang guru harus memiliki banyak strategi, metode dan teknik pembelajaran agar mereka tidak merasa jenuh.
Proses pembelajaran yang  menggunakan pendekatan PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan) haruslah memiliki cara-cara yang unik. Metode yang dapat diterapkan pada pengajaran konsep fonologi adalah sebagai berikut:
1.    Metode foxfire
Metode foxfire merupakan metode penugasan atau pemberian tugas kepada peserta didik. Metode ini dapat diterapkan pada pengajaran fonologi, karena siswa akan memiliki pemahaman yang matang melalui pengerjaan tugas, setelah ia memahami konsep fonologi. Misalnya, siswa diberi tugas untuk mendata bunyi “a” di depan, di tengah, dan di akhir kata.
Pemahaman konsep pembelajaran fonologi dapat dilakukan dengan banyak cara pengajaran. Diantaranya adalah sebagai berikut:
a.    Guru dapat membentuk kelompok, siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat atau lima orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran, kemudian siswa berdiskusi dalam tim mereka untuk memastikan seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Saat belajar berkelompok, siswa saling membantu untuk menuntaskan materi yang dipelajari. Guru memantau dan mengelilingi tiap kelompok untuk melihat adanya kemungkinan siswa yang memerlukan bantuan guru. Dengan demikian semua siswa akan memahami konsep fonologi yang diajarkan.
b.    Diskusi dengan teman akan dapat melatih kemampuan berbahasanya. Penggunaan bahasa tidak terlepas dari interaksi dengan orang lain karena bahasa itu sendiri digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu, perlu diciptakan lingkungan yang nyaman dan kondusif, sehingga anak merasa nyaman untuk berdiskusi. Hal ini tentunya sangat berdampak terhadap perkembangan bahasa anak, karena anak tidak hanya sebagai pengguna bahasa yang pasif, melainkan juga dapat menjadi pengguna bahasa yang aktif.
c.    Tempat terbuka juga dapat dijadikan tempat yang menarik untuk pengajaran fonologi. Anak akan menemui banyak benda nyata yang menarik hati mereka. Pada kesempatan inilah guru dapat memantapkan pemahaman mereka tentang fonologi dengan mengambil contoh benda-benda nyata. Sesuai dengan perkembangan kognitif anak, bahwa pada masa ini anak akan memiliki pemahaman yang baik pada apa yang dapat ditangkap penglihatannya secara nyata.

2.    Metode “listen and repeat”
“Listen and repeat” adalah suatu metode dimana guru memberikan contoh pelafalan, kemudian siswa menirukan. Dengan metode ini, maka guru dapat langsung membenarkan pelafalan siswa yang salah, sehingga semua huruf dan kata bisa dilafalkan siswa dengan baik dan benar. Setelah itu, guru dapat menunjuk siswa satu per satu untuk melafalkan suatu kata, sebagai salah satu bentuk evaluasi keberhasilan pengajaran konsep fonologi secara individual. Dengan demikian, tidak akan ditemukan lagi kesalahan-kesalahan dalam pelafalan kata yang dapat menimbulkan ambigutas

D.  Implementasi Pembelajaran Fonologi
Dalam KBK mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD, pembelajaran fonologi tidak dicantumkan sebagai aspek atau komponen tersendiri. Salah satu perangkat KBK yang dapat dijadikan pedoman operasional dalam melaksanakan pembelajaran fonologi adalah kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SD, yang isinya meliputi Kompetensi Dasar, Hasil Belajar dan Indikator.
Pada pembelajaran fonologi yang akan diimplementasikan pada setiap kelas, guru harus mampu menentukan atau mencermati komponen–komponen tersebut, serta berpedoman pada hal yang terkait. Misalnya, melalui aspek mendengarkan dan berbicara yang dianggap sesuai dengan uraian yang tertulis dalam lajur kompetensi dasar. Sehingga seorang guru harus bisa mengembangkan bahan apa dan bagaimana untuk menentukan langkah pembelajarannya. Dalam hal ini, tentu saja tidak berarti seorang guru dapat semaunya untuk menentukan fonem apa saja yang akan diajarkan pada kelas-kelas tertentu.
1.    Prinsip-prinsip Pembelajaran Fonologi
Ada beberapa prinsip yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam implementasi pembelajaran fonologi bahasa Indonesia di SD yaitu sebagai berikut:
a.    Pembelajaran dimulai dari yang mudah ke yang sukar, yang sederhana ke yang kompleks.
Khusus dalam pembelajan fonem atau huruf, di kelas rendah (satu dan dua) dapat dimulai dari fonem-fonem vokal dan konsonan yang bilabial dan labiodental. Misalnya, fonem atau huruf a, i, u, e, o, m, n, b, p, serta disesuaikan dengan kemampuan perkembangan siswa (dimulai dari kelas satu). Pada akhir kelas satu diharapkan siswa telah mengenal semua huruf yang melambangkan fonem-fonem atau bunyi-bunyi bahasa Indonesia.
b.    Pembelajaran fonem diwujudkan melalui empat aspek keterampilan berbahasa.
Empat aspek keterampilan berbahasa yaitu, menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Untuk kelas tinggi bisa melalui aspek kebahasaan.
c.    Pembelajaran dilaksanakan secara terpadu atau tematik, khususnya di kelas rendah.
Pembelajaran terpadu disini yaitu, terpadu antara aspek bahasa itu sendiri (connected). Namun, dalam setiap pertemuan guru harus memberi penekanan pada satu aspek (yang menjadi titik fokus) dalam pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
1)   Melalui aspek membaca permulaan
Kegiatan pembelajaran fonem di kelas rendah (kelas satu dan dua), dapat dimulai dari membaca kalimat sederhana, kata, suku kata, yang mengandung fonem /r/, /s/, kemudian dilanjutkan dengan latihan ucapan atau lafal  dan intonasi yang benar. Kemudian pembelajaran dapat dilanjutkan dengan menuliskan fonem-fonem atau huruf tersebut dengan bentuk dan ukuran yang benar.
2)   Melalui menyimak
Siswa menyimak ucapan guru, kemudian siswa diminta menirukan ucapan lafal /i/, i – ni  na-ni. Perhatikan bibir siswa ketika mengucapkan fonem tertentu, misalnya fonem /u/ bentuk bibir bulat, /a/ bentuk bibir bundar, dan fonem /i/ bentuk bibir melebar ke samping. Sehingga jika masih ada siswa yang belum benar dalam ucapan atau bentuk bibirnya diminta untuk mengulangi kembali ucapan tersebut, guru harus membimbing untuk memberi contoh.
3)   Untuk kelas tinggi
Pembelajaran intonasi, dapat melalui membaca teknik dan membaca indah. Pelaksanaan pembelajaran ini didahului oleh siswa untuk menyimak contoh pembacaan yang benar. Hal ini dapat dilakukan melalui kaset atau oleh guru. Kemudian siswa berlatih membaca teks dengan intonasi yang benar. Latihan dapat dilakukan secara bertahap, misalnya berbaris, kemudian bertiga dan akhirnya satu per satu ke depan kelas.
Dalam hal ini guru harus memilih materi bacaan yang sesuai dengan fokus, indikator dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Misalnya untuk membaca indah, contoh materi bacaannya yaitu dapat berupa puisi atau fiksi yang sesuai untuk siswa SD dan kelas yang bersangkutan.




2.    Langkah-Langkah Pembelajaran Fonologi
Pembelajaran fonem melalui membaca dan menulis permulaan dikelas rendah mencakup tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap evalusi atau penilaian.
1.    Tahap persiapan
Dalam tahap persiapan meliputi dua langkah kegiatan yaitu:
a.    Langkah pertama
Menentukan Kompetensi Dasar, Hasil Belajar, dan Indikator (dapat dilihat dalam KBK mata pelajaran Bahasa Indonesia).
Folded Corner: Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia SD
  (Aspek mendengarkan/menyimak) 
Fokus : Fonem/Lafal a, i, m, n
Kelas/Semester : I/1
Tema/subtema : Keluarga

Kompetensi Dasar : Menyimak untuk membedakan bunyi bahasa
Hasil Belajar  : Mengucapkan bunyi bahasa/kata
Indikator   : Siswa dapat:
a. Mengenal bunyi-bunyi bahasa
b. Membedakan bunyi-bunyi bahasa
c. Mengucapkan bunyi-bunyi bahasa


Contoh:





 










            Dari indikator diatas, untuk lebih terarah dalam pelaksanaan pembelajarannya, seorang guru sebaiknya merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, dengan memperhatikan uraian dalam KB, HB, dan indikator, yaitu mengenal bunyi bahasa, membedakan bunyi bahasa, dan mengucapkan bunyi bahasa. Dari adanya indikator tersebut, maka TPK yang bisa dirumuskan yaitu sebagai berikut:
1)        Jika diperdengarkan pembacaan kalimat sederhana yang unsur-unsurnya mengandung huruf a, i, n, dan m, siswa dapat menunjukan kalimat yang diperdengarkan dengan benar.
2)        Jika ditunjukan kartu kalimat atau kalimat yang mengandung huruf a, i, n, dan m, siswa dapat mengucapkan kata atau kalimat itu dengan benar.
3)        Jika guru menugaskan untuk mengucapkan 4 kalimat yang bertema keluarga yang mengandung fonem a, i, n, siswa dapat mengucapkannya dengan lafal dan intonasi yang benar.
4)        Jika guru menugaskan untuk mengambil kata yang mengandung huruf i dan n, siswa dapat menunjukan dan mengucapkan dengan benar.
Rumusan dalam TPK harus mengandung A (audience), B (behavior) kata kerja yang operasional atau kata kerja yang dapat diukur, C (condition) atau kondisi, D (degree) ukuran minimal yang akan dicapai. Oleh karena itu di dalam TPK telah tergambar metode apa yang akan digunakan, sarana penunjang apa yang diperlukan, dan bahan apa yang akan dijadikan sebagai media pendukung dalam pembelajaran.

b.      Langkah kedua (Menentukan bahan pembelajaran)
Bahan pembelajaran dapat disusun sendiri oleh guru dengan berpedoman pada prinsip yang ada, atau bisa mengambil dari buku sumber yang sesuai dengan tema, yaitu seperti kalimat sederhana yang mengandung huruf a, i, n, dan m.
            Contoh:    ini mama nini
                            Mana mama nana
                            Ini mami nina
                            Mama mami ani
                            Ini  nini  nina  ani  ina,  mama  mami  mimi  ami  ima
            (sebelum pembelajaran ini, siswa sudah mengenal huruf a, i, n, dan m)


2.    Tahap pelaksanaan
Langkah-langkah Pembelajarannya, yaitu sebagai berikut:
1)      Langkah awal
a.       Guru mengkondisikan kelas, dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan keluarga. Misalnya, siapa saja anggota keluarga yang ada dirumah kalian? Mungkin siswa akan mengatakan; ibu, bapak, kakak, adik, dan lain-lain.
b.      Guru menunjukkan sebuah gambar “Ibu”. Kemudian menjelaskan “Ibu” bisa disebut sebagai mama. Lalu, bisa disebut sebagai apa lagi? Yaitu “mami”. Kemudian guru mengajak siswa untuk mendengarkan apa yang akan dijelaskan oleh guru.
2)      Langkah inti
a.       Guru menempelkan 4 buah gambar di papan tulis, dan meletakkan beberapa kartu kalimat, kartu kata, suku-suku kata yang mengandung huruf a, i, n, dan m diatas meja.
b.      Siswa diminta guru untuk meletakkan kartu kata, kartu kalimat, suku kata yang mereka punyai masing-masing di atas meja.
c.       Siswa diminta untuk mengangkat kartu kalimat yang diucapkan oleh guru.
Guru: “ini mama”. (siswa mencari dan mengangkat tulisan yang diucapkan oleh guru).
d.      Guru memperhatikan siswa, apakah sudah benar atau siapakah yang masih salah, (kegiatan ini dilanjutkan sampai 4 kalimat).
e.       Siswa ditugaskan untuk mengucapkan atau melafalkan kalimat yang ditunjukan oleh guru, satu per satu.
f.       Beberapa orang siswa melafalkan kalimat di papan tulis dengan intonasi yang benar.
g.      Satu per satu siswa diminta untuk mengucapkan kata atau kalimat yang mengandung huruf a, i, n, dan m, yang ditunjukan guru dengan lafal dan intonasi yang benar.
h.      Kegiatan berlangsung sampai semua siswa dapat mengenal, membedakan, melafalkan fonem-fonem a, i, n, m , dalam konteks kata-kata baru atau kalimat baru.
3)      Langkah akhir
a.       Guru memantapkan penguasaan siswa terhadap materi yang baru dipelajari dengan menunjukan kata-kata dan kalimat dalam sintesis baru dari fonem atau huruf yang menjadi fokus pembelajaran (a, i, n, m), seperti: ami, iim, iin, aan, iman, amin, nanan, ninin.
Dalam hal ini, guru harus cermat dalam memerhatikan kemampuan siswa dalam mengenali fonem-fonem, kata, kalimat serta pelafalan dan intonasi.
Alat dan bahan pembelajaran:
1)      Gambar-gambar keluarga, dan kartu kalimat mama, nina, ina




ini mama                        ini nina                          ini ima
 
 



2)      Kartu kalimat, kartu kata, suku kata dan huruf a, i, n, m.
                      Kartu kalimat: ini mama nini, Mana mama nana, Ini mami nina
Kartu kata: mama, nina, ima.
Suku kata: i-ni  ma-ma, i-ni  ni-na, i-ni  i-ma.

3.    Tahap penilaian
a)    Penilaian pengamatan
Penilaian dalam pembelajaran fonologi dapat dilakukan sejak awal pada saat proses pembelajaran berlangsung. Untuk memantau kemajuan siswa dalam mengenal, membedakan, mengucapkan, huruf atau fonem yang penekanannya pada fonem a, i, n, m, guru dapat membuat tes yang berupa tiga sampai lima kalimat sederhana yang mengadung fonem a, i, n, m. Tes bisa dilakukan secara individual dengan menggunakan tabel berikut:
Nomor
Nama
Pengenalan huruf
Ucapan/lafal
Intonasi
Catatan
1.
Ana
Ana
[Ana]


2.
Ima
Ani
[Ani]


3.
Ani
Nina
[Nina]


4.
Ami
Ami
[Ami]




b)   Penilaian berupa tugas
Siswa ditugaskan atau dilatih untuk menuliskan kalimat-kalimat berikut dengan huruf pisah.
Contoh:    (ini mama iman), (Mana mama mimi dan nini), (Ini mami aan)

















BAB III
PENUTUP
                                                                               
A.  Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa. Fonologi dibedakan menjadi dua yaitu fonetik dan fonemik. Fonetik yaitu cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak yang menjadikan fon sebagai objek penelitiannya. Dan fonemik yaitu cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi tesebut sebagai pembeda yang menjadikan fonem sabagai objek penelitiannya. Sedangkan transkripsi merupakan perubahan bunyi ujar dalam bentuk tulisan.
Sumber bunyi berasal dari Udara, artikulator, dan artikulasi. Bunyi bahasa dapat diklasifikasikan menjadi bunyi bahasa vokal dan konsonan. Dalam pengajaran fonologi pada anak sekolah dasar dapat dilakukan melalui tiga prinsip dalam pembelajaran fonologi mulai dari (1) Pembelajaran yang mudah ke yang sukar, yang sederhana ke yang kompleks. (2) Pembelajaran fonem diwujudkan melalui empat aspek keterampilan berbahasa. (3) Pembelajaran dilaksanakan secara terpadu atau tematik, khususnya di kelas rendah.

B.  Saran
Bagi pengajar disarankan untuk terus menggali potensi mengajarnya, hingga dapat mengajarkan materi fonologi dan bunyi bahasa secara menarik dan kreatif, sehingga siswa akan merasa senang, tidak jenuh, serta mudah memahaminya.



DAFTAR PUSTAKA

G. Surya Alam, Y. Zulkarnain. (2000). Kamus Bahasa Indonesia. Surabaya: Karya Utama. hlm.134
Hendro Darmawan, dkk. (2010). Kamus Ilmiah Populer. Yogyakarta: Bintang Cemerlang. cet. I, hlm.160
Keraf. Gorys. (1986). Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah
Pius A Partanto, M. Dahlan Al Barry. (1994). Kamus Ilmiah Populer. Yogyakarta: Arkola. hlm.184
Santosa Puji, dkk. (2009). Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD.  Jakarta: Universitas Terbuka


No comments:

Post a Comment