Makalah Deretan Fonem Diftong dan Kluster


BAB I
 PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi. Sebagai sebuah sistem, bahasa pada dasarnya memberi kendala pada penuturnya. Dengan demikian, bahasa pada gilirannya pantas diteliti, karena kendala-kendala yang dihadapi oleh penutur suatu bahasa memerlukaan penanganan dan pencerahan. Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia mempunyai tanggung jawab keilmuan kepada peserta didik dalam memberikan kaidah berbahasa yang baik dan benar. Materi pembelajaran yang disajikan hendaknya mencerminkan kazanah bahasa Indonesia yang selaras dan sejalan dengan perkembangan peradaban rakyat Indonesia. Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia sebaiknya juga melakukan pengkajian terhadap berbagai persoalan terhadap perkembangan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Salah satu bidang pengkajian bahasa Indonesia yang cukup menarik adalah bidang tata bentukan atau morfologi. Bidang ini menarik untuk dikaji karena perkembangan kata-kata baru yang muncul dalam pemakaian bahasa sering berbenturan dengan kaidah-kaidah yang ada pada bidang tata bentukan ini. Oleh karena itu perlu dikaji ruang lingkup tata bentukan ini agar ketidaksesuaian antara kata-kata yang digunakan oleh para pemakai bahasa dengan kaidah tersebut tidak menimbulkan kesalahan sampai pada tataran makna.







B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan deretan fonem, diftong dan kluster?
C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisannya adalah untuk mengetahui:
1.      Pengertian deretan fonem, diftong dan kluster.


















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Deretan Fonem, Diftong dan Kluster
1.      Deretan Fonem
Deretan fonem adalah merupakan urutan beruntun dari dua buah fonem atau lebih yang sejenis dalam sebuah kata. Deretan vocal adalah urutan vocal yang tidak tersisipi konsonan. Deretan konsonan adalah urutan dua konsonan atau lebih dalam suatu kata yang tidak tersisipi vocal. Deretan fonem adalah dua buah fonem yang berbeda, berada dalam silabel yang berbeda meskipun lataknya berdampingan.
2.      Diftong
Diftong merupakan vocal yang pada saat pengujarannya berubah kualitasnya, dalam tulisan diftong biasa dilambangkan oleh dua vocal yang berurutan, perbedaan diftong dengan deretan vocal adalah cara hembusan nafas.
Masalah diftong atau vokoid rangkap ini berhubungan dengan sonoritas atau tingkat kenyaringan suatu bunyi. Ketika dua deret bunyi vokoid diucapkan dengan satu hembusan udara, akan terjadi ketidaksamaan sonoritasnya. Salah satu bunyi vokoid lebih tinggi sonoritasnya disbanding dengan bunyi vokoid yang lain. Vokoid yang lebih rendah sonoritasnya lebih mengarah atau menyerupai bunyi nonvoid. Kejadian meninggi dan menurunnya onoritas inilah yang disebut diftong.[1]





Bunyi diftong ini ada dua macam yaitu diftong menurun (falling diphthong) dan diftong menaik (rising diphthong).
a.        Diftong menurun (falling diphthong)
Diftong menurun adalah diftong yang ketika perangkapan bunyi vokoid it di ucapkan, vokoid pertama bersonoritas, sedangkan vonoid kedua kurang bersonoritas bahkan mengarah kebunyi nonvokoid.
Contoh: {pula }          ‘pulau’             {sampa }         ‘sampai’
              {harima }      ‘harimau’         {rama }           ‘ramai’
Secara ideal, kemungkinan-kemungkinan diftong mnurun ini bisa dilihat pada diagram berikut:





b.      Diftong menaik (rising diphthong)
Diftong menaik (rising dipthong) adalah diftong yang ketika perangkapan bunyi vokoid itu diucapkan vokoid pertama kurang atau menurut sonoritasnya dan mengarah ke bunyi nonvokoid, sedangkan vokoid kedua menguat sonoritasnya
Contoh:  {m a} ‘moi’ (bahasa prancis)
               {sab a} ‘sebuah’ (bahasa minang)
Secara ideal kemungkinan-kemungkinan diftong menaik ini bisa dilihat pada diagram berikut:


Gugus vocal adalah sama dengan diftong, sejauh ini yang tercatat ada dalam bahasa Indonesia adalah diftong atau gugus vocal <ai>, <au>, dan <ei>, seperti terdapat pada kata-kata:
Pulau
Santai
Sekoi
Survei
Sedangkan deret vocal yang tercatat ada sampai saat ini adalah:
aa seperti pada kata saat dan taat
au seperti pada kata laut dan daun
ai seperti pada kata kain dan kait
ao seperti pada kata  kaos dan laos
ua seperti pada kata luar dan kuat
ue seperti pada kata kue
ui seperti pada kata puing dan suit
ia seperti pada kata siar dan kiat
iu seperti pada kata tiup dan liur
io seperti pada kata kiong dan biola
oa seperti pada kata loak dan soak
oi seperti pada kata koin dan poin
eo  seperti pada kata beo dan leo
catatan:
deret vocal ii, uu dan oo hanya ada pada beberapa nama orang seperti iin, uun dan oon[2]






3.      Kluster
Dalam bahasa-bahasa tertetu, bunyi kluster atau konsonan rangkap (dua atau lebih) ini merupakan bagian dari struktur fonetis atau fonotaktis yang disadari oleh penuturnya. Oleh karena itu, pengucapannya pun harus sesuai dengan struktur fonetis tersebut sebab kalau salah pengucapan akan berdampak pada pembedaan pada pembedaan makna.[3]
Bahasa-bahasa barat, baik bahasa inggris, belanda maupun jerman, kluster ini sangat mewarnai struktur fonetisnya. Dalam bahasa inggris misalnya pola klusternya dapat dirumuskan sebgai berikut:
K
k
k
S
p
l

t
r

k
y


w

Rumusan itu dapat dibaca sebagai berikut. Kalau klusternya terdiri atas tiga konsonan maka kemungkinan struktur fonetisnya adalah: konsonan pertama s, konsonan kedua p, t atau k, dan konsonan ketiga l, r, y, atau w; misalnya spl, spr, str, skl, sky, dan sebagainya. Kalau klusternya terdiri atas dua konosonan maka kemungkinan struktur fonetisnya adalah konsonan pertama p, t, atau k dan konsonan kedua l, r, y, atau w; misalnya pl, tr, kw, kl dan sebagainya.
Sementara itu, muncul kluster dalam bahasa Indonesia sebagai akibat pengaruh struktur fonetis unsur serapan. Namun, pada umumnya kluster bahasa Indonesia seputar kombinasi berikut:




a.       Jika klusternya terdiri atas dua kontoid, yang berlaku adalah
1)      Kontoid pertama hanyalah sekitar {p}, {b}, {t}, {d}, {k}, {g}, {f}, dan {s},
2)      Kontoid kedua hanyalah sekitar {l}, {r}, {w}, {s}, {m}, {n}, {k}.
Contoh:
{p} pada {pleonasme}
{bl} pada {gamblan}
{kl} pada {klinik}
{gl} pada {global}
{fl} pada {flora}
{sl} pada {slogan}
{pr} pada {produksi}
{br} pada {obral}
{tr} pada {tragedy}
{dr} pada {drama}
{kr} pada {Kristen}
{gr} pada {grafik}
{fr} pada {frustasi}
{sr} pada {pasrah}
{ps} pada {psikologi}
{ks} pada {ekstra}
{dw} pada {dwifungsi}
{sw} pada {swadaya}
{kw} pada {kwintal}
{sp} pada {sponsor}
{sm} pada {smokal}
{sn} pada {snobisma}
{sk} pada {skema}


b.      Jika kluster terdiri atas tiga kontoid yang berlaku adalah:
1)      Kontoid pertama selalu {s}
2)      Kontoid kedua {t} atau {p}
3)      Kotoid ketiga {r] atau {l}
Contoh:
{str} pada {strategi}
{spr} pada {spinta}
{skr} pada{skripsi}
{skl} pada {sklerosis}
Karena kosakata asli bahasa Indonesia tidak mempunyai kluster, maka ketika menggunakan kluster kata-kata serapan, penutur bahasa Indonesia cenderung untuk menduasukuan dengan menambahkan {a} di antaranya. Misalnya, kata {pranko} sering diucapkan {parangko}, {slogan} diucapkan {salogan}, {klinik’} diucapkan {kalinik’}
Gugus konsonan disebut juga kluster yang ada dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:[4]
br seperti pada kata brahma dan labrak
bl seperti pada kata blangko dan semblih
by seperti pada kata objektif
dr seperti pada kata drama dan drakula
dw seperti pada kata dwi darma
dy seperti pada kata madya
fl seperti pada kata flannel dan inflasi
fr seperti pada kata frafer dan infra
gl seperti pada kata global dan gladiol
gr seperti pada kata gram dan grafis
kl seperti pada kata klasik dan klinik
kr seperti pada kata kritik dan kristen
ks seperti pada kata ksatria dan eksponen
kw seperti pada kata kwartir dan kwartet
pr seperti pada kata pribadi dan keprok
ps seperti pada kata  psikolog dan psikopat
sl seperti pada kata slogan dan salom
sp seperti pada kata spontan dan spesial
spr seperti pada kata  sprit dan spreyer
sr seperti pada kata srigala dan sronok
st seperti pada kata studio dan stasiun
str seperti pada kata strata dan strika
sw seperti pada kata swadaya dan swasta
sk seperti pada kata skla
skr seperti pada kata skripsi dan manuskrip
tr seperti pada kata tragedi dan trahum
ty seperti pada kata satya
catatan:
-          Gugus konsonan br seperti pada kata labrak dan gugus konsonan pr seperti pada kata keprok, secara ortografis menurut EYD dianggap sebagai deret konsonan karena suku katanya harus dipenggal menjadi lab. rak. dan kep. Rok
-          Seringkali untuk memindahkan lafal sebuah gugus konsonan kl pada kata klas dan gugus konsonan pr seperti pada kata praktik diselipkan vocal tengah sedang {a} sehingga lafalnya menjadi {kelas} dan {paraktak}. Sebaliknya bisa juga terjadi silabel berpola KV dijadikan silabel berpola KKV seperti kata {kalapa} menjadi {klapa}, dan kata {nagari} menjadi {nagri}.
Deret konsonan yang ada dalam bahasa Indonesia antara lain adalah:
bd seperti pada kata sabda
bh seperti pada kata subhat
bl seperti pada kata kiblat
hb seperti pada kata tahbis
hk seperti pada kata mahkamah
hl  seperti pada kata bahla, bahlul
hm seperti pada kata tahmid
ht seperti pada kata tahta
kb seperti pada kata takbir, akbar
kl seperti pada kata  iklan, coklat
km seperti pada kata sukma
kr seperti pada kata pokrol, takrir
ks seperti pada kata siksa, paksa
kt seperti pada kata bakti, bukti
lb seperti pada kata kalbu, talbiah
ld seperti pada kata kaldu, kaldera
lk seperti pada kata talking, palka
lm seperti pada kata halma, gulma
lp seperti pada kata pulpen, bolpoint
mb seperti pada kata sambut, timbul
mp seperti pada kata simpan, sampul
mpr seperti pada kata kompran
nc seperti pada kata hancur, lancip
ncl seperti pada kata kinclong
ncr seperti pada kata kencring
nd seperti pada kata janda, tunda
nj seperti pada kata janji, tanjung
np seperti pada kata tanpa
nt seperti pada kata nanti, pantun
ng seperti pada kata langgar, mangga
nk seperti pada kata nanka, bonkar
nkr seperti pada kata bankrut
ns seperti pada kata pinsan, sansi
pt seperti pada kata baptis, saptu
rb seperti pada kata karbon, terbang
rc seperti pada kata karcis
rd seperti pada kata kerdil, kardus,
rg seperti pada kata surga, harga
rh seperti pada kata berhala
rj seperti pada kata terjang, terjal
rk seperti pada kata berkas, harkat
rl seperti pada kata perlu
rm seperti pada kata norma, nirmala
rn seperti pada kata sirna, porno
rp seperti pada kata korpus
rs seperti pada kata sirsak
rt seperti pada kata kertas, karton
sb seperti pada kata tasbih
sk seperti pada kata miskin, riskan
sl seperti pada kata muslim
sr seperti pada kata mesra, pasrah
sp seperti pada kata puspa
rd seperti pada kata tardid
rr seperti pada kata tarrik
tm seperti pada kata ritme
tl seperti pada kata mutlak
xl seperti pada kata maxluk
catatan:
untuk memudahkan lafal seringkali deret konsonan hilang karena diselipi vocal tengan {a) seperti kata coklat menjadi cokalat, tasnih menjadi tasabih dan kata pasrah menjadi pasarah.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1.      Deretan fonem
Deretan fonem adalah merupakan urutan beruntun dari dua buah fonem atau lebih yang sejenis dalam sebuah kata. Deretan vocal adalah urutan vocal yang tidak tersisipi konsonan. Deretan konsonan adalah urutan dua konsonan atau lebih dalam suatu kata yang tidak tersisipi vocal. Deretan fonem adalah dua buah fonem yang berbeda, berada dalam silabel yang berbeda meskipun lataknya berdampingan.
2.      Diftong
Diftong merupakan vocal yang pada saat pengujarannya berubah kualitasnya, dalam tulisan diftong biasa dilambangkan oleh dua vocal yang berurutan, perbedaan diftong dengan deretan vocal adalah cara hembusan nafas.
Masalah diftong atau vokoid rangkap ini berhubungan dengan sonoritas atau tingkat kenyaringan suatu bunyi. Ketika dua deret bunyi vokoid diucapkan dengan satu hembusan udara, akan terjadi ketidaksamaan sonoritasnya. Salah satu bunyi vokoid lebih tinggi sonoritasnya disbanding dengan bunyi vokoid yang lain. Vokoid yang lebih rendah sonoritasnya lebih mengarah atau menyerupai bunyi nonvoid. Kejadian meninggi dan menurunnya onoritas inilah yang disebut diftong.
Bunyi diftong ini ada dua macam yaitu diftong menurun (falling diphthong) dan diftong menaik (rising diphthong).



3.      Kluster
Dalam bahasa-bahasa tertetu, bunyi kluster atau konsonan rangkap (dua atau lebih) ini merupakan bagian dari struktur fonetis atau fonotaktis yang disadari oleh penuturnya. Oleh karena itu, pengucapannya pun harus sesuai dengan struktur fonetis tersebut sebab kalau salah pengucapan akan berdampak pada pembedaan pada pembedaan makna.
B.     Saran
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih terdapat kekurangan dari sana sini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat relevan dari pembaca guna memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik dan berguna bagi pembaca















DAFTAR PUSTAKA
Chaer Abdul. (2013). Fonologi bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Muslich Masnur. (2015).  Fonologi bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara



[1] Masnur Muslich. (2015).  Fonologi bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 69-70
[2]  Abdul chaer. (2013). Fonologi bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta. Hal. 83-85
[3]  Masnur Muslich. (2015).  Fonologi bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 71-72
[4] Abdul chaer. (2013). Fonologi bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta. Hal. 83-85

1 comment: