BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Bahwa
kasih sayang, kewibawaan, dan tanggung jawab pendidikan, merupakan ruh dari
suatu pendidikan, ketiganya tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Ketiga hal tersebut dapat dikatakan sebagai prasyarat
dalam melaksanakan pendidikan. Tanpa kasih sayang anak akan berkembang menurut kemauannya sendiri, karena pendidik sama sekali tidak peduli terhadap
perkembangan anak didiknya. Anak didik bertindak semaunya tanpa peduli terhadap pendidiknya. Semua
upaya pendidik
mungkin akan dilecehkan oleh anak didiknya. Kalaupun anak patuh kepada pendidik, bukan berasal dari hati nuraninya,
melainkan mungkin karena paksaan atau merasa terpaksa. Tanpa tanggung jawab dari pendidik, upaya
pendidikan tidak akan memiliki arah dan tujuan, karena pendidik akan acuh dalam
melaksanakan tugasnnya sebagai orang dewasa yang harus membawa anak didiknya ke arah kedewasaan.
Begitu
pula seorang pendidik harus mempunyai kewibawaan tersendiri, Jika anak
sudah dapat mengakui kewibawaan pendidik, maka saat itulah dapat dimulai
pendidikan dan pengenalan norma yang sesungguhnya. Anak bukan sekedar harus
berbuat sesuai dengan norma secara paksa tanpa mengetahui normanya, melainkan
norma itu sendirilah yang diperkenalkan kepada peserta didik. Maka dari itu,
pendidik harus menjadikan diri sendiri menjadi perwujudan norma itu sendiri.
Selain itu, ada atau tidaknya pendidik sangat mempengaruhi sifat peserta didik
menghadapi norma.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana konsep kasih sayang dalam pendidikan?
2. Bagaimana konsep kewibawaan dalam pendidikan?
3. Bagaimana konsep tanggung jawab dalam pendidikan?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuannya adalah untuk:
1. Mengetahui konsep kasih sayang dalam pendidikan.
2. Mengetahui konsep kewibawaan dalam pendidikan pendidikan.
3. Mengetahui tanggung jawab pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Kasih Sayang dalam
Pendidikan
Kasih
sayang merupakan fitrah manusia, artinya setiap manusia ditakdirkan oleh Allah
SWT memiliki kasih sayang terhadap sesamanya. Dalam hal pendidikan, kasih
sayang harus mendasari semua upaya dalam membawa anak menuju tujuannya, yaitu
kedewasaan. Orang tua (ayah dan ibu) sudah pasti seharusnya mereka menumpahkan
kasih sayang terhadap anak-anaknya selama meraka membimbingnya sampai mencapai
dewasa.
Begitupun
juga seorang
guru sebagai pendidik, mereka harus menumpahkan kasih sayang pula terhadap anak
didiknya karena kasih sayang merupakan syarat mutlak dalam melakukan interaksi
dengan anak didiknya, baik di
dalam
kelas maupun di luar
kelas. Tanpa kasih sayang pendidikan takan bermakna apa-apa.
1. Makna Kasih Sayang
Kasih sayang merupakan pola hubungan
yang unik di antara dua
orang manusia atau lebih. Pola hubungan ini ditandai oleh adanya perasaan kasih
sayang, saling mengasihi, saling mencintai, saling memperhatikan dan saling
memberi. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa kasih sayang adalah
kebutuhan alami manusia sehingga akan mempengaruhi kehidupannya. Manusia tidak
bisa hidup tanpa makanan dan minuman, demikian juga manusia tidak bisa hidup
tanpa kasih sayang. Manusia mencintai dirinya dan ingin dicintai oleh orang
lain. Anak-anak lebih membutuhkan kasih sayang daripada orang dewasa.
Seorang anak tidak begitu peka
apakah ia tinggal di gunung atau di hutan, jenis pakaian apa yang dikenakan
atau menu makanan apa yang dimakan, anak tidak begitu peka tapi ia sangat peka
dengan perasaan orang lain terhadapnya. Kasih sayang merupakan suatu penyerahan
diri secara total dari pendidik (orang dewasa) tanpa pamrih kepada anak didik,
dengan tujuan mencapai tujuan pendidikan, yaitu kedewasaan. Dengan kasih sayang
seorang pendidik menyerahkan seluruh pribadinya demi kepentingan anak didik,
dengan tanpa memikirkan pembalasan apa yang diharapkan dari si anak.
Kasih sayang
adalah kebutuhan setiap orang, maka kasih sayang sedemikan dahsyat mempengaruhi
kehidupan anak manusia. Anak-anak yang dibesarkan dalam limpahan kasih sayang
akan tumbuh menjadi anak yang mandiri dan kuat dan memiliki ketajaman hati
nurani. Dengan kasih sayang yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya, anak
nantinya akan mampu memperlakukan orang lain dengan penuh kecintaan. Ketika ia dewasa ia akan belajar mencintai istriya, anak-anaknya, sahabat, dan masyarakat disekitarnya dengan maksimal. Manusia yang dicintai akan membalas kasih sayang orang yang mencintainya.
Karena manusia itu pada dasarnya sangat mencintai dirinya, maka ia juga akan
mencintai orang yang mencintai dirinya dan memandang dengan pandangan yang
positif. Begitu pula anak-anak yang tumbuh dalam lautan kasih sayang
orangtuanya akan memandang orangtuanya sebagai manusia yang baik, bisa
dipercaya dan patut didengar. Orangtua yang mencintai anaknya akan lebih banyak
manuai sukses dalam mendidik anak-anaknya.
Kasih sayang
mempengaruhi kesehatan fisik. Hati yang berbunga-bunga karena limpahan kasih
sayang akan menyehatkan saraf dan fisik. Anak-anak yang kenyang dengan kasih
sayang orangtuanya, tubuhnya lebih sehat dari anak-anak yang kurang mendapatkan
kasih sayang. Anak-anak yang besar dalam limpahan kasih sayang orangtua akan
menjadi anak-anak yang memiliki hati yang hangat.
Karena sudah merasakan kebahagiaan
kasih sayang dari orangtuanya. Kasih sayang juga akan menyelamatkan anak-anak
dari sifat-sifat kerdil. Anak-anak yang kurang atau tidak mendapatkan kasih
sayang orangtuanya akan tumbuh sebagai anak yang merasa terkucilkan. Ia akan
membenci orangtua dan orang lain dan besar kemungkinan akan menjadi anak-anak
yang suka melakukan hal-hal yang berbahaya.
2. Dampak Kasih
Sayang yang Berlebihan
Kasih sayang orangtua memang penting tapi kalau
terlalu berlebihan akan mendatangkan akibat yang tidak diharapkan. Kasih sayang
itu seperti air atau makanan kalau diberikan dengan ukuran yang tepat dan
dengan jumlah yang tepat, maka anak memberikan hasil yang maksimal, tapi kalau
tidak demikian akan berubah menjadi sesuatu yang tidak baik. Kasih sayang yang
terlalu berlebihan untuk anak-anak adalah pengkhianatan.
Anak-anak
itu bukan mainan orangtua, tapi ia adalah manusia yang masih kecil yang harus
dididik untuk menyongsong masa depannya. Orangtua harus sadar bahwa, suatu hari
mereka akan lepas dari mereka. Anak-anak juga tidak selamanya anak-anak. Mereka
akan tumbuh menjadi dewasa dan harus bergaul dalam
kehidupan sosial akan mengalami hal-hal yang menyenangkan, menyedihkan,
menyengsarakan dan membahagiakan.
Sebagai
orangtua yang baik, mereka harus mempersiapkan sesuatu untuk masa depan
anak-anak mereka. Mereka harus dididik supaya menjadi manusia yang tangguh di
hari esok. Jangan membiarkan mereka menjadi anak-anak yang tidak berdaya, lemah
dan selalu mengiba-iba uluran tangan orang lain.
Akibat negatif
kasih sayang berlebihan antara lain :
a.
Tumbuhnya sikap ingin diperlakukan
istimewa
b.
Anak akan mengalami masalah dalam
kehidupan rumah tangganya.
c.
Anak akan menjadi anak yang sangat
rentan dengan masalah, kehilangan kepercayaan diri, tidak berani mengmabil
resiko, tidak mau melakukan pekerjaan-pekerjaan yang penting dan selalu
mengharapkan uluran tangan oran lain.
d.
Anak tidak mau lagi mengembangkan
diri karena merasa cukup dengan apa yang diterimanya.
e.
Anak bisa jadi memiliki sifat
tercela, seperti sombong, egois, minimnya simpati untuk orang lain, dan
lain-lain.
3. Hidup Tanpa Kasih Sayang
Menurut Husain Mazhahiri (2002),
bahwa kecintaan/ kasih sayang meninggalkan bekasnya secara positif pada anak,
dan menjadikan perilakunya dimasa yang akan datang memilikisifat kasih sayang
dan kecintaan. Sebaliknya, andaikan suatu kecintaan hilang dari rumah tangga,
dan rumah tangga menjadi korban kebekuan dan kekerasan, maka masa depan anak
akan terlempar pada marabahaya, dan kepribadiannya, dimasa datang akan memiliki
sifat-sifat kekerasan dan emosional yang melampaui batas.
Jadi anak yang hidup tanpa kasih
sayang orang tuanya, pada masa yang akan datang setelah ia dewasa akan
menampakan kebenciannya terhadap masyarakat sekitar, dan menunjukan ketidak
peduliannya terhadap oarng lain. Ia tidak menunjukan jiwa tolong menolong dan
belas kasih sayang terhadap masyarakat sekitarnya, sehingga ia menjadi manusia
yang tidak berperasaan.
4. Peranan
Kasih Sayang Dalam Pendidikan
Peranan kasih sayang dalam pendidikan di sekolah
merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam membentuk sikap, kepribadian dan
perilaku anak disamping peran keluarga dan masyarakat. Banyak peran yang
semestinya dilakukan oleh seorang pendidik dalam menjalankan proses pendidikan,
diantaranya:
a.
Pendidik sebagai pembimbing
Dengan kasih sayang diberikan oleh
pendidik, anak akan mendapatkan bimbingan untuk menjalani kehidupan, baik yang
sedang dijalani saat ini maupun bekal kehidupan dimasa yang akan datang. Banyak
peserta didik yang tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya , pendidik
ditempatkan sebagai tempat bertanya, mengadu, meminta pendapat, berkeluh kesah,
curhat, berlindung dan posisi lainnya dalam diri seorang anak didik.
b.
Pendidik sebagai pembentuk
kepribadian
Seorang
pendidik yang baik akan memperhatikan tingkah laku peserta didiknya sebagai
bagian dari perannya dalam menjalankan proses pendidikan. Pembentukan
kepribadian anak disekolah merupakan hal yang tidak mudah, terbukti dari
beberapa pemberitaan media massa/ koran, seorang anak didik yang melakukan
bunuh diri karena ingin menyelamatkan harga diri dan rasa malu yang dialaminya
karenatidak dapat membayar uang sekolah.
c.
Pendidik sebagai tempat perlindungan
Tindakan
anak yang kabur dari rumah merekakarena diakibatkan tidak menemukan kasih
sayang dirumahnya. Dalam tindakan ini anak akan mencari perlindungan kepada
siapa saja yang dianggap dekat atau yang dapat memberikan perhatian, beruntung
jika mereka mendapat tempat berlindung pada orang yang berlatar belakang baik,
tetapi jika sebaliknya , maka akan berakibat merusak masa depannya.
Maka
semestinyasebagai seorang pendidik harus bisa menyikapi
permasalahan-permasalahan yang dihadapi para peserta didiknya, pendidik harus
dapat berlaku bijaksana , memberikan kasih sayang dan harus dapat memberikan
perlindungan terhadap anak didiknya.
d.
Pendidik sebagai figur tauladan
Seorang
pendidik harus berperilaku ramah, hangat dan selalu tersenyum, tidak
memperlihatkan muka kusam atau kesal, merespon pembicaraan atau pertanyaan anak
didik, sehingga akan menumbukan kondisi psikologis yang menyenagkan bagi anak
dan dapat menjadi contoh bagi para anak didiknya.
e.
Pendidik sebagai sumber pengetahuan
Pendidik
harus mentransfer pengetahuan dengan didasari oleh kasih sayang pada saat
memberikan materi dan bimbingan. Sebagai seorang pendidik juga harus
bertanggung jawab memikirkan sikap dan perilaku anak didiknya dikemudian hari.
Dalam proses pembeljaran dimana terjadi tranformasi pengetahuan, sikap memberi
dan melarang semestinya dilakukan secara hati-hati terhadap anak didiknya.
Pengetahuan dapat merubah sikap dan perilaku anak, perubahan dapat positif apabila
pengetahuan yang diterima anak sesuai dengan
masanya dan sebaliknya apabila tidak sesuai akan membentuk perilaku anak yang
negatif. Misalnya pendidikan seks yang diberikan guru dengan tidak hati-hati
akan berdampak pada perilaku yang salah tentang kehidupan seks. Oleh karena
itu, seorang guru dalam menyampaikan pengetahuan harus didasari dengan kasih
sayang.
Beberapa hal
yang mungkin terjadi apabila guru tidak berhati-hati dalam menyampaikan
pengetahuan :
1). Akan
merusak jalinan kasih sayang di antara guru dan anak didik.
2). Anak
akan belajar pada sumber lain yang apabila tidak di bimbing tidak menutup
kemungkinan menghasilkan perilaku yang tidak di harapkan.
3).Kurangnya
bimbingan dari guru sebagai pendidik akan menumbuhkan perilaku yang tiak bertanggung
jawab atas perbuatannya.
Dengan demikian jelaslah bahwa kasih sayang memegang
peranan penting, tidak hanya di lingkungan keluarga, tetapi sudah seharusnya di
sekolah, guru sebagai pengganti orang tua menumbuh kembangkan hubungan kasih
sayang dengan anak didiknya. Dengan ketulusan dan rasa kasih sayang yang
diberikan oleh seorang guru, anak didik akan merasa senang mengikuti proses
pendidikan di sekolah dan tujuan pendidikan akan mudah diwujudkan.
B. Konsep Kewibawaan dalam Pendidikan
Kewibawaan adalah suatu daya mempengaruhi yang terdapat
pada seseorang, sehingga orang lain yang berhadapan dengan dia, secara sadar
dan suka rela menjadi tunduk dan patuh kepadanya.
Pengenalan dan pengakuan kewibawaan
membutuhkan bahasa, sehingga pengenalan dan pengakuan wibawa itu berjalan
sejajar dengan tumbuhnya bahasa pada kanak-kanak. Bahasa merupakan tempat
pertemuan antara pendidik dan peserta didik. Dengan bahasa, peserta didik dapat
mengerti apa arti anjuran dan larangan dari pendidik, sehingga dengan demikian
dapatlah dikenal dan diakui berwibawa.
Guru sebagai seorang pendidik harus
memiliki kewibawaan dalam pembelajaran didalam kelas maupun kegiatan lain di
luar kelas. Interaksi atau hubungan pendidikan tersebut, biasanya diwarnai oleh
adanya aspek pendidikan yang didasari dengan kewibawaan. Hal ini menunjukan
bahwa adanya ikatan hakiki antara pendidikan dan kewibawaan, yakni kewibawaan
yang diperlukan oleh pendidikan.
Kewibawaan
merupakan syarat mutlak dalam pendidikan, artinya jika tidak ada kewibawaan makapendidikan
itu tidak mungkin terjadi. Sebab, dengan adanya kewibawaan segala bentuk
bimbingan yang diberikan oleh pendidik akan diikuti secara suka rela oleh anak
didik. Sebaliknya bila kewibawaan tidak ada, segala bentuk bimbingan dan
pendidikan tidak mungkin diturutioleh anak didik, sehingga tanpa kewibawaan,
pendidik akan kehilanggan predikatnya sebagai pendidik.
Tetapi hal
ini bukan berarti bahwa pendidikan harus melaksanakan kewibawaan secara ajeg
kepada anak didik sepanjang masa, melainkan harus selalu disesuaikan dengan
keselarasan bertambahnya kedewasaan anak didiknya.
1. Makna kewibawaan
Ciri utama
yang seharusnya dimiliki oleh seorang pendidik yaitu adalah adanya kewibawaan
yang terpancar dari dirinya terhadap anak didik. Kewibawaan adalah suatu pengaruh yang diakui
kebenaran dan kebesarannya, bukan sesuatu yang memaksa. Kewibawaan harus
berbanding dengan ketidak berdayaan anak didik, jika pendidik kemampuannya
tidak berbeda dengan anak didik, maka kewibawaan seorang pendidik tersebut akan
sukar ditegakan. Dengan demikian kewibawaan seorang pendidik akan diakui
apabila pendidik mempunyai kelebihan dari anak didik baik sikap, pengetahuan
maupun ketrampilannya.
Pendidik
harus memiliki kewibawaan dimata anak didik, karena anak didikmembutuhkan
perlindungan, bantuan, bimbingan, dan lain sebagainya dari seorang pendidik dan
seoarang pendidik harus bersedia untuk memenuhinya. Kewibawaan adalah suatu
daya memengaruhi yang terdapat pada seseorang, sehingga orang lain yang
berhadapan dengan dia, secara sadar dan suka rela menjadi tunduk dan patuh
kepadanya. Jadi barang siapa yang memiliki kewibawaan, akan dipatuhi secara
sadar dengan tidak terpaksa, dengan tidak merasa diharuskan dari luar, dengan
penuh kesadaran, keinsyafan, tunduk, patuh, menuruti semua yang dikehendaki
oleh pemilik kewibawaan itu.
2. Macam-macam
Kewibawaan
Ditinjau dari daya mempengaruhi
seseorang, maka kewibawaan dapat dibedakan menjadi:
a. Kewibawaan lahir
Yaitu kewibawaan yang timbul akibat kesan-kesan
lahiriah seseorang.
b. Kewibawaan batin
Seperti
adanya rasa cinta, adanya rasa demi kamu, adanya kelebihan batin dan ketaatan
kepada norma.
Dua macam kewibawaan itu harus ada dalam pendidikan.
3. Fungsi Kewibawan dalam Pendidikan
Selanjutnya akan kita bicarakan
mengenai fungsi-fungsi kewibawaan dalam pendidikan.Artinya pembawa yang
dipergunakan sampai waktu si anak menjadi dewasa, dan sesudah dewasa, gezag itu
dihentikan. Pendidikan terdapat dalam pergaulan antara orang dewasa dan
anak-anak. Sebagai pergaulan antar orang dewasa sesamanya, orang menerima dan
bertanggung jawab sendiri terhadap pengaruh-pengaruh pergaulan. Dalam hal ini
tampak bahwa fungsi kewibawaan yaitu membawa si anak ke arah pertumbuhannya
yang kemudian dengan sendirinya mengakui wibawa orang lain dan mau menjalankannya
juga.
4. Awal Penerimaan Kewibawaan Oleh Anak
Kewibaan itu menentukan bentuk
perlakuan yang harus diikuti serta menghalangi maupun menolak yang tidak
dikehendaki . Seandainya hal terakhir ini hanya dapat dilakukan dengan
pembuktian atau atas dasar keterikatan pada pribadi pendidik ataupun dengan
paksaan ,maka si anak akan tetap tinggal tak terdidik, sebab itu kewibawaan
merupakan syarat mutlak (conditio sine qua non) untuk mendidik.
Dari manakah anak didik mendaptkan
keberanian moral untuk mencoba menjalankan dan menuruti kewibawaannya ?
jawbannya adalah mereka akan mendapatkannya dalam rasa kasih yang menjadi
pengikat bagi mereka. Dalam kasih itu anak didik yang tak berdaya menurut
kodratnya itu menaruh (mencurahkan kepercayaannya), yang karena kemurniannya
menjadi pendorong dan pemberi semangat bagi pendidik untuk melakukan tugasnya
serta memberi kepadanya keyakinan akan kesanggupan diri sendiri.
Di dalam arti luas, pendidikan itu
mencakup tindakan di atas, tetapi dalam arti sempit, pendidikan baru dimulai
setelah anak menghayati kewibawaan pendidik, seperti dikatakan oleh Langeved (1980), bahwa pendidikan itu
baru dapat dimulai, apabila anak sudah mengakui atau menghayati kewibawaan
orang tua atau endidiknya, dan anak dapat mengakui kewibawaan pendidiknya,
apabila anak sudah memahami (mengerti) bahasa. Anak baru dipandang mengerti
bahasa apabila anak sudah berumur 3 tahun.
Karena itulah Langeved berpendapat, bahwa pendidikan anak yang sesungguhnya baru
dimulai pada umur 3 tahun. Kalau ada usaha pendidikan yang dimulai atau diberikan sebelum anak berusia 3 tahun, ini
disebutnya dengan pendidikan pendahuluan. Dalam pendidikan pendahuluan ini,
karena anak belum mengenal dan mengakui kewibawaan, maka boleh menggunakan rasa
takut, atau peringatan, agar anak didik mau menuruti apa yang dikehendaki atau
dilarang oleh pendidik.
5. Mempertahankan
Kewibawaan dalam Pendidikan
Pendidik
harus mempertahankan kewibawaan yang di milikinya sehingga kewibawaan tersebut
harus di pelihara dan di binanya langeveld (dalam umar tirtaraharja dkk 2000)
mengemukakan tigaseni kewibawaan untuk memeliharanya,yaitu:
a.
Kepercayaan
Pendidik
harus percaya bahwa dirinya bisa dan mampu mendidik dan juga harus percaya
bahwa anak didik dapat di didik.
b.
Kasih
sayank
Kasih
sayang mengandung dua makna yakni penyerahan diri kepada yang di kasih sayangi
dan pengendalian terhadap yang di sayangi.dengan penyerahan diri,pada pendidik
timbul kesediaan untuk berkorban berupa pengabdian dalam bekerja pengendalian
terhadap yang di sayangi agar anak didik
tidak berbuat sesuatu yang merugikan dirinya.
c.
Kemampuan
mendidik
Kemampuan
mendidik dapat dikembangkan melalui beberapa cara diantaranya pengkajian
terhadap ilmu pengetahuan khususnya ilmu pendidikan , mengambil manfaat
daripengalaman kerja dll.
Selain
ketiga hal di atas, dalam mempertahankan kewibawaan tersebut perlu didukung
oleh keadaan batin pemilik kewibawaan ( orang dewasa : orang tua, guru dan yang
lainnya ), yaitu :
1). Adanya
rasa cinta
Kewibawaan itu dapat
dimiliki seseorang apabila hidupnya penuh kecintaan dengan atau kepada orang
lain.
2). Adanya
rasa demi kamu
Adalah suatu sikap yang
dapat dilukiskan sebagai suatu tindakan, perintah atau anjuran bukan untuk
kepentingan memerintah tetapi untuk kepentingan orang yang diperintah.
3). Adanya
kelebihan batin
Seorang guru yang menguasai
bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya, bisa berlaku adil dan objektif,
bijaksana, merupakan contoh-contoh yang dapat menimbulkan kewibawaan batin.
4). Adanya
ketaatan kepada norma
menunjukkan bahwa dalam
tingkah lakunya dia sebagai pendukung norma yang sungguh-sungguh, selalu
menepati janji yang pernah di buat, displin dalam hal-hal yang yelah di
gariskan.
Selanjutnya
dalam melaksanakan kewibawaan pendidik hendaknya memperhatikan beberapa faktor
berikut :
(a). Perkembangan
anak sebagai pribadi
Pendidik hendaknya mengabdi
kepada perkembangan anak, mengembangkan
seluruh pribadi anak, baiak intelektualnya, emosinya, dan spiritualnya.
(b). Pendidik
memberi kesempatan kepada anak didik untuk berinisiatif, anak melakukan
kegiatan atas inisiatif sendiri.
Makin berkembangnya anak,
memberi inisiatif padanya makin besar dan luas, dan akhirnya diharapkan segala
perbuatannya atas dasar inisiatif sendiri bukan atas perintah dari pendidik.
(c). Kewibawaan dilaksanakan atas dasar kasih sayang kepada anak
Pendidik berbuat sesuatau
demi kepentingan anak didik, mengabdi kepada anak didik, bukan untuk
kepentingan pendidik.
6. Kewibawaan
dan Peserta Didik
Dapat dikatakan bahwa kewibawaan
ialah syarat mutlak (conditiosine qua non) untuk mendidik. Lengeveld
berpendapat bahwa pendidikan anak sesungguhnya baru dimulai pada umur 3 tahun.
Jika ada usaha yang dimulai atau diberikan sebelum anak berusia 3 tahun, ini
disebut dengan pendidikan pendahuluan.
Jika anak sudah dapat mengakui
kewibawaan pendidik, maka saat itulah dapat dimulai pendidikan dan pengenalan
norma yang sesungguhnya. Anak bukan sekedar harus berbuat sesuai dengan norma
secara paksa tanpa mengetahui normanya, melainkan norma itu sendirilah yang
diperkenalkan kepada perdik. Maka dari itu, pendidik harus menjadikan diri
sendiri menjadi perwujudan norma itu sendiri. Selain itu, ada atau tidaknya
pendidik sangat mempengaruhi sifat perdik menghadapi norma.
Adapun tahap-tahap proses penerimaan
norma adalah sebagai berikut:
a. Anak menghadapi pendidik sebagai
pendukung norma tertentu, yang selalu dilihatnya melaksanakan norma itu.
b. Anak kemudian mengerti
bahwa tindakan-tindakan tingkah laku pendidiknya itu diatur oleh norma.
c. Setelah anak menglihat
norma terlepas dan si pendukung norma, maka tindakan atau tingkah laku pendidik
sebagai pendukung norma, selalu dibandingkan dengan norma yang diketahui anak,
juga dengan peraturan atau norma yang dikatakan oleh pendidiknya itu.
d. Bila ternyata pendidik
mempunyai tingkah laku yang cocok dengan norma yang dikemukakannya atau
dinasehatinya, maka anak akan menerima norma itu dengan sukarela. Tetapi bila
perdidik tahu bahwa tindakan atau perbuatan pendidik itu tidak cocok atau
bahkan bertentangan dengan norma yang dinasihatkan, maka anak didik akan
menolaknya, dan tidak akan melaksanakan norma itu.
Maka dapat dikatakan perkembangan
kewibawaan anak didik ditandai dengan tumbuhnya kepercayaan. Dalam lingkungan
pendidikan, kepercayaan yang diberikan oleh pendidik kepada anak didik
mempunyai dua arti:
a. Bahwa keinginan
pendidik untuk terus mengikat pribadi anak didik pada dirinya telah dapat
diatasi oleh pendidik itu.
b. Bahwa kepercayaan itu
merupakan tempat sumber bagi anak didik untuk tumbuh dan berkembang.
Kepercayaan itu memberikan dorongan
kepada peserta didik agar ia berani dan penuh keyakinaan berusaha supaya ia
menjadi dewasa, kedewasaan dapat dikatakan akhir masa pendidikan dalam arti
apabila menusia itu telah dianggap menjalankan kewibawaan atas diri dan segala
sesuatu yang dipercaya dan disamping itu tetap mengakui serta menurut kepada
kewibawaan yang lebih besar dan tinggi.
C. Konsep Tanggung Jawab dalam
Pendidikan
Manusia adalah makhluk yang mempunyai tanggung jawab
dan kewajiban. Setiap manusia mempunyai tanggung jawab terhadap orang lain,
terutama terhadap orang-orang yang berada dibawah kekuasaannya,
pemimpin bertanggung jawab atas apa
yang dipimpinnya sehingga seorang pemimpin atau penguasa akan ditanya tentang
rakyatnya, seorang laki-laki bertanggung jawab atas keluarganya, seorang istri
akan bertanggung jawab di rumah dan anak suaminya begitu juga seorang pendidik
memiliki tanggung jawab terhadap anak didiknya, orang tua anak didik,
masyarakat, bangsa dan Tuhan, tentang apa yang telah dikerjakannya.
1. Pengertian
tanggung jawab
Tanggung jawab dalam arti harfiah ialah tanggungan
beban untuk menjawab atau lebih tegasnya adalah tanggungan beban untuk
menerangkan suatu kelakuan tertentu. Bertanggung jawab selalu dalam hubungan
dengan orang lain. Bertanggung jawab dapat menerangkan perbuatan kita dan
kepentingan kita dengan orang lain. Tidak mengganggu orang lain berarti dewasa
secara sosial, dewasa secara sosial berarti dapat bertanggung jawab atas segala
perbuatan.
Bertanggung jawab dimaksudkan sebagai suatu keadaan
dimana semua tindakan atau perbuatan atau sikap merupakan penjelmaan dari
nilai-nilai moral serta nilai-nilai luhur kesusilaan dan keagamaan. Bisa juga
dikatakn bahwa bertanggung jawab berarti dapat didakwa berdasarkan nilai-nilai
moral dan nilai-nilai susila maupun nilai-nilai agama. Dengan kata lain
bertanggung jawab berarti berada dalam tatanan norma, kesusilaan dan agama, dan
tidak di luarnya.
2. Pendidikan
dan Tanggung Jawab
Menyinggung masalah peserta didik, khususnya pada
tingkat dewasa, hendaknya para pendidik harus mengetahui apa yang disebut
kedewasaan. Karena pada hakekatnya pendidikan adalah mendewasakan anak.
Kedewasaan adalah ketika peserta didik telah bertanggung jawab atas keadaan
dirinya baik secara psikologis, paedagogis, biologis dan sosiologis.
Disekolah guru merupakan pendidik yang paling
bertanggung jawab dalam membimbing anak didik untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional yakni adalah berkembangnnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab yang tercantum dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003.
Hasil
pendidikan adalah manusia yang bertanggung jawab seperti yang dijelaskan dalam
tujuan pendidikan nasional tadi bahwa, tujuan pendidikan nasional adalah
membentuk manusia sosial yang cakap dan warga negara demokratis serta
bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan dan tanah air. Rumusan
tujuan pendidikan terdiri atas dua bagian, yaitu :
a. Tujuan individual : membentuk manusia susila yang
cakap. Istilah manusia susila yang cakap dimaksudkan bahwa setiap manusia
indonesia harus mendapat pendidikan dan pengajaran sehingga manusia Indonesia
menjadi manusia yang susila dan juga cakap. Bukan individu yang susila tetapi
tidak cakap, juga bukan individu yang cakap tetapi tidak susila. Karena
individu susila yang tidak cakap tidak akan menjadikan sejahtera dan kemakmuran
bangsanya. Dan individu yang cakap
tetapi tidak susila dapat berbahaya bagi bangsa dan masyarakat sebab kecakapan
yang dimiliki digunakan untuk menjalankan kejahatan terhadap bangsanya,
masyarakatnya atau menjadi manusia yang tidak bertanggung jawab.
b .Tujuan kemasyarakatan : membentuk warga negara
demokratis serta tanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Jadi yang dikehendaki adalah warga negara yang berjiwa demokratis dan sekaligus
tanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Dalam
melaksanakan tanggung jawabnya, manusia dapat dilihat dari dua aspek yakni :
1)
Manusia sebagai Makhluk Tuhan
Manusia
sebagai makhluk tuhan berkewajiban untuk melaksanakan segala perintahnya dan
segala larangannya. Dalam ajaran islam ada tiga inti ajaran islam yaitu: iman,
islam, dan ihsan. Dalam hal ini Allah telah memberi petunjuk melalui Al-Quran
dan sunnah, bagaimana manusia harus beriman (ingat rukun iman) bagaimana
manusia harus menjalankan syariat islam (ingat rukun islam), dan bagaimana
manusia harus berbuat baik, dalam berbuat baik kepada Allah, dan berbuat baik
kepada sesama manusia, maupun berbuat baik kepada sesama makhluk lainnya (misalnya),
serta berbuat baik kepada alam dan lingkungannya, manusia sama sekali tidak
boleh merusak alam (menjarah hutan, merusak keseimbangan kehidupan).
Pendidik
sebagai makhluk tuhan dalam hidup dan kehidupannya senantiasa harus tunduk dan
taat untuk melaksanakan aturan-aturan tuhan tersebut. Karena itu seorang guru
sebagai pendidik di sekolah, sudah seharusnya memahami nilai-nilai/norma-norma
agama dan sekaligus sudah dapat melaksanakannya dalam segalan aspek
kehidupannya.
2) Manusia dalam hubungannya dengan Sesama
Manusia dan Alam
(a). Tanggung jawab Manusia terhadap
Keluarga
Allah swt.
telah berfirman di dalam Al-Quran, “wahai
oran g-orang yang beriman, perliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnnya adalah manusia dan baku penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai allah terhadap apa-apa yang
diperintahkan-nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan
(Q.S. At-Tahrim : 6)
(b). Tanggung jawab terhadap
Sanak-kerabat
Rasulullah
saw bersabda, “aku berpesan kepada umatku baik yang hadir maupun yang tidak
hadir, maupun yang kini mereka masih berada dalam tulang sulbi ayah atau rahim
ibu mereka hingga hari kiamat, hendaklah mereka menjalin silaturahmi dengan
sanak kerabat mereka, karena silaturahmi merupakan bagian dari agama.
(c). Tanggung jawab manusia terhadap masyarakat
Pada hakekatnya manusia tidak bisa
hidup tanpa bantuan manusia lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai mahluk
sosial. Karena membutuhkan manusia lain maka ia harus berkomunikasi dengan
manusia lain. Sehingga dengan demikian manusia disini merupakan anggota
masyarakat yang tentunya mempunyai tanggung jawab seperti anggota masyarakat
yang lain agar dapat melangsungkan hidupnya dalam masyrakat tersebut. Wajarlah
apabila segala tingkah laku dan perbuatannya harus dipertanggung jawabkan
kepada masyarakat.
(d). Tanggung jawab manusia tehadap alam
Allah Swt
telah menciptakan alam dan telah memberikan kepada manusia yang dengan
kemampuan itu manusia dapat menyingkap beberapa rahasia alam dan
memanfaatkannya untuk membangun alam dan kehidupan yang lebih baik.
Oleh karena
itu manusia harus menghargai segala nikmat Allah dan menggunakan pada
tempatnya. Menusia harus menganggap barang tambang berharga itu sebagai nikmat
Allah yang diciptakan untuk dimanfaatkan oleh mereka buakn untuk
dihambur-hamburkan dan disia-siakan.
3. Tindakan yang berkaitan dengan
Bertanggung Jawab
Untuk membahas tindakan yang
bertanggung jawab khususnya disekolah, perlu dikemukakan contoh-contoh berikut:
Ada seorang guru sekolah dasar setiap pagi setiap pagi
selalu datang setengah jam sebelum pembelajaran di sekolah dimulai. Hal
tersebut selalu dilakukan baik pada hari hujan maupun tidak.
Waktu pulang ia selalu yang terakhir, sebab setelah
lonceng tanda sekolah berbunyi dan setelah murid-muridnya pulang, guru ini
terlebih dahulu memeriksa kelasnya, barangkali ada kapur yang tertinggal dimeja.
Kapur itu walau hanya sepotong ia masukan kedalam lemarinya. Kemudian
diperiksanya semua bangku atau meja murid-muridnya kalau ada barang
murid-muridnya yang tertinggal.
Sebelum pulang, sebentar seorang guru menghadap kepada
kepala sekolah dan mohon diri memberitahukan bahwa ia akan pulang. Setelah itu
barulah ia pulang. Guru semacam ini merupakan contoh dari manusia yang sudah
bertanggung jawab.
Seorang guru harus bertanggung jawab terhadap tugasnya
sebagai guru, yaitu mendidik dan mengajar anak-anak yang telah dipercayakan
orang tua anak kepadanya. Sekarang sudah ada undang-undang No. 14 tahun 2005
tentang guru dan dosen yang merupakan suatu landasan moral bagi guru untuk
menjalankan tugasnya secara profesional karena itu guru yang bertanggung jawab
senantiasa akan berbuat dan bertindak tidak keluar dari undang-undang tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat
disimpulkan bahwa :
1.
Konsep
Kasih Sayang Dalam Pendidikan
Kasih
sayang merupakan fitrah manusia, artinya setiap manusia ditakdirkan oleh Allah
SWT memiliki kasih sayang terhadap sesamanya. Dalam hal pendidikan, kasih
sayang harus mendasari semua upaya dalam membawa anak menuju tujuannya, yaitu
kedewasaan. Orang tua (ayah dan ibu) sudah pasti seharusnya mereka menumpahkan
kasih sayang terhadap anak-anaknya selama meraka membimbingnya sampai mencapai
dewasa.
Begitupun
juga seorang guru sebagai pendidik, mereka harus menumpahkan kasih sayang pula
terhadap anak didikannya karena kasih sayang merupakan syarat mutlak dalam
melakukan interaksi dengan anak didiknya, baik didalam kelas maupun diluar
kelas. Tanpa kasih sayang pendidikan takan bermakna apa-apa.
2. Konsep Kewibawaan dalam Pendidikan
Kewibawaan adalah suatu daya mempengaruhi yang terdapat
pada seseorang, sehingga orang lain yang berhadapan dengan dia, secara sadar
dan suka rela menjadi tunduk dan patuh kepadanya.
Guru sebagai seorang pendidik harus
memiliki kewibawaan dalam pembelajaran didalam kelas maupun kegiatan lain di luar
kelas. Interaksi atau hubungan pendidikan tersebut, biasanya diwarnai oleh
adanya aspek pendidikan yang didasari dengan kewibawaan. Hal ini menunjukan
bahwa adanya ikatan hakiki antara pendidikan dan kewibawaan, yakni kewibawaan
yang diperlukan oleh pendidikan.
Kewibawaan
merupakan syarat mutlak dalam pendidikan, artinya jika tidak ada kewibawaan
maka pendidikan itu tidak mungkin terjadi. Sebab, dengan adanya kewibawaan
segala bentuk bimbingan yang diberikan oleh pendidik akan diikuti secara suka
rela oleh anak didik. Sebaliknya bila kewibawaan tidak ada, segala bentuk
bimbingan dan pendidikan tidak mungkin dituruti oleh anak didik, sehingga tanpa
kewibawaan, pendidik akan kehilanggan predikatnya sebagai pendidik.
3. Konsep Tanggung Jawab dalam Pendidikan
Manusia adalah makhluk yang
mempunyai tanggung jawab dan kewajiban. Setiap manusia mempunyai tanggung jawab
terhadap orang lain, terutama terhadap orang-orang yang berada dibawah
kekuasaannya, pemimpin bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya sehingga
seorang pemimpin atau penguasa akan ditanya tentang rakyatnya, seorang
laki-laki bertanggung jawab atas keluarganya, seorang istri akan bertanggung
jawab di rumah dan anak suaminya begitu juga seorang pendidik memiliki tanggung
jawab terhadap anak didiknya, orang tua anak didik, masyarakat, bangsa dan
Tuhan, tentang apa yang telah dikerjakannya.
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka
dapat disarnkan sebaiknya :
1.
Konsep
Kasih Sayang Dalam Pendidikan
Seharusnya
sebagai seorang pendidik mereka harus
menumpahkan kasih sayang pula terhadap anak didikannya bukan hanya sekedar
mengajar saja karena kasih sayang merupakan syarat mutlak dalam melakukan
interaksi dengan anak didiknya, karena tanpa kasih sayang pendidikan takan
bermakna apa-apa.
2. Konsep Kewibawaan dalam Pendidikan
Seharusnya
sebagai seorang pendidik harus mempunyai kewibawaan tersendiri bagi para anak
didiknya sehingga secara sadar dan suka rela anak didik akan menjadi tunduk dan
patuh kepadanya.
Guru sebagai seorang pendidik harus
memiliki kewibawaan dalam pembelajaran didalam kelas maupun kegiatan lain di
luar kelas.
3. Konsep Tanggung Jawab dalam Pendidikan
Seharusnya sebagai seorang pendidik
yang baik harus bertanggung jawab dengan apa tugas yang hendak dilaksanakannya
dalam mendidik anak didiknya karena manusia adalah makhluk yang mempunyai
tanggung jawab dan kewajiban.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Sadulloh, U. Dkk. (2010). Pedagogik
(Ilmu Mendidik). Bandung : Alfabeta
-
Purwanto, N. (2007). Ilmu Pendidikan
Teoritis dan Praktis. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
-
Sadulloh, U. Robandi, B. Muharam, A.
(2007). Bandung : Cipta Utama
-
Sadulloh, U. Robandi, B. Muharam, A.
(2009). Bandung : UPI Press




No comments:
Post a Comment