PEMIKIRAN-PEMIKIRAN DALAM PEMBARUAN PEMBELAJARAN IPS
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Pembelajaran IPS
Nama Dosen : Hanikah,
M.Pd
Disusun Oleh :
1.
Aulia Ulva (130641079)
2.
Daliah (130641058)
3.
Reni Triana (130641069)
4.
Rosidin (130641062)
5.
Tiwi
Noviyanti (130641042)
6.
Wahyu
Rosidin (130641073)
7.
Yuliana
ayuningsih (130641052)
Kelompok : 3
Kelas : SD13-A2
Semester : 4
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Salawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada nabi kita Muhammad SAW.
Penyusunan
makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pembelajaran IPS.
Di dalam makalah ini membahas tentang “Pemikiran-Pemikiran dalam Pembelajaran
IPS” yang menguraikan mengenai upaya pembaruan social studies di Amerika Serikat dan di Australia, upaya pembaruan
pembelajaran IPS di Indonesia, kemampuan berfikir untuk siswa Sekolah Dasar,
dan pendekatan inquiri untuk siswa Sekolah Dasar.
Terima
kasih penulis sampaikan kepada :
1.
Hanikah, M.Pd selaku Dosen Pengampu mata kuliah
Pembelajaran IPS,
2.
Teman-teman kelas
SD13-A2 yang telah memberikan kontribusi baik langsung maupun tidak langsung
dalam pembuatan makalah ini,
3.
Kedua orang tua dan
segenap keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan maupun do’a
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Penyusun
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan supaya
kami bisa lebih baik lagi untuk kedepannya. Semoga makalah ini bermanfaat
khususnya bagi kami dan umumnya bagi kita semua.
Cirebon, April 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR
ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
....................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah
................................................................................ 2
C.
Tujuan
.................................................................................................. 3
D.
Pemecahan Masalah
............................................................................. 3
E.
Metodelogi penulisan
............... ............................................................ 3
F.
Sistematika Penulisan
........................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A.
Upaya Pembaruan Social Studies di Amerika Serikat dan di
Australia 5
B.
Upaya Pembaruan
Pembelajaran IPS di Indonesia
............................. 12
C.
Kemampuan Berfikir
untuk Siswa Sekolah Dasar
.............................. 15
D.
Pendekatan Inquiri
untuk Siswa Sekolah Dasar .................................. 18
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
.......................................................................................... 22
B.
Saran ..................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA
..................................................................................... 24
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Globalisasi, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek), serta pembangunan di berbagai bidang/aspek kehidupan membawa perubahan dalam diri manusia, masyarakat dan
lingkungan hidupnya. Serentak dengan pengaruh globalisasi, kemajuan iptek, dan laju pembangunan, terjadi pula dinamika masyarakat.
Terjadi perubahan sikap terhadap nilai-nilai yang sudah ada. Sehingga adanya
pergeseran sistem nilai yang membawa perubahan dalam hubungan interaksi manusia
dengan masyarakatnya. Dengan demikian, pengaruh globalisasi, iptek, dan pembangunan tidak saja akan melahirkan
perubahan-perubahan yang menyangkut bidang material atau lahiriah, tetapi pada
hakekatnya akan membawa juga perubahan-perubahan yang menyangkut bidang mental
atau batin, yakni perubahan nilai-nilai hidup manusia.
Bertolak dari pendapat yang dikemukakan oleh Sapriya (2009), maka peserta
didik perlu dibekali dengan empat diminsi program pendidikan IPS yang
komprehensif, meliputi :
1.
Dimensi pengetahuan (Knowledge),
2.
Dimensi keterampilan (Skills),
3.
Diminsi nilai dan sikap (Values and Attitudes),
4.
Dimensi tindakan (Action).
Melalui pembekalan peserta didik dengan empat diminsi pembelajaran IPS itu,
maka diharapkan mereka dapat hidup di masyarakat dengan baik, dan dapat
memecahkan masalah-masalah pribadi maupun masalah-masalah sosial. Untuk bisa
mencapai ke arah itu, maka dalam
pengembangan pembelajaran IPS di sekolah, seperti dikemukakan oleh Sapriya
(2009), harus didasarkan pada landasan pendidikan IPS (PIPS), yang meliputi :
landasan filosofis, ideologis, sosiologis, antropologis, kemanusiaan, politis,
psikologis, dan religius.
Dalam rangka pengembangan pembelajaran IPS atau
memahami masalah pendidikan IPS dengan berpedoman pada landasan-landasan itu,
maka seperti dikemukakan oleh Sapriya (2009), seseorang hendaknya memiliki
pemahaman yang baik tentang disiplin ilmu-ilmu sosial yang meliputi struktur,
ide fundamental, pertanyaan pokok (mode of inquiry), metode yang
digunakan dan konsep-konsep setiap disiplin ilmu, disamping pemahamannya
tentang prinsip-prinsip kependidikan dan psikologis serta permasalahan sosial.
Berkaitan dengan hal tersebut, sejak zaman john Dewey (1859-1952) pemikiran
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran telah menjadi obsesi. Walaupun pada
masa itu pemikirannya masih bersifat umum, namun cukup dijadikan pijakan bagi
para pengikutnya. Inkuiri merupakan salah satu pendekatan yang saat ini digunakan
oleh para pengembang kurikulum khususnya di sekolah-sekolah Australia dan
Amerika Serikat sebagai suatu pendekatan dalam proses belajar mengajar PIPS.
Berdasarkan
pemaparan latar belakang di atas, maka makalah ini membahas mengenai “Pemikiran-pemikiran
dalam Pembaruan Pembelajaran IPS” yang meliputi upaya pembaruan social studies di Amerika Serikat dan di
Australia, upaya pembaruan pembelajaran IPS di Indonesia, kemampuan berfikir
untuk siswa Sekolah Dasar, dan pendekatan inquiri untuk siswa Sekolah Dasar.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalahnya
adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana upaya
pembaruan social studies di Amerika
Serikat dan di Australia?
2.
Bagaimana upaya
pembaruan pembelajaran IPS di Indonesia?
3.
Bagaimana kemampuan
berfikir untuk siswa Sekolah Dasar?
4.
Bagaimana pendekatan
inquiri untuk siswa Sekolah Dasar?
C.
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuannya adalah untuk :
1.
Mengetahui upaya
pembaruan social studies di Amerika
Serikat dan di Australia.
2.
Mengetahui upaya
pembaruan pembelajaran IPS di Indonesia.
3.
Mengetahui kemampuan
berfikir untuk siswa Sekolah Dasar.
4.
Mengetahui pendekatan
inquiri untuk siswa Sekolah Dasar.
D. Pemecahan Masalah
Dalam
memecahkan masalah, penulis menggunakan pendekatan deskriptif analitik, yaitu
dengan memaparkan teori-teori dari berbagai literatur secara teliti dan kritis
yang relevan dengan permasalahan tersebut.
E. Metodelogi Penulisan
Pada
penelitian ini digunakan metode deskriptif, merupakan suatu metode yang
memusatkan pada pemecahan yang aktual. Data dikumpulkan dari berbagai
literatur, kemudian disusun, di analisis serta dijelaskan dan selanjutnya
disimpulkan.
F. Sistematika Penulisan
Kata
Pengantar
Daftar
Isi
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan Penulisan
D.
Pemecahan Masalah
E.
Metodelogi Penulisan
F.
Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A.
Upaya Pembaruan Social Studies di Amerika Serikat dan di
Australia
B.
Upaya Pembaruan
Pembelajaran IPS di Indonesia
C.
Kemampuan Berfikir untuk
Siswa Sekolah Dasar
D.
Pendekatan Inquiri
untuk Siswa Sekolah Dasar
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
Daftar
Pustaka
BAB II
PEMBAHASAN
A. Upaya Pembaruan Social Studies di Amerika Serikat dan di
Australia
1.
Upaya
Pembaruan Social Studies di Amerika
Serikat
Bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang masuk
ke Indonesia adalah berasal dari Amerika Serikat, yang disebut dengan social
studies. Pertama kali social studies dimasukkan dalam kurikulum
sekolah adalah di Rugby (Inggris) pada tahun 1827, atau sekitar setengah abad
setelah Revolusi Industri (abad 18), yang ditandai dengan perubahan penggunaan
tenaga manusia menjadi tenaga mesin. Latar belakang dimasukkannya social
studies dalam kurikulum sekolah di Amerika Serikat berbeda dengan di
Inggris karena situasi dan kondisi yang menyebabkannya juga berbeda. Penduduk
Amerika Serikat terdiri dari berbagai macam ras diantaranya ras Indian yang
merupakan penduduk asli, ras kulit putih yang datang dari Eropa dan ras Negro
yang didatangkan dari Afrika untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan negara
tersebut.
Pada awalnya penduduk Amerika Serikat yang multi ras
itu tidak menimbulkan masalah. Baru setelah berlangsung perang saudara antara
utara dan selatan atau yang dikenal dengan Perang Budak yang berlangsung tahun
l861-1865 dimana pada saat itu Amerika Serikat siap untuk menjadi kekuatan
dunia, mulai terasa adanya kesulitan, karena penduduk yang multi ras tersebut
merasa sulit untuk menjadi satu bangsa. Selain itu juga adanya perbedaan sosial
ekonomi yang sangat tajam. Para pakar kemasyarakatan dan pendidikan berusaha
keras untuk menjadikan penduduk yang multi ras tersebut menjadi merasa satu
bangsa yaitu bangsa Amerika. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan
memasukkan social studies ke dalam kurikulum sekolah di negara bagian
Wisconsin pada tahun 1892. Setelah dilakukan penelitian, maka pada awal abad
20, sebuah Komisi Nasional dari The National Education Association memberikan
rekomendasi tentang perlunya social studies dimasukkan ke dalam
kurikulum semua sekolah dasar dan sekolah menengah Amerika Serikat.
Wujud social studies ketika lahir merupakan
semacam ramuan dari mata pelajaran sejarah, geografi dan civics (kewarganegaraan).
Di samping sebagai reaksi para pakar Ilmu Sosial terhadap situasi sosial di
Inggris dan Amerika Serikat, pemasukan social studies ke dalam kurikulum
sekolah juga dilatarbelakangi oleh keinginan para pakar pendidikan. Hal ini
disebabkan mereka ingin agar setelah meninggalkan sekolah dasar dan menengah,
para siswa menjadi warga negara yang baik, dalam arti mengetahui dan menjalankan
hak-hak dan kewajibannya, dapat hidup bermasyarakat secara seimbang, dalam arti
memperhatikan kepentingan pribadi dan masyarakat. Untuk mencapai tujuan
tersebut, para siswa tidak perlu harus menunggu belajar Ilmu-ilmu Sosial di
perguruan tinggi, tetapi sebenarnya mereka sudah mendapat bekal pelajaran IPS
di sekolah dasar dan menengah.
Adanya
pembaruan pendidikan di Amerika Serikat saat ini telah menyadarkan para
pendidik dan masyarakat umum tentang banyaknya kelemahan dalam program
pembelajaran social studies. Banyak
program pembaruan telah didukung oleh Dewan Nasional Social Studies (the National Council for the Social Studies-NCSS).
Dan kelompok profesional lainnya yang berpengaruh. Namun beberapa upaya mulia
ini menjadi terpecah-pecah dan seringkali mempersempit lapangan social studies karena tekanannya pada
pembelajaran disiplin ilmu yang terpisah-pisah (sejarah, geografi,
kewarganegaraan) tanpa mengkaji hubungan dengan kurikulum secara menyeluruh.
Memerhatikan kurangnya hubungan yang menyeluruh ini menyebabkan badan-badan
pemerintah Asosiasi Kesejarahan Amerika (AHA) dan NCSS memanggil Komisi
Nasional untuk memberikan pemikiran tentang cara-cara meningkatkan kualitas
pembelajaran mata pelajaran social
studies. Dua organisasi dan organisasi lainnya mendirikan Komisi Nasional Social Studies di sekolah-sekolah. Komisi
ini mengkaji muatan isi dan efektivitas pembelajaran social studies, dan menyusun beberapa prioritasnya. Pada tahun
1989, Komisi Tenaga Pelaksanaan Kurikulum menyebarkan temuan-temuannya terhadap
masyarakat pendidikan dan masyarakat umum. Pandangan tentang program social studies abad XXI yang
komprehensif diantaranya sebagai berikut :
a.
Kurikulum social studies yang lengkap memberikan
pengalaman belajar yang konsisten dan bersifat kumulatif sejak taman
kanak-kanak (TK) sampai sekolah menengah. Pada setiap jenjang pendidikan para
siswa harus menjadikan pengetahuan dan keterampilan yang pernah dipelajari
sebagai andalan dan harus pula mempersiapkan diri untik memasuki jenjang
pendidikan berikutnya.
b.
Social studies memberikan
hubungan yang jelas antara humanitis dan disiplin ilmu-ilmu sosial dan
ilmu-ilmu alam. Integrasi dari ilmu-ilmu lainnya harus ditingkatkan, bila
mungkin untuk membantu para siswa memahami saling keterkaitan diantara
cabang-cabang ilmu pengetahuan.
c.
Materi pembelajaran social studies jangan hanya dijadikan sebagai pengetahuan
yang harus diterima dan diingat saja, tetapi juga sebagai bahan yang bisa
dikaji dan diperdebatkan melalui pertanyaan-pertanyaan (inquiries). Misalnya, para siswa harus sampai menyadari bahwa
peristiwa-peristiwa saat ini terjadi karena adanya perbuatan orang-orang masa
dahulu.
d.
Membaca, menulis,
mengamati, berdebat, bermain peran dalam pengadilan tidak sungguhan atau
bermain simulasi, bekerja dengan menggunakan data statistik, dan menggunakan
kemampuan berpikir kritis harus menjadi bagian integral di dalam pembelajaran social studies. Strategi pembelajaran
harus membantu para siswa menjadi peserta didik yang independen dan kooperatif
yang mampu mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, pengambilan keputusan,
bernegosiasi, dan dapat menyelesaikan konflik.
Dari beberapa
rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komisi Nasional Social Studies Amerika Serikat ini terdapat dua sisi pokok yakni
tentang perumusan bahan pembelajaran dan strategi pembelajaran untuk social studies. Komisi ini mengusulkan
agar bahan pembelajaran diorganisasikan secara terpadu (integrated), bukan hanya antar disiplin ilmu-ilmu sosial melainkan
juga antar disiplin ilmu sosial, ilmu alam dan humanitis. Sementara strategi
pembelajaran yang diusulkan antara lain strategi belajar yang dapat
mengembangkan kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengambil
keputusan. Strategi yang dituntut oleh komisi ini tampaknya cenderung mengarah
kepada perlunya pengembangan strategi pembelajaran atau pendekatan inquiri
karena pendekatan ini memiliki karakteristik tentang kemampuan-kemampuan
belajar di atas.
2.
Upaya
Pembaruan Social Studies di Australia
Di
Australia, social studies sebagai
suatu mata pelajaran yang di berikan sejak sekolah dasar sampai dengan sekolah
menengah (P-10) di anggap sebagai mata pelajaran yang mempunyai kedudukan
penting di seluruh Negara bagian. Hal ini disebabkan oleh adanya kesadaran yang
semakin meningkat di kalangan penduduk Australia terhadap masalah-masalah
ekonomi, politik, lingkungan, sosial dan masalah-masalah pribadi yang memerlukan
adanya kemampuan untuk mengatasinya. Pada tahun 1989, Dewan Pendidikan
Australia (the Australian Education
Council) berhasil menyepakati tujuan pendidikan nasiaonal yang disahkan
pada konferensi Hobart dan diberi nama
“The Common and Agreed National Goals for Schoolingin Australia”. Satu dari
sepuluh buah tujuan yang berkaitan langsung dengan social studies dan sekaligus berisi pesan tentang perlunya
membangun warga Negara yang berpartisipasi aktif dalam masyarakat demokratis
adalah tujuan yang ke-7 yakni, “To
develop knowledge, skills, attitudes, and values which will enable students to
participate as active and in-formed citizens in our democratic Australian
society within aninternational context.” (curriculum corporation, 1994:57)
Sebelum di rumuskan
tujuan nasional, tujuan social studies
di Australia, di Negara bagian Victoria, tercantum di dalam dokumen kurikulum
social studies tahun 1987 (social education framework: P-10) sebagai berikut :
“The social education program must make
understand-ings about their own society accessible to all students, emphasizing
shared elements as well as recognizing diversity the second major goal of
social education is to enable students to participate effectively in society”
(ministry of education, 1989:8)
Untuk mencapai tujuan
yang ke-2 , pendekatan yang cukup fleksibel adalah dengan cara belajar inquiri.
Pendekatan ini secara eksplisit di tegaskan di dalam dokumen (framework) sebagai berikut :
“The
two main goals of social education-promoting understanding about society and
how to participate in it effecvitity-are achieved through the inquiry process,
in which students are encouraged to ask question and find answers. The inquiry
process consists of teaching strategies and learn-ing activities that encourage
systematic student investigation” (ministry of education, 1987:19).
Setiap guru yang
menggunakan pendekatan ini secara langsung akan menerapkan proses belajar
mengajar aktif, artinya setiap siswa akan terlibat aktif dalam proses belajar
di kelas (Marsh,1994: 20). Sejalan dengan karakteristik pembelajaran inquiri
yang di awali dengan pelontaran pertanyaan atau berbasis masalah, maka para
siswa di tantang oleh sejumlah pertanyaan sehingga terdorong rasa ingin tahu
untuk mencari sesuatu dalam rangka menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah.
Kaitannya dengan kondisi kelas yang pasif, pembelajaran tidak menarik dan
munculnya rasa bosan dari siswa, maka dengan strategi inquiri yang di terapkan
oleh guru dapat dibuktikan semuanya teratasi. Namun demikian untuk menerapkan
model pembelajaran inquiri ini tentu saja perlu latihan yang terus menerus.
Dengan kata lain, seorang guru tidak bisa mengharapkan dengan sekali mencoba
model atau strategi ini akan langsung berhasil. Sejumlah kemampuan guru seperti
teknik bertanya yang menarik perhatian, materi pertanyaan yang menantang,
dilematis dan kontropersial, perlu di pertimbangkan dan di persiapkan oleh
seorang guru. Strategi yang di kembangkan dalam proses inquiry yang mendorong
siswa untuk aktif belajar dapat lihat pada bagan berikut :
![]() |
|||
|
|||
|
|||
|
Gambar
1. Keterkaitan belajar inkuiri dengan
social students (ministry of education, 1987:19)
Proses inquiri seperti
yang tergambar pada bagan di atas selanjutnya di susun dalam suatu model
belajar inquiri yang tercakup dalam delapan tahap pembelajaran. Secara sistematik,
tahap-tahap pembelajaran inquiri tersebut dapat di gambarkan sebagai berikut :
a.
Tuning
in
b.
Deciding
directions
c.
Organizing
ourselves
d.
Fiding
out
e.
Sorting
out
f.
Drawing
conclusions
g.
Considering
social action
h.
Reflection
and evaluation
Sementara itu, dalam
kurikulum social studies terbaru di Negara bagian Victoria – the Curriculum and
Standars Framework (CSF) tentang Studies of Society and Environment (SOSE),
1995-pendekatan inquiri sebagai strategi pembelajaran studies tetap menjadi pendekatan yang sangat penting. Hal ini
terbukti dengan di cantumkannya pendekatan ini secara eksplisit di dalam
dokumen tersebut. Akan tetapi di bandingkan dengan kurikulum 1987. Ada tiga
aktifitas utama dalam pendekatan inquiri, yakni :
a.
Investigation
Tahap
investigation, ialah kegiatan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam
meneliti, memproses, dan menginterpretasikan data/informasi. Kegiatan ini
merupakan dasar untuk memprediksi alternative kesimpulan dalam pemecah masalah,
menyusun hipotesis, menetapkan pendekatan-pendekatan, dan merancang metode
untuk mengumpulkan, mengorganisasi dan memproses dataatau informasi.
b.
Communication
Tahap
communication, ialah kegiatan untuk mengembangkan kecakapan siswa dalam
menggunakan bermacam-macam bentuk komunikasi seperti : upacara, tulisan, grafik
danstatik. Para siswa belajar mengumpulkan, memproses, menganalisis, dan
menyajikan informasi dengan menggunakan sejumblah format dan variasi metoda.
c.
Participation
Tahap participation,
ialah kegiatan mengembangkan kecakapan dan rasa percaya diri siswa dalam kerja
kelompok dan dalam proses mengambil keputusan. Para siswa juga di dorong untuk
menilai apakah kecakapan yang di latihkan di kelas ada manfaatnya kehidupan
mereka sehari-hari dan masa yang akan datang.
Pada kurikulum ini
nampaknya pendekatan inquiri lebih di sederhanakan. Apabila mengkaji model yang
ditampilkan pada bagan di atas maka pendekatan inquiri ini mengambil unsur-unsur
pokok dari kurikulum social studies
1987 (Social Education Framework:
P-10).
B. Upaya Pembaruan
Pembelajaran IPS di Indonesia
Istilah Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) dalam sistem pendidikan di Indonesia baru dikenal
sejak lahirnya Kurikulum tahun 1975. Sebelumnya pembelajaran ilmu-ilmu sosial
untuk tingkat persekolahan menggunakan istilah yang berubah-ubah sesuai dengan
situasi politik pada masa itu. Misalnya, Kurikulum 1964 menggunakan istilah
pendidikan kemasyarakatan. Ada dua kelompok mata pelajaran, ialah kelompok dasar yang terdiri atas Sejarah
Indonesia dan Geografi Indonesia, Bahasa Indonesia dan Civics dan kelompok cipta
yang terdiri atas Sejarah Dunia dan Geografi Dunia (S.Hamid Hassan, 1996).
Pada tahun 1968,
terjadi perubahan pengelompokan mata pelajaran sebagai akibat perubahan
orientasi pendidikan. Mata pelajaran disekolah dibedakan menjadi pendidikan
jiwa Pancasila., pembinaan pengetahuan dasar, dan pembinaan kecakapan khusus.
Kurikulum 1964 berubah menjadi Pendidikan Kewargaan Negara yang merupakan
korelasi dari ilmu bumi, sejarah, dan pengetahuan kewargaan negara (Dimyati,
1989).
Pada tahun 1975,
lahirlah Kurikulum 1975 yang mengelompokan tiga jenis pendidikan, yakni
pendidikan umum, pendidikan akademis, dan pendidikan keahlian khusus. Dalam
Kurikulum 1975 dikemukakan secara eksplisit istilah mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) yang merupakan fusi (perpaduan) dari mata pelajarana
sejarah, geografi, dan ekonomi. Selain mata pelajaran IPS, pendidikan
kewarganegaraan dijadikan sebagai mata pelajaran tersendiri ialah Pendidikan
Moral Pancasila (PMP). Dalam kurikulum 1975, IPS termasuk kelompok pendidikan akademis
sedangkan PMP termasuk kelompok pendidikan umum. Namun IPS sebagai pendidikan
akademis mempunyai misi menyampaikan nilai-nilai berdasarkan filsafat Pancasila
dan UUD 1945. Dengan demikian mata pelajaran IPS pun berfungsi dan mendukung
tercapainya tujuan PMP.
Menjelang adanya
perbaikan Kurikulum 1975, tahun 1980 muncul bidang studi PSPB, gagasan dari
Mendikbud Nugroho Notosusanto (alm). Mata pelajaran ini hampir sejenis dengan
IPS/Sejarah dan PMP. Upaya perbaikan Kurikulum IPS 1975 (Kurikulum Yang
Disempurnakan (KYD), 1975) baru terwujud pada tahun 1984. Kurikulum IPS 1984
pada hakikatnya menyempurnakan atau memperbaiki kelemahan-kelemahan Kurikulum
1975.
Ditinjau dari segi
pendekatan (metodologi) pembelajaran,
Kurikulum IPS 1975 dan 1984 menggunakan pendekatan integratif dan
struktural untuk IPS SMP dan pendekatan disiplin terpisah (separated disciplinary approach) untuk SMA (Hasan, 1996).
Sedangkan pendekatan untuk IPS Sekolah Dasar (SD) lebih mirip menggunakan
integratif (integrated approach).
Pada tahun 1994,
terjadi lagi perubahan kurikulum IPS. Dalam Kurikulum 1994 dinyatakan bahwa IPS
adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada
bahan kajian geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, tata negara, dan
sejarah. Untuk IPS SD, bahan kajian pokok dibedakan atas dua bagian, ialah
pengetahuan sosial dan sejarah. Bahan kajian pengetahuan sosial meliputi
lingkungan sosial, ilmu bumi, ekonomi, dan pemerintahan. Sedangkan bahan kajian
sejarah mencakup perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lampau hingga
kini.
Adanya pemisahan bahan
kajian pokok ini menimbulkan pemisahan tujuan yang ingin dicapai. Dalam bidang
pengetahuan sosial, tujuan yang ingin dicapai adalah agar para siswa SD mampu
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang berguna bagi dirinya
dalam kehidupan sehari-hari. Sementara bidang kajian sejarah bertujuan agar
para siswa SD mampu mengembangkan pemahaman tentang perkembangan masyarakat
Indonesia sejak masa lalu hingga masa kini sehingga para siswa memiliki
kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dan cinta tanah air.
Ada perbedaan yang cukup menonjol dalam
Kurikulum IPS Sekolah Dasar 1994 dibandingkan dengan Kurikulum IPS sebelumnya,
yakni dalam metode dan penilaian. Kurikulum IPS 1994 hanya memberikan anjuran
umum bahwa pelaksanaan proses belajar mengajar hendaknya para guru menerapkan
prinsip belajar aktif. Maksudnya bahwa pembelajaran dikelas hendaknya
melibatkan siswa, baik secara fisik, mental (pemikiran dan perasaan), dan
sosial sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Lebih lanjut ditegaskan pula
bahwa metode, penilaian, dan sarana yang digunakan dalam KBM dapat ditentukan
oleh guru sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan.
Dari bunyi rambu-rambu
yang terakhir ini, menunjukan bahwa Kurikulum IPS 1994 memberikan keleluasaan
atau kekuasaan otonom yang cukup besar terhadap guru. Kurikulum ini memberikan
kesempatan yang luas bagi guru untuk berkreasi, khususnya dalam mengelola
proses belajar mengajar dikelas IPS seoptimal mungkin. Dalam menentukan jenis
metode dan model evaluasi serta sarana yang akan digunakan, kurikulum menuntut
adanya profesionalisme guru yang lebih mandiri.
Memasuki Abad 21 yang
ditandai oleh perubahan mendasar dalam segala aspek kehidupan khususnya perubahan
dalam bidang politik, hukum dan kondisi ekonomi telah menimbulkan perubahan
yang sangat signifikan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Pada tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang tersebut telah menimbulkan
dampak yang cukup signifikan terhadap perubahan sistem kurikulum di Indonesia.
Dalam Pasal 37 UU
Sisdiknas dikemukakan bahwa mata pelajaran IPS merupakan muatan wajib yang
harus ada dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Salah satu implikasi
dari ketentuan undang-undang tersebut adalah lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005
tentang standar Nasional Pendidikan (SNP).
Dalam PP tersebut dikemukakan bahwa standar nasional adalah kriteria
minimal tentang sistem pendidikan diseluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Menurut Pasal 35 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Standar
Nasional Pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan dan pembiayaan. Oleh karena itu
adanya standar nasional pendidikan telah berimplikasi terhadap sejumlah
kebijakan bidang pendidikan yang lebih rendahnya.
Ketentuan tentang
implikasi dari peraturan perundangan tersebut adalah dikeluarkannya kebijakan
tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) beserta pedomoannya dan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar isi dan Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
(SKL) dengan panduan KTSP yang
dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Dalam menjalankan tugas besar dari pembelajaran IPS tersebut ternyata
tidak berjalan sesuai dengan harapan. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa
hambatan yang menjadikan pembelajaran IPS tidak berhasil bahkan cenderung
membosankan, diantaranya sebagai berikut:
1.
Sebagian besar guru IPS belum terampil menggunakan beberapa model mengajar
yang dapat merangsang motivasi belajar siswa.
2.
Ketersediaan alat dan bahan belajar di sebagian besar sekolah ikut
mempengaruhi proses belajar IPS.
3.
Proses belajar mengajar IPS masih dilakukan dalam bentuk pembelajaran
konvensional, sehingga peserta didik hanya memperoleh hasil faktual saja dan
tidak mendapat hasil proses.
C. Kemampuan Berpikir
untuk Siswa Sekolah Dasar
Savage dan Armstrong
(1996) mengembangkan pendekatan inquiri sebagai salah satu bagian dari upaya
guru dalam membantu para siswa sekolah dasar meningkatkan kemampuan berpikir.
Empat pendekatan lainnya yang dikembangkan oleh Savage dan Armstrong untuk
mendorong siswa mengembangkan kemampuan berpikir dalam IPS ialah kemampuan berpikir
kreatif (creative thinking), berfikir
kritis (critical thinking), kemampuan
memecahkan masalah (problem solving),
dan kemampuan mengambil keputusan (decision
making). Pada bagian ini lima pendekatan untuk mengembagkan kemampuan berpikir
diuraikan dan dibahas sebagai berikut.
1.
Kecakapan
Belajar Inquiri
Pembelajaran
inquiri menerapkan metode ilmiah untuk masalah-masalah belajar dan umumnya
digunakan dalam mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar. Filsuf pendidikan Amerika
terkenal, John Dewey, menyarankan langkah-langkah pembelajaran inkuiri dalam
buku klasiknya How We Think yang di terbitkan tahun 1910
sebagai berikut:
a.
Menggambarkan indikator-indikator
masalah atau situasi.
b.
Memberikan kemungkinan
jawaban atau penjelasan.
c.
Mengumpulkan
bukti-bukti yang dapat digunakan untuk menguji kebenaran jawaban atau penjelasan.
d.
Menguji kebenaran
jawaban sesuai dengan bukti-bukti yang terkumpul.
e.
Merumuskan kesimpulan
yang di dukung oleh bukti yang terbaik.
Pembelajaran
IPS dengan menggunakan pendekatan inquiri dapat diterapkan pada semua jenjang
dan kelas. Untuk siswa sekolah dasar pada kelas-kelas rendah dapat juga
menggunakan pendekatan inkuiri ini melalui pembelajaran-pembelajaran yang
sederhana, misalnya siswa mengawalai dengan belajar bagaimana belajar dan
bekerja dengan menggunakan peta dan globe.
2.
Kecakapan
Berpikir Kreatif (Creative Thinking)
Berfikir
kreatif lebih mengutamakan pada pendekatan untuk memecahkan masalah yang
membingungkan. Umpamanya para penemu adalah orang-orang kreatif. Berfikir kreatif
membantu kita dalam menyesuaikan diri dengan perubahan. Para ahli percaya bahwa
perubahan berjalan dengan cepat. Oleh karena itu, membantu siswa mengembangkan
kemampuan berpikir kreatif yang dapat menuntun mereka menyesuaikan diri dengan
kondisi hidupnya akan sangat berguna bagi kehidupannya.
Ada
sejumlah teknik berpikir kreatif yang telah dikembangkan. Salah satunya adalah
teknik branstrorming. Teknik ini
pertama kali dikembangkan dalam dunia bisnis. Branstrorming dirancang untuk membantu orang-orang memecahkan
masalah. Teknik ini diawali dengan penyajian sebanyak-banyaknya kemungkinan
jawaban atas pertanyaan tanpa menilai terlebih dahulu apakah pertanyaan atau
jawaban itu tepat. Apabila teknik branstrorming
digunakan di kelas maka para siswa didorong untuk mengemukakan jawaban
sebanyak-banyaknya sesuai dengan fokus masalah yang diajukan.
3.
Kecakapan
Berpikir Kritis (Critical Thinking)
Tujuan
berfikir kritis adalah untuk menguji suatu pendapat atau ide. Termasuk didalam
proses ini adalah melakukan pertimbangan atau yang didasarkan pada pendapat
yang diajukan, pertimbangan-pertimbangan itu biasanya didukung oleh krikeria
yang dapat dipertanggungjawabkan.
Berfikir
kritis dapat mendorong siswa untuk mengeluarkan ide baru. Pembelajaran
keterampilan berfikir kritis kadang-kadang dikaitkan dengan keterampilan berfikir
kreatif. Apabila hal ini dilakukan maka pembelajaran berfikir kreatif yang
dijadikan sebagai langkah pertama. Selama langkah pertama ini, para siswa dapat
membuat ide baru lagi. Sedangkan pada langkah berikutnya barulah mereka
menggunakan keterampilan berfikir kritis untuk melakukan pengujian atau
penilaian terhadap ide-ide ini.
4.
Keterampilan
Memecahkan Masalah (Problem Solving)
Idealnya
setiap masalah dapat dipecahkan dengan proses penyelesaian yang benar , tepat
dan baik sesuai dengan dukungan bukti yang tersedia. Agar dapat bekerja seperti
itu maka guru perlu mendorong para siswa mengikuti langkah-langkah pendekatan pemecahan
masalah (problem solving) proses
pembelajaran dengan teknik problem
solving mencakup langkah – langkah sebagai berikut :
a.
mengenali adanya
masalah,
b.
mencari alternatif
pendekatan untuk memecahkkan masalah itu,
c.
memilih dan menerapkan
pendekatan,
d.
mencapai kesimpulan
yang dapat dipertanggung jawabkan.
5.
Proses
Pengambilan Keputusan (Decision Making
Process)
Banyak
pertanyaan yang kita kemukakan sering dijawab kurang tepat. Jawaban-jawaban itu
mungkin saja mengandung kebenaran. Masalahnya adalah bagaimana kita memilih
jawaban-jawaban yang mengandung kebenaran itu. Untuk melakukannya kita harus
melakukan seleksi berdasarkan pilihan berdasarkan pilihan yang tersedia,
melalui bukti-bukti yang telah terkumpul, dan mempertimbangkan nilai-nilai
pribadi yang dimiliki oleh para siswa. Proses berpikir seperti ini dikenal
sebagai proses pengambilan keputusan (decision
making).
Proses
pembelajaran dengan pendekatan decision
Making mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Mengenal persoalan atau
masalah dasar
b.
Memberikan jawaban
alternatif
c.
Mendeskripsikan bukti yang
mendukung setiap alternatif
d.
Mengenal nilai yang tersirat
pada setiap alternatif jawaban
e.
Mendeskripsikan
kemungkinan akibat yang muncul ketika memilah setiap alternatif
f.
Membuat pilihan dari
tiap alternatif
g.
Mendeskripsikan bukti
dan nilai yang digunakan dalam membuat pilihan.
D. Pendekatan Inquiri
untuk Siswa Sekolah Dasar
Inquiri adalah salah satu cara belajar yang bersifat
mencari sesuatu secara kritis, analitis, argumental (ilmiah) dengan menggunakan
langkah-langkah tertentu menuju suatu kesimpulan yang meyakinkan, karena
didukung oleh data. Inquiri dapat dilakukan secara individu, kelompok atau
klasikal, serta dapat dengan catat tanya jawab, diskusi atau kegiatan di dalam
maupun di luar kelas.
Inquiri
ditandai dengan adanya pencarian jawaban melalui serangkaian kegiatan
intelektual. Secara umum urutan kegiatan yang dilakukan adalah merencanakan,
mendiskusikan, membuat hipotesis, menganalisis, menafsirkan hasil untuk
mendapatkan konsep umum yang dipelajari (Herawati Susilo, 1998). Dengan
demikian disusun teori atau pengertian untuk diuji melalui analisis rasional,
penggelian sehingga mendapatkan suatu penemuan atau dengan eksperimen.
Pendekata ini dimaksudkan untuk
mengembangkan sifat ingin tahu, imajinasi, kemampuan berpikir, sikap,
dan keterampilan proses. Siswa perlu dimotivasi untuk menemukan kemungkinan
atau cara baru dalam menghadapi
permasalahan yang harus dipecahkan.
Esler
dan esler (1984) menggambarkan bahwa suatu pembelajaran dapat dikategorikan
menggunakan pendekatan inquiri apabila siswa perlu menggali lebih dalam tentang
informasi yang disampaikan guru untuk mendapatkan pemahaman baru dan pemecahan
masalah dimaksudkan untuk mencari jawaban atau generalisasi yang original bagi
siswa.
Alasan
menggunakan pendekatan inquiri adalah membangkitkan rasa ingin tahu siswa,
melibatkan siswa dalam kegiatan yang memerlukan keterampilan kognitif tingkat
tinggi, memberikan pengalaman konkret bagi siswa, membantu siswa mengembangkan
keterampilan proses.
Pembelajaran inquiri
memperkenalkan konsep-konsep untuk para siswa secara induktif. Belajar dengan
menggunakan pendekatan induktif yang mencakup proses berpikir dari hal-hal yang
khusus kepada ha-hal yang bersifat umum dimulai dengan upaya guru memperkenalkan
sejumlah contoh konsep yang spesifik. Para siswa mempelajari contoh-contoh itu
dan mencoba menyimpulkannya dengan cara membuat pernyataan atau kalimat yang
sesuai dengan karakteristik konsep tersebut. Misalnya seorang guru disekolah
dasar ingin mengajarkan konsep “burung”. Guru bisa mulai dengan menunjukan
berbagai gambar burung kepada para siswa. Rangkaian pernyataan dapat diajukan
untuk mengidentifikasi ciri-ciri dari gambar tersebut. Kemudian untuk
menyimpulkan pelajaran, guru dapat membantu para siswa dalam membuat definisi
tentang burung. Misalnya dengan menampilkan gambar “burung” lainnya untuk
membantu siswa dalam menguji kebenaran definisi. Dengan demikian belajar
inkuiri dapat dianggap sebagai suatu latihan dalam memperoleh pengetahuan. Para
siswa diberi pertanyaan untuk mengembangkan kesimpulan berdasarkan pertimbangan bukti-bukti yang
telah dimilikinya.
Meskipun inquiri dipandang sebagai pendekatan pembelajaran yang efektif
dalam pengajaran IPS, tetapi penggunaannya hendaknya disesuaikan dengan sifat
dan tujuan yang hendak dicapai. Artinya tidak semua pengajaran IPS harus di
“inquirikan”. Pendekatan inquiri akan efektif jika pengajaran itu
bertujuan mengembangkan kognitif, sebaliknya pendekatan ini kurang cocok jika
pengajaran itu bermaksud menyampaikan informasi. Pengertian kognitif yang
dibangun melalui pendekatan inkuiri akan tertanam secara mantap dalam pikiran
dan proses pencapaiannya itu sendiri akan meninggalkan kesan yang amat berharga
bagi pelakunya. Dengan latihan yang secara teratur, diharapkan pengalaman itu
akan menjadi keterampilan yang selanjutnya akan menimbulkan sikap percaya pada
diri sendiri setiap kali menghadapi kenyataan atau masalah yang sulit.
Nilai instrinsik penggunaaan pendekatan inquiri adalah orang menjadi tabah
dalam menghadapi suatu masalah, karena ia tahu mencari jalan keluar dengan cara
yang sudah biasa ia lakukan. Setiap kali ia menghadapi situasi yang sulit ia
akan segera berusaha meneliti, menganalisis data yang bersangkutan dan kemudian
menyusun bagaimana cara mengatasi ataupun memecahkan masalah tersebut. Namun
demikian, jangan menganggap bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan inkuiri pasti bermakna bagi siswa.
Agar pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri dapat bermakna, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain, adalah :
1.
Memerlukan kondisi kelas yang khusus, misalnya guru percaya bahwa
siswa-siswanya dapat belajar dan bertindak berdasar kepercayaan pada diri
sendiri dalam suasana bebas yang artinya siswa dapat berkiprah dengan masalah
yang dihadapi, serta dapat menentukan sikap dan pendapatnya sendiri walaupun
mungkin salah menurut gurunya.
2.
Memerlukan motivasi tinggi. Siswa memerlukan tantangan yang memerlukan
pemikiran, menimbulkan keinginan untuk tahu, perlu diadakan “study trip” untuk memperoleh informasi
dan pengalaman. Selain itu, harus disediakan bacaan yang menarik, serta sumber
yang cukup luas yang mewakili berbagai pandangan dan pendapat.
3.
Pendekatan inquiri tidak berdiri sendiri, tetapi keberhasilan pelaksanaannya
dibantu oleh metode lain, misalnya role
playing, simulasi, dan studi kasus.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Social
studies masuk ke dalam kurikulum sekolah di negara
bagian Wisconsin pada tahun 1892. Setelah dilakukan penelitian, maka pada awal
abad 20, sebuah Komisi Nasional dari The National Education Association
memberikan rekomendasi tentang perlunya social studies dimasukkan ke
dalam kurikulum semua sekolah dasar dan sekolah menengah Amerika Serikat. Adanya pembaruan
pendidikan di Amerika Serikat saat ini telah menyadarkan para pendidik dan
masyarakat umum tentang banyaknya kelemahan dalam program pembelajaran social studies. Banyak program pembaruan
telah didukung oleh Dewan Nasional Social Studies (the National Council for the Social Studies-NCSS).
Di Australia, social studies sebagai suatu mata
pelajaran yang di berikan sejak sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah
(P-10) di anggap sebagai mata pelajaran yang mempunyai kedudukan penting di
seluruh Negara bagian. Hal ini disebabkan oleh adanya kesadaran yang semakin
meningkat di kalangan penduduk Australia terhadap masalah-masalah ekonomi,
politik, lingkungan, sosial dan masalah-masalah pribadi yang memrlukan adanya
kemampuan untuk mengatasinya.
Sedangkan Istilah Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) dalam sistem pendidikan di Indonesia baru dikenal
sejak lahirnya Kurikulum tahun 1975. Sebelumnya pembelajaran ilmu-ilmu sosial
untuk tingkat persekolahan menggunakan istilah yang berubah-ubah sesuai dengan
situasi politik pada masa itu. Misalnya, Kurikulum 1964 menggunakan istilah
pendidikan kemasyarakatan. Ada dua kelompok mata pelajaran, ialah kelompok dasar yang terdiri atas Sejarah
Indonesia dan Geografi Indonesia, Bahasa Indonesia dan Civics dan kelompok cipta
yang terdiri atas Sejarah Dunia dan Geografi Dunia (S.Hamid Hassan, 1996).
Empat pendekatan
lainnya yang dikembangkan oleh Savage dan Armstrong untuk mendorong siswa
mengembangkan kemampuan berfikir dalam IPS ialah kemampuan berfikir kreatif (creative thinking), berfikir kritis (critical thinking), kemampuan
memecahkan masalah (problem solving),
dan kemampuan mengambil keputusan (decision
making).
Pembelajaran inquiri
memperkenalkan konsep-konsep untuk para siswa secara induktif. Belajar dengan
menggunakan pendekatan induktif yang mencakup proses berpikir dari hal-hal yang
khusus kepada ha-hal yang bersifat umum dimulai dengan upaya guru
memperkenalkan sejumlah contoh konsep yang spesifik. Para siswa mempelajari
contoh-contoh itu dan mencoba menyimpulkannya dengan cara membuat pernyataan
atau kalimat yang sesuai dengan karakteristik konsep tersebut
B. Saran
Dalam
kaitannya dengan pembaruan pemikiran pada pembelajaran IPS, sebaiknya guru
dapat menerapkan pendekatan inquiri dalam proses pembelajaran. Hal ini sangat
penting karena pendekatan inquiri membangkitkan rasa ingin tahu siswa,
melibatkan siswa dalam kegiatan yang memerlukan keterampilan kognitif tingkat
tinggi, memberikan pengalaman konkret bagi siswa, membantu siswa mengembangkan
keterampilan proses.
Sebaiknya
sebelum mengajarkan materi IPS, guru hendaknya merancang dan menyusun terlebih
dahulu strategi, model dan media pembelajaran yang sesuai dengan materi, menyenangkan
bagi anak SD dan berhubungan dengan kehidupan nyata anak SD sehingga
pembelajaran akan lebih mudah dipahami dan direalisasikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ardana,
S. 2012. Pendekatan Inkuiri dalam
Pembelajaran Pendidikan IPS SD. [online]. Tersedia: http://ardanasunarti86.blogspot.com/2012/11/pendekatan-inkuiri-dalam-pembelajaran.html. [13 April 2015].
Chairuniisa,
A. 2012. Pembelajaran IPS. [online].
Tersedia: http://anahmumuy.blogspot.com/2012/03/pembelajaran-ips.html. [7 April
2015].
Turmuzi,
A. 2011. Pembaharuan Pembelajaran IPS
dalam Rangka Mendukung Pembangunan Nasional dan Peningkatan Wawasan
Internasional. [online]. Tersedia: http://edukasi.kompasiana.com/2011/11/08/pembaharuan-pembelajaran-ips-dalam-rangka-mendukung-pembangunan-nasional-dan-peningkatan-wawasan-internasional-408319.html. [7 April 2015].
Sapriati,
A., dkk. 2008. Pembelajaran IPA di SD.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Sapriya.
2014. Pendidikan IPS. Bandung: Remaja
Rosdakarya.





No comments:
Post a Comment