pengertian hakikat dan pendidikan evaluasi pembelajaran


PENGERTIAN HAKIKAT DAN
PENDIDIKAN EVALUASI PEMBELAJARAN
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran
Dosen Pengampu : Nurjaman M.Pd.I
Disusun Oleh: Kelompok 1
1.      Akhmad Firman Tajudin        (130641088)
2.      Ayu Damalia Pratiwi               (130641090)
3.      Eka Ardila                                (130641057)
4.      Putri Lestari                             (130641262)
5.      Yuliana Ayuningsih                 (1306410052)

Kelas SD-13 A.2


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2014
KATA PENGANTAR

Pujisyukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya serta kami selaku umatnya. Semoga kita mampu meneladani beliau sebagai manusia yang berguna. Penyusunan makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Evaluasi Pembelajaran dengan judul “Pengertian hakiakt dan pendidikan evaluasi pembelajaran”. Makalah ini membahas tentang pengertian evaluasi dan hakikat evaluasi pembelajaran.
Makalah ini tentu tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Terimakasih kami ucapkan kepada selaku Dosen Pengampu Nurjaman M.Pd,I matakuliah Evaluasi Pembelajaran dan semua pihak yang telah membantu memberikan saran serta masukan untuk menyempurnakan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritikdan saran yang bersifat membangun agar makalah kami menjadi lebih baik dan berguna di masa yang akan datang.




                                                                                                Cirebon, Oktober 2014


                                                                                                            Penulis
           




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................         i
DAFTAR ISI ........................................................................................        ii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ...........................................................................        1
B.     Rumusan Masalah ......................................................................        2
C.     Tujuan .........................................................................................        2

BAB II PEMBAHASAN
A.    Evaluasi ......................................................................................        3
1.      Pengertian Evaluasi ..............................................................        3
2.      Kedudukan, Fungsi, Evaluasi Dalam Proses Pembelajaran..        5
3.      Makna Evaluasi ....................................................................        7
4.      Komponen yang perlu dievaluasi .........................................        8
5.      Prinsip-prinsip evaluasi .........................................................      10

B.     Hakikat Evaluasi Pembelajaran...................................................      12        
1.      Ruang lingkup aspek penilaian..............................................      12
2.      Langkah-langkah pengembangan penilaian pembelajaran.....      16
3.      Teknik dan alat penilaian.......................................................      21
4.      Studi kasus............................................................................      27
5.      Subyek dan Obyek Evaluasi.................................................      29

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan..................................................................................      32

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan  merupakan suatu proses kegiatan yang disengaja atas input untuk menimbulkan suatu hasil yang diinginkan sesuai tujuan yang ditetapkan . Sebagai sebuah proses maka pendidikan harus dievaluasi hasilnya untuk melihat apakah hasil yang dicapai telah sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Tujuan pokok evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui keefektifan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Indikator keefektifan itu dapat dilihat dari perubahan tingkah laku yang terjadi pada peserta didik . Perubahan tingkah laku yang terjadi itu dibandingkan dengan perubahanan tingkah laku yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan isi program pembelajaran. Oleh karena itu,  instrumen evaluasi harus dikembangkan bertitik tolak kepada tujuan dan isi program, sehingga bentuk dan format tes yang dikembangkan sesuai dengan tujuan dan karakteristik bahan ajar serta proporsinya sesuai  dengan keluasan dan kedalaman  materi pelajaran yang diberikan. Hasil evaluasi harus dianalisis dan ditafsirkan secara hati-hati sehingga informasi yang diperoleh  betul-betul akurat mencerminkan keadaan siswa secara objektif. Informasi yang objektif dapat dijadikan bahan masukan untuk perbaikan proses dan program selanjutnya. 
Evaluasi dalam pembelajaran tidak semata-mata untuk menentukan rating siswa melainkan juga harus dijadikan sebagai teknik atau cara pendidikan. Sebagai teknik atau alat pendidikan  evaluasi pembelajaran harus dikembangakan secara terencana dan terintegratif dalam program pembelajaran, dilakukan secara kontinue, mengandung unsur paedagogis, dan dapat lebih mendorong siswa aktif belajar.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
a.       Apa  pengertian evaluasi?
b.      Apa pengertian hakikat evaluasi pembelajaran?

C.    Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuannya adalah:
a.       Untuk mengetahui pengertian evaluasi?
b.      Untuk mengetahui pengertian hakikat evaluasi pembelajaran?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Evaluasi
1.      Pengertian Evaluasi
Evaluasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses sistematik dalam menentukan tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa. Ada dua aspek penting dari definisi diatas. Pertama, evaluasi menunjukan pada proses yang sistematik. Kedua, evaluasi mengasumsikan bahwa tujuan instruksional ditentukan terlebih dahulu sebelum proses belajar mengajar berlangsung.
Selain itu, evaluasi juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan suatu tolak ukur untuk memperoleh suatu kesimpulan.
Ralph Tyler ( dalam Suharsimi Arikunto, 2012) menyatakan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana , dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai.
Grondlund dan Linn (1990) mengatakan bahwa evaluasi pembelajaran adalah suatu proses mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasi informasi secara sistematik untuk menetapkan sejauh mana ketercapaian tujuan pembelajaran.
UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 21 dijelaskan bahwa evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggung jawaban penyelenggaraan pendidikan.
Dalam PP.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab I pasal 1 ayat 17 dikemukakan bahwa “penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik”.
Untuk memperoleh informasi yang tepat dalam kegiatan evaluasi dilakukan melalui kegiatan pengukuran. Pengukuran merupakan suatu proses pemberian skor atau angka-angka  terhadap suatu keadaan atau gejala berdasarkan atura-aturan tertentu. Dengan demikian terdapat kaitan yang erat antara pengukuran (measurment) dan evaluasi (evaluation) kegiatan pengukuran merupakan dasar dalam kegiatan evaluasi.
Antara evaluasi, pengukuran, dan penilaian terdapat hubungan yang erat yang tidak dapat dipisahkan. Norman E. Gronlund (1976: 6) melukiskan hubungan ketiganya sebagai berikut:
a)      Evaluasi adalah deskripsi kuantitatif siswa (measurement, pengukuran) yang ditetapkan     dengan penentuan nilai.
b)      Evaluasi adalah deskripsi kualitatis siswa (judjement, pertimbangan, penilaian) yang ditetapkan dengan penentuan nilai.
Wand and Brown (dalam Zainal Arifin, 1991). Hopkins dan Antes (1990) mengartikan pengukuran sebagai “suatu proses yang menghasilkan gambaran berupa angka-angka berdasarkan hasil pengamatan mengenai beberapa ciri (atribute) tentang suatu objek, orang atau peristiwa”. Dengan demikian, evaluasi dan penilaian berkenaan dengan kualitas daripada sesuatu, sedangkan pengukuran berkenaan dengan kuantitas (yang menunjukkan angka-angka) daripada sesuatu. Oleh karena itu, dalam proses pengukuran diperlukan alat ukur yang standar, baik dalam tes maupun nontes.
Dengan demikian, evaluasi dapat ditentukan dengan melalui pengukuran dan bisa pula tanpa melalui pengukuran. Dari beberapa definisi sebagaimana dikemukakan di atas, dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa definisi evaluasi itu dapat ditinjau dari dua sudut pandang, Pertama, evaluasi dalam arti sempit, yaitu penilaian terhadap proses dan hasil kegiatan belajar siswa dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Kedua, evaluasi dalam arti luas, yaitu penilaian terhadap semua aspek individu siswa, baik yang berupa achievement test maupun aspek-aspek lain, seperti kepribadian dan tingkah laku siswa, kejujuran, minat, bakat, sifat, sikap dan sebagainya.
Dalam tataran yang lebih konkrit, pengertian evaluasi di atas diaplikasikan oleh lembaga pendidikan dalam bentuk yang berbeda. Di (ULUM), Catur Wulan (CAWU), THB (Tes Hasil Belajar) atau TPB (Tes Prestasi Belajar), Ulangan Akhir Semester (UAS), Ulangan Kenaikan Kelas (UKK), Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA) dan Evaluasi Tahap Akhir Nasional (EBTANAS), Ujian Akhir Sekolah (UAS) dan Ujian Akhir Nasional (UAN), Ujian Sekolah (US) dan Ujian Nasional (UN).
Istilah Ulangan Umum, Catur Wulan, TPB dan THB, UAS, UKK adalah alat-alat ukur yang banyak digunakan untuk menentukan taraf keberhasilan sebuah proses belajar mengajar (learning teaching process) untuk masa tertentu, atau untuk menentukan keberhasilan sebuah program pengajaran. Sementara itu, istilah “EBTA-EBTANAS-UAS-UAN-US-UN”, biasanya digunakan untuk menilai hasil pembelajaran siswa pada akhir jenjang pendidikan, guna menentukan kelulusan.

2.      Kedudukan, Fungsi, Evaluasi Dalam Proses Pembelajaran
a.      Kedudukan Evaluasi dalam Proses Pembelajaran
Tiga komponen utama yang menentukan terselenggaranya proses pembelajaran adalah tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan evaluasi hasil belajar. Ketiga komponen tersebut memiliki keterkaitan yang sangat erat dan memiliki hubungan timbal balik dalam mendukung terselenggaranya proses pembelajaran sehingga dapat membimbing siswa mengarahkan kegiatannya mencapai kompetensi yang telah dirumuskan.



b.      Fungsi Evaluasi
1)      Fungsi selektif
Kegiatan evaluasi merupakan cara yang dapat dilakukan untuk mengadakan seleksi yang bertujuan untuk:
a)      Memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu
b)      Memilih siswa yang dapat menerima beasiswa
c)      Memilih siswa yang dapat naik ke kelas berikutnya

2)      Fungsi diagnostik
Kegiatan evaluasi merupakan cara yang dilakukan untuk mendiagnosa siswa tentang kelebihan dan kekurangannya. Dengan dasar tersebut guru akan lebih mudah mencari cara untuk mengatasinya.

3)      Fungsi penempatan
Penempatan siswa dalam kelompok sesuai bakat dan kemampuannya harus didasarkan atas hasil evaluasi. Dengan alat dan tenik evaluasi yang tepat maka dapat penempatan siswa juga tepat.

4)      Fungsi pengukur keberhasilan
Keberhasilan suatu program ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu guru, kurikulum, sarana prasarana, pendekatan/ metode pembelajaran, dll. Untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan harus dilakukan evaluasi.



3.      Makna Evaluasi
a)      Bagi siswa
Kegiatan evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat perkembangan kemampuan siswa selama proses pembelajaran. Setelah dilakukan evaluasi bagi siswa dapat memperoleh kesan memuaskan atau tidak memuaskan. Jika siswa memperoleh hasil yang memuaskan, maka siswa akan mempunyai motivasi untuk belajar lebih baik agar dapat mempertahankan prestasinya. Namun dapat juga terjadi sebaliknya, karena siswa sudah merasa berhasil maka menjadi kurang bersemangat untuk berusaha. Jika  hasil yang diperoleh tidak memuaskan, maka dapat menjadi pemicu semangat untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Namun demikian bisa juga terjadi sebaliknya, siswa menjadi putus asa karena hasil yang tidak memuaskan.

b)     Bagi guru
Dalam proses pembelajaran kegiatan evaluasi dilakukan juga bermakna bagi guru dalam rangka memahami siswa untuk mengetahui tentang keberhasilan siswa, ketepatan materi serta ketepatan pendekatan/ metode pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran.

c)      Bagi sekolah
Sekolah sebagai lembaga penyelenggara kegitan proses pembelajaran juga perlu mengetahui tentang ketepatan kondisi pembelajaran maupun ketepatan kurikulum yang digunakan. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui kegiatan evaluasi. Hasil kegiatan evaluasi dari tahun ke tahun bagi sekolah juga dapat menjadi pedoman untuk pemenuhan standar agar proses penyelenggaran pembelajaran di sekolah dapat memenuhi prasyarat yang mendukung tercapainya kompetensi yang telah ditetapkan.
4.      Komponen yang perlu dievaluasi
a)      Input (siswa)
Siswa adalah subjek yang mengikuti proses pembelajaran. Setiap siswa mempunyai bakat intelektual, emosional, sosial yang berbeda. Ketercapaian hasil proses pembelajaran dipengaruhi oleh karakteristik dan kemampuan dari masing-masing siswa secara individu.

b)     Guru
Guru merupakan komponen penting dalam proses pembelajaran. Terciptanya suasana kelas yang kondusif dalam proses  pembelajaran ditentukan oleh guru. Keberhasilan proses pembelajaran juga ditentukan oleh guru. Kemampuan guru dalam hal penguasaan materi maupun pengembangan model pembelajaran ikut berperan pada tercapainya tujuan pembelajaran.

c)      Materi & kurikulum
Kurikulum merupakan sarana pendukung proses pembelajaran ke arah tercapainya tujuan pembelajaran. Meskipun penyusunan dan pengembangan kurikulum sekolah sudah dilakukan secara cermat dan melibatkan banyak pihak, namun demikian  di lapangan masih dijumpai kelemahan dan hambatan. Guru perlu dibekali kemampuan untuk melakukan evaluasi program, termasuk mengevaluasi materi kurikulum. Sasaran yang perlu dievaluasi dari komponen kurikulum adalah kejelasan pedoman untuk dipahami, kejelasan materi yang tercantum dalam silabus, urutan penyajian materi, kesesuaian antara sumber yang disarankan dengan materi kurikulum dan sebagainya.



d)     Sarana
Sarana pembelajaran dapat meliputi alat dan media pembelajaran. Sebelum guru memulai proses pembelajaran, bahkan pada waktu menyusun rencana pembelajaran, guru telah mengidentifikasi alat dan media pembelajaran yang  dapat mendukung terselenggaranya proses pembelajaran secara optimal. Ketidak tepatan pemilihan alat dan media pembelajaran dapat menyebabkan kurang berhasilnya tujuan pembelajaran. Secara bertahap selama berlangsungnya proses pembelajaran guru harus melakukan evaluasi tentang ketepatan pemilihan alat dan media pembelajaran.
Selain guru, siswa juga dapat dijadikan titik tolak dalam menentukan apakah sarana yang digunakan dalam proses pembelajaran sudah tepat atau belum. Mungkin saja pada waktu menentukan alat pelajaran guru berpikir bahwa pilihannya sudah tepat, tetapi ternyata dalam praktek pelaksanaan pengajaran, alat tersebut ternyata kurang atau sama sekali tidak tepat.

e)      Lingkungan
Lingkungan dalam proses pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi lingkungan phisik dan lingkungan non phisik. Lingkungan phisik dapat berupa manusia, media pembelajaran maupun sarana prasarana lain yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap hasil pembelajaran. Sedangkan lingkungan non phisik dapat berupa kondisi atau suasana yang ada di dalam kelas maupun di luar kelas, yang ikut berpengaruh terhadap hasil pembelajaran. Ketepatan lingkungan yang tercipta dalam proses pembelajaran ikut menentukan keberhasilan tercapainya tujuan pembelajaran.


5.      Prinsip-prinsip evaluasi
Dalam melakukan evaluasi sebaiknya mempertimbangkan beberapa prinsip berikut:
a)      Prinsip integralitas
Prinsip ini dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran merupakan proses yang terintegrasi. Melalui proses tersebut diharapkan sejumlah kemampuan akan tertanam di dalam pribadi siswa. Kemampuan-kemampuan yang dimaksud meliputi penanaman konsep-konsep intelektual, pembentukan keterampilan, penanaman sikap dan nilai, pengembangan proses berpikir kritis, dan penyesuaian fisik, emosional dan sosial.
b)     Prinsip kontinuitas
Proses pembelajaran merupakan proses yang kontinyu, yaitu berlangsung terus menerus hingga pada akhirnya akan mencapai kompetensi yang diharapkan. Setiap tahapan proses bukan merupakan proses yang berdiri sendiri, namun saling ada keterkaitan antara satu tahapan proses dengan tahapan proses yang lain. Melalui kegiatan evaluasi secara bertahap diharapkan akan dapat diketahui tahapan ketercapaian setiap kompetensi. Dengan demikian evaluasi dilakukan sebagai sarana untuk membimbing pertumbuhan dan perkembangan pengalaman belajar.
c)      Prinsip objektivitas
Hasil evaluasi yang terkumpul harus dapat ditafsirkan secara jelas dan tegas. Perkembangan kompentensi sebagai hasil belajar seseorang dapat diketahui dengan cara membandingkan dengan kompetensi sebelumnya. Dengan demikian perkembangan kompetensi siswa secara nyata dapat diketahui. Untuk mengintepretasi hasil akhir  dapat diteliti hubungan antara rentetan skor yang diperoleh selama berlangsungnya proses evaluasi serta mmberikan makna dari setiap skor yang diperoleh. Rentetan skor yang diperoleh siswa dalam kegiatan evaluasi tidak dapat begitu saja dirata-rata.

d)     Tujuan Evaluasi Pembelajaran
Berdasarkan tujuan yang akan dicapai, evaluasi pembelajaran dapat berupa:
1)      Evaluasi formatif.
Evaluasi formatif dapat dilakukan pada setiap tahapan program pembelajaran. Kegiatan tersebut dapat dilakukan pada setiap akhir  kompetensi dasar.  Tujuan evaluasi formatif bisa diarahkan untuk siswa dan guru.
Bagi siswa:
a)        Merencanakan dan menetapkan langkah-langkah urutan belajar
b)        Pendalaman dan pemantapan penguasaan materi
c)        Mendiagnosis kesulitan belajar
d)       Sebagai sarana usaha remidi

Bagi guru:
a)      Sarana umpan balik keberhasilan mengelola kegiatan mengajar.
b)      Meramalkan sejauh mana evaluasi sumatif dapat diraih siswa.
c)      Apakah siswa telah memiliki pengetahuan, keterampilan dan kecakapan yang diperlukan untuk mengikuti program belajar selanjutnya
d)     Seberapa jauh perubahan tingkah laku siswa sesuai tujuan yang ditetapkan.



2)      Evaluasi sumatif.
Evaluasi sumatif dilakukan setelah berakhirnya serangkaian program pembelajaran. Kegiatan tersebut dapat dilakukan pada akhir semester atau akhir tahun ajaran yang  bertujuan untuk:
a)      Menentukan nilai setiap siswa
b)      Meramalkan kecakapan siswa untuk menyelesaikan suatu program
c)      Sarana umpan balik bagi siswa
d)     Sarana untuk menilai metode, materi dan kondisi siswa yang berbeda-beda.

3)      Evaluasi diagnostik.
Untuk mengetahui status kecakapan siswa dalam proses pembelajaran, evaluasi diagnostik perlu dilakukan. Dengan kegiatan evaluasi diagnostik diharapkan akan tercapai tujuan:
a)      Menilai seberapa besar seorang siswa telah mencapai kompetensi yang telah ditetapkan.
b)      Mengelompokkan siswa pada aspek-aspek tertentu.
c)      Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kesulitan belajar siswa.
Dalam penyelenggaraan proses pembelajaran evaluasi formatif dan sumatif memiliki hubungan yang erat

B.     Hakikat Evaluasi Pembelajaran
1.      Ruang lingkup aspek penilaian
Hasil belajar siswa, bila diklasifikasikan berdasarkan taxonomy Bloom meliputi; aspek kognitif, sikap dan keterampilan. Oleh karena itu, penilaian hasil belajar juga harus bersifat komprehensif (menyeluruh) meliputi ketiga aspek di atas. Disamping itu, proses belajar mengajar (pembelajaran) yang ditempuh oleh guru dan siswa juga harus mendapat perhatian dalam penilaian ini. Sebagai bahan masukan untuk perbaikan proses pembelajaran berikutnya.
Secara umum bentuk-bentuk soal yang digunakan untuk menilai aspek kognitif dapat diklasifikasikan ke dalam lima bentuk soal, yaitu:
(a) soal bentuk pilihan ganda
(b) soal bentuk benar salah
(c) soal menjodohkan
(d) uraian /jawaban singkat
(e) soal bentuk uraian bebas ( free essay)
Dilihat dari segi cara atau pola jawaban yang diberikan, soal dapat dibedakan ada soal yang telah disediakan jawabannya, peserta tes tinggal memilih jawaban tersebut (pilihan ganda, benar salah, menjodohkan) dan ada soal yang tidak disediakan jawabannya (uraian). Kemudian dilihat dari segi  cara pemberian skornya, dibedakan ke dalam soal yang bersifat objektif dan soal yang bersifat subjektif.
Sikap merupakan bagian dari hasil belajar, dengan demikian sikap dapat dibentuk, diarahkan, dipengaruhi dan dikembangkan. Sikap seorang siswa menentukan bagaimana ia bereaksi terhadap situasi yang dihadapi dan menentukan apa yang dicari dan diperjuangkan dalam kehidupannya. Sikap selalu berkenaan dengan suatu objek, dan sikap terhadap objek tersebut muncul setelah ia mempelajari, mengamati dan mengenali objek itu. Ada dua kemungkinnan sikap individu terhadap suatu objek yang dipelajarinya, sikap positif atau sikap negatif. Sikap positif muncul apabila individu itu memandang objek tersebut bernilai dan akan muncul sikap negatif apabila individu memandang objek tersebut bukan saja tidak bernilai, juga mmerugikan. Sikap siswa dapat dibentuk melalui pengalaman yang berulang-ulang, imitasi (peniruan), identifikasi (mengenali  secara mendalam) dan sugesti.
Untuk mengukur hasil belajar aspek sikap, paling tepat menggunakan instrumen sekala sikap. Yaitu sejenis angket tertutup dimana pertanyaan/pernyataan mengandung sifat nilai-nilai sikap yang menjadi tujuan pengajaran. Salah satu jenis sekala sikap yang banyak digunakan  adalah sekala Likert.
Penilaian penampilan (keterampilan) berkenaan dengan hasil pengajaran yang berkaitan dengan aspek keterampilan. Seperti halnya dengan jenis penilaian yang lain, hakekat penilaian penampilan terutama ditentukan oleh karakteristik hasil belajar yang akan diukur. Penilaian penampilan mengacu kepada prosedur melakukan suatu kegiatan dan atau mengacu kepada hasil yang dicapai dari suatu kegiatan. Dengan kata lain, mengukur tingkat kemahiran tingkat keterampilan seseorang tentang suatu kegiatan bisa dilihat pada saat seseorang sedang melakukan  kegiatan atau dilihat dari hasil/produk dari kegiatan tersebut.
Walaupun pengukuran pengetahuan dapat menggambarkan kemampuan peserta didik melakukan sesuatu kegiatan dalam situasi tertentu, namun penilaian penampilan diperlukan untuk menilai kemampuan yang sebenarnya. Meskipun penilaian penampilan amat diperlukan, namun seringkali diabaikan dalam penilaian hasil belajar. Hal ini disebabkan :
a.       banyak guru/penilai yan beranggapan bahwa untuk mengukur penampilan peserta didik cukup dilakukan melalui tes pengetahuan saja. Padahal yang sesungguhnya, tes pengetahuan hanya tepat jika penilai ingin mengukur apa yang diketahui peserta didik tentang sesuatu, sedangkan jika ingin mengetahui sejauhmana kemahiran peserta didik didalam menampilkan suatu kegiatan, yang harus digunakan adalah tes penampilan. Dengan demikian skor tes pengetahuan jelas tidak dapat dipakai untuk menggambarkan keterampilan penampilan peserta didik
b.      pelaksanaan penilaian relatif lebih sukar dibandingkan penilaian terhadap aspek pengetahuan. Tes penampilan memerlukan waktu lebih banyak untuk mempersiapkan dan melaksanakannya serta pemberian skornya sering subjektif dan membebani.
Mutu hasil penilaian penampilan akan sangat tinggi apabila menempuh prosedur yang benar dan sistematis. Adapun prosedur penilaian penampilan secara umum meliputi :
1)      memilih topik / pokok bahasan
2)      merumuskan tujuan pembelajaran/pelatihan
3)      mengidentifikasi penampilan yang hendak diukur
4)      memilih jenis tes yang digunakan
5)      merumuskan instruksi (suruhan) kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik
6)      membuat format penilaian.
Penilaian terhadap proses  seringkali diabaikan, setidaknya  tidak mendapat porsi yang seimbang  dengan penilaian terhadap hasil. Padahal pendidikan tidak berorientasi kepada hasil semata, tetapi juga kepada proses. Terlebih-lebih saat ini sedang digalakan sistem pembelajaran yang menekankan kepada keterampilan proses, dimana kegiatan siswa di dalam mencari dan mengolah informasi materi pelajaran mendapat porsi yang sangat tinggi (student centre). Penilaian terhadp hasil belajar semata tanpa menilai proses, cenderung siswa menjadi kambing hitam kegagalan pendidikan. Padahal tidak menutup kemungkinan penyebab kegagalan itu adalah lemahnya proses pengajaran, dimana guru sebagai penanggung jawabnya.
Tujuan penilaian proses belajar mengajar lebih ditekankan kepada perbaikan dan pengoptimalan kegiatan belajar mengajar, terutama berkaitan dengan efisiensi, efektiivitas dan produktivitas kegiatan tersebut dalam mencapai tujuan pengajaran. Teknik dan instrumen yang sering diigunakan untuk menilai proses ini adalah teknik observasi.

2.      Langkah-langkah pengembangan penilaian pembelajaran
Agar dapat memperoleh hasil yang efektif  penilaian hasil belajar perlu direncanakan secara sistematis sehingga jelas abilitas yang hendak diukur, materi, alat dan interpretasi penilainnya. Beberapa  hal yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan evaluasi hasil belajar yaitu:
(1) pengambilan sampel dan pemilihan butir soal
(2) tipe tes yang akan digunakan
(3) aspek yang akan diuji
(4) format butir soal
(5) jumlah butir soal
(6) distribusi tingkat kesukaran butir soal
Empat langkah pokok dalam pengembangan penilaian pembelajaran yaitu:
(1) menentukan tujuan tes
(2) mengidentifikasi hasil belajar yang akan diukur
(3) membuat tabel spesifikasi (kisi-kisi tes)
(4) menulis soal yang relevan dengan kisi-kisi tes.

Kemudian dalam menentukan bentuk soal mana yang akan digunakan, perlu mempertimbngkan hal-hal berikut:
(1) karakteristik mata pelajaran yang  akan diujikan
(2) tujuan khusus pembelajaran yang harus dicapai siswa
(3) tipe informasi yang dibutuhkan dari tujuan evaluasi
(4) usia dan tingkat perkembangan mental siswa yang akan mengikuti tes
(5) besarnya kelompok siswa yang akan mengikuti tes .
Kualitas tes khususnya yang berkaitan dengan validtas dan reliabilitas tes, banyak ditentukan oleh prosedur yang ditempuh dalam pengembangannya. Mulai dari penentuan tujuan penilaian, pengambilan sampel bahan tes, penentuan abilitas yang hendak diukur, penentuan bentuk dan format tes, penggunaan bahasa dan kalimat yang digunakan dalam penulisan butir soal, teknik pengolahan dan  analisis  hasil penilaian. Karakteristik tujuan dan materi pelajaran  juga menentukan bentuk dan format tes yang harus dikembangkan. Mengukur kemampuan aspek pengetahuan berbeda caranya  dengan mengukur kemampuan aspek keterampilan dan sikap, demikian pula mengukur kemampuan siswa dalam pelajaran bahasa berbeda dengan mengukur kemampuan siswa dalam pelajaran ilmu pasti. Adapun langkah-langkah umum pengembangan alat penilaian adalah sebagai berikut :
1)      Mengidentifikasi kompetensi, pokok  bahasan dan sub pokok bahasan serta tujuan  pengajaran
Pada tahap ini guru menginventarisir kompetensi apa yang diharapkan dimiliki oleh siswa, pokok-pokok bahasan dan sub pokok bahasan yang telah diberikan kepada siswa serta  tujuan khusus maupun tujuan umum dalam setiap bidang studi/mata pelajaran dalam satuan waktu tertentu sesuai dengan peruntukan test. Misalnya, satu catur wulan, satu tahun atau satu satuan jenjang pendidikan seperti EBTA.

2)      Menentukan sample aspek kemampuan yang akan diukur
Dari sekian banyak pokok bahasan/sub pokok  dan tujuan pengjaran, diambil sebagian unuk dikembnagkan ke dalam alat penelitian (test) sesuaui dengan jumlah soal yang dibutuhkan dan waktu yang tersedia untuk test tersebut. Penentuan sample tersebut harus dilakukan dengan cermat sehingga dapat mewakili atau mencerminkan ruang lingkup kemampuan siswa yang sebenarnya.

3)      Membuat tabel spesifikasi atau kisi-kisi test
Pada intinya kisi-kisi test ini merupakan gambaran mengenai ruang lingkup dan isi dari apa yang akan ditestkan, serta memberikan perincian mengenai penyebaran soal-soal dalam setiap jenjang /aspek kemampuan ke dalam bentuk soal yang akan dikembangkan (pilihan ganda, menjodohkan, benar salah atau uraian). Kisi-kisi ini disusun berdasarkan hasil penyampelan ruang lingkup materi test yang telah ditetapkan pada langkah kedua ( poin b ). Format kisi-kisi beragam bentuknya, namun pada intinya menyangkut unsur-unsur; identitas sekolah dan bidang studi, tujuan umum, pokok/sub pokok bahasan yang akan ditestkan, bentuk soal yang akan dikembangkan, dan jumlah soal atau panjang test. Format kisi-kisi ini biasanya berbentuk matrik.

4)      Penulisan soal
Mengacu pada kisi-kisi yang telah dibuat, langkah selanjutnya adalah menulis soal pada setiap pokok bahasan dan setiap unsur kemampuan sesuai dengan yang telah dientukan dalam kisi-kisi. Setiap pertanyaan yang  harus dijawab dan setiap suruhan yang harus dilakukan oleh setiap peserta test dirumuskan sedemikian rupa sehingga jelas apa yang ditanyakan dan jawaban apa yang dituntut dari peserta test.
Untuk memperoleh rumusan soal yang baik, setelah soal itu ditulis hendaknya diadakan review dan revisi sampai merasa yakin bahwa rumusan soal tersebut sudah tepat menurut kaidah-kaidah  penulisan soal. Bila semua soal telah dirumuskan maka kegiatan selanjutnya menyusun atau mengorganisir soal-soal tersebut menjadi sebuah test. Penetuan nomor soal sebaiknya diacak agar skor yang diperoleh dari test tersebut dapat dipercaya. Langkah-langkah dalam penulisan soal ini meliputi; merumuskan definisi konsep materi yang akan diteskan, merumuskan definisi oprasional dari konsep yang telah ditetapkan, menentukan indikator-indikator dan menulis butir soal.

5)      Pelaksanaan/penyajian test
Setelah penulisan soal selesai dan telah disusun penomorannya serta telah diperbanyak sesuai dengan jumlah peserta test, kemudian test tersebut disajikan kepada peserta test. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan test antara lain : waktu yang harus disediakan untuk mengerjakan test, petunjuk cara mengerjakan soal, pengaturan posisi tempat duduk siswa, dan menjaga ketertiban dan ketenagaan suasana kelas, sehimga peserta test dapat mengerjakan soal-soal tersbut dengan penuh konsentrasi.

6)      Pemeriksaan hasil test
Hasil jawaban peserta test hendaknya diperiksa dengan cermat dan diberi skor sesuai dengan petunjuk/pedoman penskoran yang telah ditetapkan. Teknik penskoran dalam setiap bentuk soal biasanya berbeda-beda. Oleh karena itu pedoman penskoran harus ditentukan terlebih dahulu. Buatlah kunci jawaban atau rambu-rambu jawaban yang diinginkan beserta pembobotan skornya sediakan waktu dan tenaga yang cukup leluasa sehingga tidak terburu-buru terutama dalam pemeriksaan hasil test soal bentuk uraian.

7)      Pengolahan dan penafsiran hasil test
Skor yang diperoleh dari test dapat diolah dalam berbagai tekhnik pengolahan tergantung informasi yang dibutuhkan. Seperti rata-rata skor, standar deviasi, variansi, kecenderungan sentral, menentukan batas lulus, mentransper skor ke dalam nilai baku (skala 10, skala 4, dan lain-lain). Ada dua pendekatan penafsiran hasil test yaitu  berdasarkan acuan patokan (PAP) dan pendekatan berdasarkan acuan norma (PAN).  Acuan patokan untuk mendeskripsikan tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang ditestkan, sedangkan acuan norma untuk melihat kedudukan diantara siswa /peserta test. Pendekatan yang mana yang akan dipilih tergantung kepada tujuan dari pelaksanaan test.

8)      Penggunaan hasil test
Penggunaan hasil test ini sangat erat kaitannya dengan tujuan test tersebut, apakah untuk tujuan formatif, sumatif, diagnostik, atau penempatan. Hasil penilaian in sangat berguna terutama sebagai bahan perbaikan program pengajaran, melihat tingkat ketercapaian kurikulum, memotivasi belajar siswa, bahan laporan kepada orang tua siswa dan sebagai bahan laporan kepada atasan untuk  kepentingan supervisi dan monotoring program serta sebagai bahan penyusunan progran berikutnya sebagai tindak lanjut.


3.      Teknik dan alat penilaian
Secara umum alat penilaian dapat dikelompokan kedalam dua kelompok , alat penilaian bentuk tes dan alat penilaian bukan tes.
a.      Bentuk Tes
Dari segi pelaksanaannya, tes dibagi kedalam tiga kategori; tes tulisan, tes lisan dan tes tindakan. Dari segi  bentuk soal dapat diklasifikasikan ke dalam lima bentuk soal, yaitu:
(a) soal  pilihan ganda
(b) soal  benar salah
c) soal menjodohkan
(d) uraian /jawaban singkat
(e) soal bentuk uraian bebas ( free essay)
Dilihat dari segi cara atau pola jawaban yang diberikan, soal dapat dibedakan ada soal yang telah disediakan jawabannya, peserta tes tinggal memilih jawaban tersebut (pilihan ganda, benar salah, menjodohkan) dan ada soal yang tidak disediakan jawabannya (uraian). Kemudian dilihat dari segi  cara pemberian skornya, dibedakan ke dalam soal yang bersifat objektif dan soal yang bersifat subjektif.
Agar informasi tentang karakteristik tingkah laku individu yang dinilai akurat atau mencerminkan mendekati keadaan yang sebenarnya, sehingga informasi itu dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat keputusan penting dalam pendidikan dan pengajaran,  maka tes yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis sebagai alat ukur yang baik. Karakteristik tes  yang baik menurut Hopkins dan Antes adalah  tes tersebut memiliki keseimbangan, spesifik dan objektif. Keseimbangan dan kehususan (spesifikasi) berkaitan langsung dengan validitas,  objektivitas berkaitan langsung dengan reliabilitas dan berkaitan tidak langsung dengan validitas, yaitu melalui keterkaitan antara validitas dan reliabilitas. Untuk memperoleh prangkat tes yang seimbang  (proporsional), dapat dilakukan dengan cara  membuat tabel spesifikasi (kisi-kisi) mengenai topik-topik yang akan dimasukan ke dalam perangkat tes. Untuk memperoleh butir-butir soal yang spesifik dapat dilakukan melalui identifikasi kompetensi dan tujuan-tujuan khusus pembelajaran, selanjutnya  dijadikan dasar perumusan butir soal. Dengan cara-cara di atas,  dapat diharapkan butir-butir soal yang dirumuskan dapat menjadi sampel yang representatif dalam perangkat tes itu.
Ebel mengemukakan lebih terinci lagi, ada 10 kriteria perangkat tes yang baik:
1)      Relevansi
Yaitu kesesuaian antara tes yang dikembangkan dengan kurikulum yang telah ditentukan
2)      keseimbangan antara tujuan pembelajaran khusus dengan jumlah butir soal yang mewakilinya
3)      Efisien baik dalam pelaksanaan tes, pemberian skor dan pengadministrasiannya
4)      Objektif dalam pemberian skor dan penafsiran hasilnya
5)      Spesifikasi, yaitu tes hanya mengukur hal-hal khusus yang telah diajarkan
6)      Tingkat kesukaran butir soal berada disekitar indeks 0,50
7)      Memiliki kemampuan untuk membedakan antara kelompok siswa yang pandai dengan  kelompok siswa yang  assor
8)      Memiliki tingkat reliabilitas yang cukup tinggi
9)      Kejujuran dan keadilan dalam pelaksanaan evaluasinya
10)  Memiliki kecepatan (speed) yang wajar dalam penyelesaian tesnya.
b.      Bentuk Non Tes
1)      Wawancara dan Quistioner
Sebagai alat penilaian, wawancara dan quistioner sangat efektif untuk menilai hasil belajar siswa yang berkaitan dengan pendapat, keyakikan, aspirasi, harapan, prestasi, keinginan dan lain-lain.  Sebagai alat penilaian, wawancara memiliki kelebihan yaitu dapat berkomunikasi langsung dengan siswa, sehingga siswa dapat mengungkapkan jawaban dengan lebih bebas dan mendalam. Disamping itu, melalui wawancara dapat dibina hubungan yang lebih baik. Ada dua macam wawancara, pertama wawancara yang berstruktur dan yang kedua wawancara tidak berstruktur/bebas.
Seperti halnya wawancara, quistioner juga memiliki kelebihan yaitu bersifat praktis, hemat waktu dan tenaga. Namun demikian, questioner memiliki kelemahan yang mendasar, yaitu seringkali jawaban yang diberikan tidak objektif,  siswa memberi jawaban yang pura-pura. Wawancara juga ada dua macam, yang berstruktur dan tidak berstruktur. Yang berstruktu setiap pertanyaan sudah disediakan jawabannya, siswa tinggal memilih/mencocokannya. Sedangkan yang tidak berstruktur siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan jawabannya sendiri. 
2)      Skala
Skala adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat atau perhatian, yang disusun dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden yang hasilnya dalam bentuk rentangan nilai sesuai dengan kriteria yang digunakan.

Ada dua jenis sekala yang sering digunakan untuk menilai proses dan hasil belajar siswa, yaitu sekala sikap dan sekala penilaian
a)      Skala sikap
Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan seseorang berprilaku. Sikap juga dapat diartikan reaksi seseorang terhadap stimulus yang datang pada dirinya. Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu. Hasilnya berupa katagori sikap, yakni mendukung, menolak atau netral. Ada tiga komponen  sikap yakni kognisi (berkenaan dengan pengetahuan tentang objek), afeksi (berkaitan dengan perasaan terhadap objek), dan konasi (berkaitan dengan kecenderungan berprilaku terhadap objek itu).  Ada beberapa bentuk skala yang biasa digunakan untuk menilai derajat  sifat nilai sikap seseorang terhadap suatu objek , antara lain :
                                                               i.               Menggunakan bilangan , untuk menunjukan  tingkat-tingkat dari sifat (objek ) yang dinilai. Misalnya, 1, 2, 3, 4 dan seterusnya.
                                                             ii.               Menggunakan frekuensi terjadinya/timbulnya sikap itu. Misalnya; selalu, seringkali, kadang-kadang, pernah, dan tidak pernah.
                                                           iii.               Menggunakan istilah-istilah yang bersifat kualitatif.  Misalnya; bagus sekali, baik, sedang, dan kurang. Atau istilah-istilah; sangat setuju, stuju, tidak punya pendapat, tidak stuju, dan sangat tidak setuju.
                                                           iv.               Menggunakan istilah-istilah yang menunjukan status/ kedudukan. Misalnya; paling rendah, di bawah rata-rata, di atas rata-rata, dan paling tinggi.
                                                             v.               Menggunakan kode bilangan atau huruf. Misalnya;  selalu diberi kode 5, kadang-kadang 4, jarang, 3, jarang sekali 2, dan tidak pernah diberi kode bilangan 1.
b)      Skala penilaian
Skala penilaian mengukur penampilan atau prilaku siswa melalui pernyataan prilaku pada sutu titik kontinum atau suatu katagori yang bermakna nilai. Titik atau kategori itu diberi rentangan nilai dari yang tertinggi sampai yang terendah. Rentangan ini bisa berupa hurup abjad (A, B, C, D)  atau angka (1,2,3 4). Hal yang harus diperhatikan adalah kriteria sekala nilai, yakni penjelasan oprasional untuk setiap alternatif jawaban. Skala penilaian lebih tepat digunakan untuk mengukur suatu proses, misalnya proses belajar pada siswa, atau hasil belajar yang berbentuk prilaku (performance), seperti hubungan sosial diantara siswa atau cara-cara memecahkan masalah.
c)      Observasi
Observasi sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu atau terjadinya suatu proses kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situsi buatan. Observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar seperti:tingkah laku siswa pada waktu belajar, berdiskusi, mengerjakan tugas dan lain-lain.
Ada tiga jenis observasi yaitu observasi langsung, observasi dengan menggunakan alat (tidak langsung) dan observasi partisipasi. Ketiga jenis observasi itu digunakan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan dari kegiatan observasi tersebut.


Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam mengembangkan penilaian dengan menggunakan teknik observasi adalah sebagai berikut:

                                                                    i.            Tentukan aspek kegiatan yang akan diobservasi
Aspek kegiatan ini mungkin berkaitan dengan kegiatan siswa secara individu, kegiatan siswa  secara kelompok, interaksi guru dengan siswa, interaksi antara siswa dengan siswa dan lain sebagainya.
                                                                  ii.            Menentukan pedoman observasi yang akan digunakan
Tentukan bentuk pedoman observasi yang akan digunakan, apakah bentuk bebas (tidak perlu ada jawaban, tetapi mencatat apa yang nampak) atau pedoman yang berstruktur (memakai alternatif jawaban). Bila dipakai bentuk yang berstruktur, tetapkan pilihan jawaban serta  indikator-indikator setiap jawaban sebagai pedoman dalam pelaksanaanya nanti.
                                                                iii.            Melaksanakan observasi
yaitu mencatat tingkah laku yang terjadi pada saat kegiatan berlangsung. Cara dan teknik pencatatannya sesuai dengan format atau bentuk pedoman observasi yang digunakan.
                                                                iv.            Mengolah hasil observasi.


4.      Studi kasus
Studi kasus pada dasarnya mempelajari individu secara intensif yang dipandang memiliki kasus tertentu. Misalnya mempelajari anak yang sangat bandel/nakal, sangat rajin, sangat piter, atau sangat lamban dalam belajar. Kasus-kasus tersebut dipelajari secara mendalam, yaitu mengungkap segala variabel yang diduga menjadi penyebab timbulnya prilaku atau keadaan khusus tadi dalam kurun waktu tertentu. Tekanan utama dalam studi kasus adalah mencari tahu mengapa individu melakukan sesuatu dan apa pengaruhnya terhadap lingkungan.
Kelebihan studi kasus sebagai alat penilaian adalah subjek dpelajari secara mendalam dan menyeluruh, sehingga karakter individu tersebut dapat diketahui dengan selengkap-lengkapnya. Namun demikian, studi kasus sifatnya sangat subjektif, artinya informasi yang diperoleh hanya berlaku untuk individu itu saja, tidak dapat digeneralisir untuk individu lain sekalipun memiliki kasus yang hampir sama.
Sosiometri
Banyak ditemukan di lingkungan sekolah siswa yang kurang mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya. Ia nampak murung, mengasingkan diri, mudah tersinggung, atau bahkan oper acting. Hal ini bisa dilihat ketika siswa sedang bermain atau sedang mengerjakan tugas-tugas kelompok. Gejala-gejala tersebut menunjukan adanya kekurang mampuan siswa dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kondisi  ini perlu diketahui oleh guru dan dicarikan upaya untuk memperbaikinya, karena kondisi seperti itu dapat mengganggu proses belajarnya. Salah satu cara untuk mengetahui kemampuan siswa dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya adalah dengan teknik sosiometri. Dengan teknik ini dapat diketahui  posisi siswa dalam hubungan sosialnya dengan siwa lainnya. Misalnya ada diketahui  posisi siswa dalam hubungan sosialnya dengan siwa lainnya. Misalnya ada siswa yang terisolasi dari kelompoknya, siswa yang paling disukai oleh teman-temannya, siswa yang memiliki hubungan mata rantai, dan sebagainya.
Sosiometri dapat dilakukan dengan cara menyuruh siswa di kelas untuk memmilih satu atau dua teman yang paling disukainya. Usahakan tidak terjadi kompromi untuk saling memilih diantara siswa. Atau dapat pula siswa disuruh memilih siswa yang kuarang disukainya. Dengan cara di atas, dapat diketahui siswa-siswa mana yang menghadapi kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya, kemudian diberi bantuan.
5.      Subyek dan Obyek Evaluasi
a.       Subyek Evaluasi
Secara sederhana, yang dimaksud dengan subyek evaluasi adalah pelaku atau  orang yang melakukan pekerjaan evaluasi. Untuk menentukan siapa  sebenarnya yang disebut subyek evaluasi, pada dasarnya ditentukan oleh suatu aturan pembagian tugas atau ketentuan yang berlaku, misalnya:
1)      Untuk melaksanakan evaluasi tentang prestasi belajar siswa, maka sebagai  subyek evaluasi adalah guru
2)      Untuk melaksanakan evaluasi tentang kinerja karyawan di suatu instansi, maka subyek evaluasi adalah kepala instansi atau petugas yang ditunjuk untuk itu.
3)      Untuk melakukan evaluasi tentang tingkat kedisiplinan guru dalam mengajar, maka subyek evaluasi adalah kepala sekolah atau wakil kepala yang ditunjuk.
Dengan kata lain, yang disebut dengan subyek evaluasi adalah pelaksana evaluasi. Penulis menegaskan dan memilih pengertian ini, sebab dalam beberapa keterangan adakalanya seseorang yang dikategorikan sebagai subyek evaluasi dikatakan pula sebagai obyek/sasaran evaluasi. Sebagai gambaran dari contoh (a) di atas, dikatakan bahwa subyek evaluasi adalah guru, dan siswa sebagai obyek/sasaran evaluasi. Keterangan ini menyebutkan, bahwa dalam contoh di atas subyek evaluasi adalah siswa, dan obyek evaluasinya adalah prestasi belajar siswa, seperti prestasi matematika, kemampuan membaca, kemampuan menulis, dan lain sebagainya.
b.      Obyek Evaluasi
Dari uraian tentang subyek evaluasi di atas, secara singkat dapat dikatakan bahwa yang disebut dengan obyek evaluasi adalah orang atau sesuatu yang menjadi sasaran evaluasi. Menurut Suharsimi Arikunto (1999:20), obyek evaluasi itu meliputi tiga hal, yaitu input, transformasi, dan out put, yaitu:
1)      Input
Siswa sebagai input dari sebuah lembaga pendidikan, sebelum dia diterima pada sebuah lembaga pendidikan, biasanya dia dievaluasi terlebih dahulu dengan segala karakteristik yang dimilikinya. Dalam hal ini, minimal ada empat aspek yang perlu dievaluasi, yaitu kemampuan, kepribadian, sikap, dan intelegensinya.
2)      Transformasi
Siswa sebagai input yang telah diterima, kemudian diproses dalam sutu proses transformasi. Dalam proses ini, banyak unsur yang terdapat di dalamnya yang semuanya merupakan obyek/sasaran evaluasi. Unsur-unsur tersebut, adalah:
a)      Kurikulum/materi
b)      Metode
c)      Sarana dan media pendidikan
d)     Sistem administrasi
e)      Guru dan personil lainnya.
3)      Output
Evaluasi terhadap output lulusan, penting dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan prestasi belajar siswa setelah mengikuti program pendidikan. Namun perlu diperhatikan, bahwa dalam evaluasi, output ini hendaknya jangan hanya menitikberatkan pada aspek kognitif saja, tetapi aspek afektif dan psikomotornya pun harus pula diperhatikan dan dievaluasi. Sebab ada kecenderungan yang ada saat ini, bahwa sekolah (guru) hanya mengevaluasi prestasi belajar saja yang bersifat kognitif, sedangkan tingkah laku dan keterampilan apa yang mereka miliki, yang merupakan aspek afektif dan psikomotor, sangat langka dijamah oleh sekolah (guru). Sejalan dengan pendapat tersebut, M. Ngalim Purwanto (1984:147) mengemukakan bahwa evaluasi itu meliputi tiga faktor, yaitu:
a)        Pribadi dan perkembangan peserta didik, yang meliputi:
·         Perkembangan sikap (fisik dan mentalnya).
·         Pengetahuan dan kecakapan/keterampilannya terhadap bahan pelajaran yang telah diberikan.
·         Kecerdasan/ intelegensinya dan cara berpikirnya.
·         Perkembangan perasaannya (estetis, etis, sosial, dsb).
·         Perkembangan jasmani dan kesehatannya.
·         Hobby, minat dan bakatnya.
b)        Isi materi pendidikan, yang meliputi:
·         Isi/bahan rencana pelajaran yang telah diajarkan (sesuai tidaknya dengan perkembangan umur, minat, dan kebutuhan anak)
·         Situasi dan suasana sekolah berikut alat-alat perlengkapan yang tersedia.
·         Keadaan guru-guru dan karyawannya, termasuk kepemimpinan kepala sekolah.
c)        Proses pendidikan, yang meliputi:
·         Bagaimana guru-guru mengajar (metode apa yang dipergunakannya).
·         Bagaimana cara siswa-siswa belajar, minat, dan perhatiannya terhadap pelajaran.
·         Lamanya waktu yang tersedia untuk mengajar dan belajar Dan lain sebagainya.



















BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan

Pendidikan  merupakan suatu proses kegiatan yang disengaja atas input untuk menimbulkan suatu hasil yang diinginkan sesuai tujuan yang ditetapkan. Sebagai sebuah proses maka pendidikan harus dievaluasi hasilnya untuk melihat apakah hasil yang dicapai telah sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Tujuan pokok evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui keefektifan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Indikator keefektifan itu dapat dilihat dari perubahan tingkah laku yang terjadi pada peserta didik . Perubahan tingkah laku yang terjadi itu dibandingkan dengan perubahanan tingkah laku yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan isi program pembelajaran.



DAFTAR PUSTAKA

M. Rifa’i, 1972. Pengantar Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: Penerbit “Baru”.
Muhibbin Syah, 1999. Psikologi Belajar. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Ngalim Purwanto dkk, 1984. Administrasi Pendidikan, Jakarta: Mutiara.
 Rusijono, 1999. EvaluasiPembelajaran, Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Suharsimi Arikunto, 1988.Penilaian Program Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Suharsimi Arikunto, 1999. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2002. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : PT. Asdi Mahasatya.
Nana Sujana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Bandung : P.T Remaja Rosdakarya, 1990), pp.8-9
Norman E. Gronlund, Measurement and Evaluation in Teaching, Fifth Edition (New York : McMillan Publising, 1985), p.5.
Purwanto. (2009). Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suharsimi Arikunto. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sukardi. (2009). Evaluasi Pendidikan: Prinsip & Operasionalnya. Jakarta: PT Bumi Aksara
Dimyati, Mujiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.
Winataputra, Udin S dan Tita Rosita. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Universitas Terbuka, Depdikbud. Jakarta.
Winataputra, Udin S dan Tita Rosita. 1994. Strategi Belajar Mengajar. Universitas Terbuka, Depdikbud. Jakarta.
Zain, Aswan dan Syaiful Bahri Djamarah. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta


No comments:

Post a Comment