PRINSIP, FUNGSI, AZAS DAN LANDASAN BIMBINGAN
KONSELING
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Bimbingan Konseling
Nama Dosen : Nurkholis, M.Pd. I

Disusun Oleh :
1.
Aulia Ulva (130641079)
2.
Dewi Pujiarti (130641075)
3.
Dwi Septiana L (130641081)
4.
Sofi
Asri Yani (130641081)
Kelompok : 3
Kelas : SD13-A2
Semester : 5
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Salawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada nabi kita Muhammad SAW.
Penyusunan
makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan
Konseling. Di dalam makalah ini membahas tentang “Prinsip, Fungsi, Azas dan
Landasan Bimbingan Konseling” yang menguraikan mengenai prinsip bimbingan
konseling, fungsi bimbingan konseling, azas bimbingan konseling, dan landasan
bimbingan konseling.
Terima
kasih penulis sampaikan kepada :
1.
Nurkholis, M.Pd.I selaku Dosen Pengampu
mata kuliah Bimbingan Konseling,
2.
Teman-teman kelas
SD13-A2 yang telah memberikan kontribusi baik langsung maupun tidak langsung
dalam pembuatan makalah ini,
3.
Kedua orang tua dan
segenap keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan maupun do’a
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Penyusun
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan supaya
kami bisa lebih baik lagi untuk kedepannya. Semoga makalah ini bermanfaat
khususnya bagi kami dan umumnya bagi kita semua.
Cirebon, Oktober 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR
ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
....................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah
................................................................................ 2
C.
Tujuan
.................................................................................................. 2
D.
Pemecahan Masalah
............................................................................. 2
E.
Metodelogi penulisan
............... ............................................................ 3
F.
Sistematika Penulisan
........................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A.
Prinsip Bimbingan
Konseling .............................................................. 4
B.
Fungsi Bimbingan
Konseling .............................................................. 9
C.
Azas Bimbingan
Konseling ................................................................. 15
D.
Landasan Bimbingan
Konseling .......................................................... 18
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
.......................................................................................... 33
B.
Saran ..................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA
..................................................................................... 35
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan
merupakan aset yang tak ternilai bagi individu dan masyarakat. Pendidikan tidak
pernah dapat dideskripsikan secara gamblang hanya dengan mencatat banyaknya
jumlah siswa, personel yang terlibat, harga bangunan, dan fasilitas yang
dimiliki. Pendidikan merupakan proses esensial untuk mencapai tujuan dan
cita-cita pribadi individu. Secara filosofis dan historis pendidikan
menggambarkan suatu proses yang melibatkan berbagai faktor dalam upaya mencapai
kehidupan yang bermakna, baik bagi individu sendiri maupun masyarakat pada
umumnya.
Pendukung utama
bagi tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia yang bermutu adalah
pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu tidak cukup dilakukan hanya
melalui transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga harus didukung
oleh peningkatan profesionalisasi dan sistem manajemen tenaga kependidikan
serta pengembangan kemampuan peserta didik untuk menolong diri sendiri dalam memilih
dan mengambil keputusan demi pencapaian cita-citanya.
Sekolah
merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam membentuk
pribadi siswa, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Sekolah
merupakan suatu sistim yang komponen-komponen didalamnya terintegrasi dengan
baik. Bimbingan dan konseling adalah salah satu komponen sekolah yang bertugas
membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi komponen sekolah yang lain.
Bimbingan dan
konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara individu
maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal dalam bidang
pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar dan
perencanaan karier, melalui berbaga jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan
norma-norma yang berlaku. Guru sekolah dasar
memegang peranan dan memikul tanggung jawab untuk memahami anak dan membantu
perkembangan sosial dan pribadi anak. Tanggung jawab ini semakin menumbuhkan
kebutuhan adanya bimbingan yang terorganisir di sekolah dasar.
Berdasarkan
pemaparan latar belakang di atas, maka makalah ini membahas mengenai “Prinsip,
Fungsi, Azas dan Landasan Bimbingan Konseling” yang meliputi prinsip bimbingan
konseling, fungsi bimbingan konseling, azas bimbingan konseling, dan landasan
bimbingan konseling.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalahnya
adalah sebagai berikut :
1.
Apa saja prinsip
bimbingan konseling?
2.
Bagaimana fungsi
bimbingan konseling?
3.
Apa saja azas bimbingan
konseling?
4.
Apa saja landasan
bimbingan konseling?
C.
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuannya adalah untuk :
1.
Mengetahui prinsip
bimbingan konseling.
2.
Mengetahui fungsi
bimbingan konseling.
3.
Mengetahui azas
bimbingan konseling.
4.
Mengetahui landasan
bimbingan konseling.
D. Pemecahan Masalah
Dalam
memecahkan masalah, penulis menggunakan pendekatan deskriptif analitik, yaitu
dengan memaparkan teori-teori dari berbagai literatur secara teliti dan kritis
yang relevan dengan permasalahan tersebut.
E. Metodelogi Penulisan
Pada
penelitian ini digunakan metode deskriptif, merupakan suatu metode yang
memusatkan pada pemecahan yang aktual. Data dikumpulkan dari berbagai
literatur, kemudian disusun, di analisis serta dijelaskan dan selanjutnya disimpulkan.
F. Sistematika Penulisan
Kata
Pengantar
Daftar
Isi
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan Penulisan
D.
Pemecahan Masalah
E.
Metodelogi Penulisan
F.
Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A.
Prinsip Bimbingan
Konseling
B.
Fungsi Bimbingan Konseling
C.
Azas Bimbingan
Konseling
D.
Landasan Bimbingan
Konseling
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
Daftar
Pustaka
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prinsip Bimbingan
Konseling
Dalam
menguraikan prinsip-prinsip bimbingan konseling Imron Fauzi menyatakan bahwa
manusia adalah makhluk filosofis, artinya manusia mempunyai pengetahuan dan
berpikir. Manusia juga memiliki sifat yang unik, berbeda dengan makhluk lain
dalam perkembangannya. Implikasi dari keberagaman ini ialah bahwa setiap
individu memiliki kebebasan dan kemerdekaan untuk memilih dan mengembangkan
diri sesuai dengan keunikan atas tiap-tiap potensi tanpa menimbulkan konflik
dengan lingkungannya. Dari sisi keunikan
dan keberagaman individu, diperlukan
bimbingan untuk membantu setiap individu mencapai perkembangan yang sehat di
dalam lingkungannya. (Nur Ihsan, 2006: 1).
Prinsip
bimbingan konseling menguraikan pokok-pokok dasar pemikiran yang dijadikan
pedoman program pelaksanaan atau aturan main yang harus diikuti dalam
pelaksanaan program pelayanan bimbingan
dan dapat juga dijadikan sebagai seperangkat landasan praktis atau aturan yang
harus diikuti dalam pelaksanaan program
pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Terdapat beberapa prinsip
dasar yang dipandang sebagai fondasi atau landasan bagi layanan bimbingan.
Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis tentang kemanusiaan
yang menjadi dasar bagi pemberian layanan bantuan atau bimbingan, baik disekolah
maupun di luar sekolah. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Bimbingan
diperuntukkan untuk semua individu (guidance
is for all individuals)
Prinsip ini berarti bahwa
semua individu atau peserta didik, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah,
baik pria maupun wanita, anak-anak, remaja maupun dewasa. Dalam hal ini
pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dari pada
pengembangan dan penyembuhan (kuratif) dan lebih diutamakan teknik kelompok
dari pada perseorangan (individual).
2.
Bimbingan bersifat
individualisasi
Setiap individu bersifat
unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan individu dibantu untuk
memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti bahwa
yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah individu, meskipun layanan
bimbingannya menggunakan teknik kelompok.
3.
Bimbingan menekankan
hal yang positif
Dalam kenyataan masih ada
individu yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena
bimbingan dipandang sebagai suatu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda
dengan pandangan tersebut, bimbingan merupakan proses bantuan yang menekankan
kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun
pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang
untuk berkembang.
4.
Bimbingan merupakan
usaha bersama
Bimbingan bukan hanya
tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala
sekolah. Mereka sebagai teamwork
terlibat dalam proses bimbingan.
5.
Pengambilan keputusan
merupakan hal yang esensial dalam bimbingan.
Bimbingan diarahkan untuk
membantu individu agar dapat melakukan pilihan dan mengambil keputusan.
Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan informasi dan nasihat yang penting
bagi individu dalam mengambil keputusan. Kehidupan individu diarahkan
oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi indvidu untuk mempertimbangkan,
menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan yang
tepat. Jones et.al. (1970) berpendapat bahwa kemampuan untuk membuat pilihan
secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan.
Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan individu untuk memecahkan
masalahnya dan mengambil keputusan.
6.
Bimbingan berlangsung
dalam berbagai setting (adegan)
kehidupan.
Pemberian
layanan bimbingan tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga di lingkungan
keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/swasta, dan
masyarakat pada umumnya. Bidang layanan bimbingan bersifat multi aspek, yaitu
meliputi aspek pribadi, social, pendidikan, dan pekerjaan.
Peters dan Farwell mencatat 18 prinsip khusus bimbingan di lingkungan
sekolah, yaitu sebagai berikut:
1.
Bimbingan ditujukan
bagi semua siswa.
2.
Bimbingan membantu
perkembangan siswa ke arah kematangan.
3.
Bimbingan merupakan
proses layanan bantuan kepada siswa yang
berkelanjutan dan terintegrasi.
4.
Bimbingan menekankan
berkembangnya potensi siwa secara
maksimum.
5.
Guru merupakan
co-fungsionaris dalam proses bimbingan.
6.
Konselor merupakan
co-fungsionaris utama dalam proses bimbingan.
7.
Administrator merupakan
co-fungsionaris yang mendukung
kelancaran proses bimbingan.
8.
Bimbingan bertanggung
jawab untuk mengembangkan kesadaran
siswa akan lingkungan (dunia di luar dirinya) dan mempelajarinya secara
efektif.
9.
Untuk
mengimplementasikan berbagai konsep bimbingan di perlukan program bimbingan yang terorganisasi dengan
melibatkan pihak administrator, guru dan konselor.
10. Bimbingan
perkembangan membantu siswa untuk mengenal, memahami, menerima, dan
mengembangkan dirinya sendiri.
11. Bimbingan
perkembangan berorientasi kepada tujuan.
12. Bimbingan
perkembangan menekankan kepada pengambilan
keputusan.
13. Bimbingan
perkembangan berorientasi masa depan.
14. Bimbingan
perkembangan melakukan penilaian secara periodik terhadap perkembangan siswa
sebagai seorang pribadi yang utuh.
15. Bimbingan
perkembangan cenderung membantu perkembangan siswa secara langsung.
16. Bimbingan
perkembangan difokuskan kepada individu dalam
kaitannya dengan perubahan kehidupan sosial budaya yang terjadi.
17. Bimbingan
perkembangan difokuskan kepada pengembangan kekuatan pribadi.
18. Bimbingan
perkembangan difokuskan kepada proses pemberian
dorongan.
Senada dengan prinsip-prinsip diatas,
Biasco (Syamsu,1998:10) mengidentifikasi lima prinsip bimbingan, yaitu sebagai berikut:
1.
Bimbingan, baik sebagai
konsep maupun proses merupakan bagian integral progam pendidikan di sekolah.
Oleh kaena itu bimbingan dirancang untuk melayani semua siswa, bukan hanya anak
yang berbakat atau yang mempunyai masalah.
2.
Progam bimbingan akan berlangsung
dengan efektif apabila ada upaya kerjasama antarpersonal sekolah, juga dibantu
oleh personel dari luar sekolah, seperti orang tua siswa atau para spesialis.
3.
Layanan bimbingan
didasarkan kepada asumsi bahwa individu memiliki peluang yang lebih baik untuk
berkembang melalui pemberian bantuan yang terencana.
4.
Bimbingan berasumsi
bahwa individu, termasuk anak-anak
memiliki hak untuk menentukan sendiri dalam melakukan pilihan.
Pengalaman dalam melakukan pilihan sendiri tersebut berkontribusi kepada perkembangan
rasa tanggung jawabnya.
5.
Bimbingan ditujukan
kepada perkembangan pribadi setiap siswa, baik menyangkut aspek akademik,
sosial, pribadi, maupun vokasional.
Prinsip bimbingan dan konseling
berkenaan dengan sasaran layanan, permasalahan yang dialami siswa, program
pelayanan, serta tujuan dan pelaksanaan pelayanan. Asas-asas bimbingan dan
konseling meliputi asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kegiatan,
kemandirian, kekinian, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, alih
tangan kasus, dan tut wuri handayani.
1.
Prinsip-prinsip
Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Prinsip
ini berkaitan dengan tujuan, sasaran layanan, jenis layanan dan kegiatan
pendukung serta berbagai aspek operasional pelayanan bimbingan dan konseling.
Dalam layanan bimbingan dan konseling perlu diperhatikan sejumlah prinsip
berikut.
a.
Prinsip-prinsip
berkenaan dengan sasaran layanan.
1)
Bimbingan dan konseling
melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, agama, dan
status social ekonomi.
2)
Bimbingan dan konseling
berurusan dengan pribadi dan tingkah laku individu yang unik dan dinamis.
3)
Bimbingan dan konseling
memperhatikan sepenuhnya tahap dan berbagai aspek perkembangan individu.
4)
Bimbingan dan konseling
memberikan perhatian utama kepada perbedaan individual yang menjadi orientasi
pokok pelayanan.
b.
Prinsip-prinsip
berkenaan dengan permasalahan individu.
1)
Bimbingan dan konseling
berurusan dengan hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental/fisik individu
terhadap penyesuaian dirinya dirumah, sekolah, serta,dalam kaitannya dengan
kontrak sosial, pekerjaan, dan sebaliknya, pengaruh lingkungan terhadap kondisi
mental dan fisik individu.
2)
esenjangan social, ekonomi, dan kebudayaan
merupakan factor timbulnya masalah pada individu, yang kesemuanya menjadi perhatian
utama pelayanan bimbingan dan konseling.
c.
Prinsip-prinsip
berkenaan dengan program layanan.
1)
Bimbingan dan konseling
merupakan bagian dari integral dari upaya pendidikan dan pengembangan individu.
Oleh karena itu, program bimbingan dan konseling harus diselaraskan dan
dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan peserta didik.
2)
Program bimbingan dan
konseling harus fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan individu, masyarakat,
dan kondisi, lembaga program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan
dari jenjang pendidik yang terendah sampai tinggi.
3)
Isi dan pelaksanaan
program bimbingan dan konseling harus terarah dan teratur.
d.
Prinsip-prinsip
berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan.
1)
Bimbingan dan konseling
harus diarahkan untuk pengembangan individu yang mampu membimbing diri sendiri
dalam menghadapi permasalahan.
2)
Dalam proses bimbingan
dan konseling, keputusan yang diambil dan akan dilaksanakan oleh individu
hendaknya atas kemampuan individu itu sendiri, bukan karena kemauan atau
desakan dari pembimbing atau pihak lain.
3)
Permasalahan individu
harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan
yang dihadapi.
4)
Kerja sama antara guru
pembimbing, guru lain, dan orang tua akan menentukan bimbingan.
5)
Pengembangan program
pelayanan bimbingan dan konseling ditempuh melalui pemanfaatan yang maksimal
dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu yang terlibat dalam
proses pelayanan dan program bimbingan dan konseling itu sendiri.
B. Fungsi Bimbingan
Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling,
mengemban sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan
bimbingan dan konseling. Fungsi bimbingan dan konseling disekolah dibangun
untuk mendukung tujuan pendidikan, antara lain sebagai berikut.
1.
Fungsi Penyaluran
Fungsi
ini merupakan fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu siswa memilih
kegiatan ekstrakulikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan
penguasaan karier atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian, dan
ciri-ciri kepribadian lainnya. Fungsi ini disebut sebagai decion making. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor harus
bekerja sama dengan pendidik lainnya, baik di dalam maupun di luar lembaga
pendidikan.
2.
Fungsi Penyesuaian
Fungsi
ini merupakan fungsi bimbingan dalam membantu siswa menemukan cara menempatkan
diri secara tepat dalam berbagai keadaan dan situasi yang dihadapi, membantu
siswa untuk menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan
konstruktif, misalnya siswa yang baru masuk ke sekolah dibantu untuk bergaul
dan menyesuaikan diri dengan teman-teman barunya tanpa harus menekan
prinsip-prinsip yang telah dipahaminya. Fungsi ini disebut sebagai fungsi adjustment, yaitu fungsi membantu para
pelaksana pendidikan, kepala sekolah atau madrasah dan staf, konselor, dan guru
untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan,
minat, kemampuan, dan kebutuhan siswa. Dengan menggunakan informasi yang
memadai mengenai siswa, pembimbing atau konselor, dapat membantu para guru dalam
memperakukan siswa secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi
sekolah/madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan
pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.
3.
Fungsi
Pengadaptasian
Fungsi
ini merupakan fungsi bimbingan sebagai narasumber bagi tenaga-tenaga
kependidikan yang lain di sekolah, khususnya bagi pimpinan sekolah dan staf
pengajar, dalam hal mengarahkan kegiatan pendidikan dan pengajaran agar sesuai
dengan kebutuhan para siswa. Di sini pelayanan tidak langsung diberikan kepada
siswa. Fungsi adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala
sekolah atau madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program
pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan
siswa. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai siswa, pembimbing
atau konselor, dapat membantu para guru dalam memperakukan siswa secara tepat,
baik dalam memilih dan menyusun materi sekolah/madrasah, memilih metode dan
proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan
dan kecepatan siswa. Tenaga bimbingan memberikan informasi dan usulan kepada
sesama tenaga pengajar tentang kemampuan siswa dalam menerima pendidikan di
sekolah. Narasumber memberikan informasi yang baru, yang berkaitan dengan
proses belajar mengajar serta pendidikan, misalnya informasi tentang nilai budi
pekerti, atau jenjang-jenjang sekolah yang lebih tinggi sesuai dengan kemampuan
siswa dan cita-cita siswa.
4.
Fungsi Pemahaman
Fungsi
ini merupakan fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman
tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu, sesuai dengan kepentingan
pengembangan siswa dan membantu mereka agar memiliki pemahaman terhadap dirinya
(potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama),
mencakup sebagai berikut:
a.
Pemahaman tentang diri
sendiri terutama oleh siswa, orangtua, guru pada umumnya, dan guru pembimbing.
b.
Pemahaman tentang
lingkungan peserta didik (termasuk didalamnya lingkungan keluarga dan sekolah)
terutama oleh siswa, orang tua, guru pada umumnya, dan guru pembimbing.
c.
Pemahaman linkungan
yang lebih luas (termasuk didalamnya informasi jabatan/ pekerjaan, informasi
social dan budaya/ nilai-nilai), terutama oleh siswa. Berdasarkan pemahaman
ini, siswa diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
5.
Fungsi Preventif
Fungsi
ini berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai
masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, agar tidak dialami
oleh siswa. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada siswa
tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan
dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi,
informasi dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan
kepada siswa untuk mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan,
diantaranya: bahaya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, droup out, dan pergaulan bebas (free
sex). Untuk itu fungsi pencegahan (preventif) akan menghasilkan tercegahnya dan
terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul yang
akan dapat mengganggu, menghambat, ataupun menimbulkan kesulitan dan kerugian
tertentu dalam proses perkembangannya.
6.
Fungsi Pemeliharaan dan
Pengembangan
Fungsi
ini bertujuan menghasilkan terpeliharanya dan terkembangkannya berbagai potensi
dan kondusif positif siswa dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan
berkelanjutan. Fungsi-fungsi tersebut diwujudkan melalui penyelenggaraan
berbagai jenis layanan dan kegiatan bimbingn dan konseling, untuk mencapai
hasil sebagaimana terkandung di dalam tiap-tiap fungsi itu. Setiap layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling harus secara langsung mengacu pada satu atau
lebih fungsi-fungsi tersebut agar hasil yang dicapainya seara jelas dapat
diidentifikasi dan dievaluasi, yaitu fungsi bimbingan dan konseing untuk
membantu siswa untuk menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang
telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini bertujuan menghindarkan siswa dari
kondisi-kondisi yang akan menyebabaan penurunan produktivitas diri. Pelaksnaan
fungsi ini diwujudkan dalam program-program yang menarik, rekreatif, dan
fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli. Pemeliharaan dan pengembangan
membantu siswa memelihara dan menumbuhkembangkan berbagai potensi dan kondisi
positif yang dimilikinya. Selain itu, fungsi pengembangan bersifat lebih
proaktif dari fungsi-fungsi lainya. Konselor senantiasa berupaya untuk
menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembanan
siswa. Konselor dan personel sekolah / madrasah lainnya secara sinergi menjadi
teamwork yang berkolaborasi atau bekerja sama merencanakan dan melaksanakan
program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan, dalam upaya membantu
siswa mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat
digunakan adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah
pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.
7.
Fungsi Advokasi
Fungsi
ini bertujuan membantu siswa memperoleh pembelaan atas hak dan kepentingannya
yang kurang mendapat perhatian.
8.
Fungsi Perbaikan
(Penyembuhan)
Fungsi
ini bersifat kurang berkaitan erat dengan pemberian bantuan kepada siswa yang
mengalami masalah. Selain itu, untuk membantu siswa sehingga dapat memperbaiki
kekeliruan dalam berpikir, berperasaan, dan bertindak (berkehendak). Layanan
bimbingan ini dimaksudkan untuk “mengobati/menyembuhkan” masalah yang dihadapi
siswa. Bimbingan yang bersifat kuratif biasanya diberikan secara individual
dalam bentuk konseling. Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan)
terhadap siswa supaya memiliki pola pikir yang sehat, rasional, dan memiliki
perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka pada tindakan atau
kehendak yang produktif dan normative.
9.
Fungsi Fasilitasi
Fungsi
ini bertujuan memberikan kemudahan kepada siswa dalam mencapai pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang seluruh aspek dalam
diri siswa.
10.
Fungsi Penyesuaian
Fungsi
ini membantu siswa untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara dinamis
dan konstruktif, terutama lingkungan sekolah, keluarga, dan lingkungan
masyarakat. Beberapa kegiatan yang sering dipakai untuk merealisasikan ini
adalah layanan orientasi bagi siswa yang baru masuk pada lembaga sekolah,
memberikan informasi mengenai cara bergaul dalam kelompok, dan sebagainya.
Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi bimbingan dan konseling,
selain sebagai pemahaman untuk dirinya sendiri (peserta didik) maupun
lingkungannya, juga sebagai penyembuh (perbaikan ) bagi siswa yang megalami
kesulitan ketika mendapatkan suatu permasalahan yang sulit untuk dipecahkan,
yang menyebabkan ia menjadi pesimis dan rendah diri.
Menurut Syamsu
Yusuf dan A. Juntika Nurihsan menjelaskan 8 fungsi bimbingan, yaitu:
1.
Pemahaman, yaitu
membantu peserta didik (siswa) agar memiliki
pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan,
pekerjaan, dan norma agama).
2.
Preventif, yaitu upa ya
konselor untuk senantiasa mengantisipasi
berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupa ya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh
peserta didik.
3.
Pengembangan, yaitu
konselor senantiasa berupa ya untuk
menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi
perkembangan siswa.
4.
Perbaikan
(penyembuhan), yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini
berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada siswa yang telah mengalami
masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.
5.
Penyaluran, yaitu
fungsi bimbingan dalam membantu individu memilih kegiatan ekstrakurikuler,
jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang
sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya.
6.
Adaptasi, yaitu fungsi
membantu para pelaksana pendidikan khususnya konselor, guru atau dosen untuk
mengadaptasikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat,
kemampuan, dan kebutuhan individu (siswa).
7.
Penyesuaian, yaitu
fungsi bimbingan dalam membantu individu (siswa) agar dapat menyesuaikan diri
secara dinamis dan konstruktif terhadap program pendidikan, peraturan skeolah,
atau norma agama.
C. Azas Bimbingan
Konseling
Penyelenggaraan layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling, selain dimuati oleh fungsi dan disadarkan pada
prinsip-prinsip bimbingan, juga harus memenuhi sejumlah asas bimbingan.
Pemenuhan atas asas-asas itu akan memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin
keberasilan layanan/kegiatan. Sebaliknya pengingkarannya akan dapat menghambat
atau bahkan menggagalkan pelaksanaan serta mengurangi atau mengaburkan hasil
layanan kegiatan. Asas-asas itu terdiri atas sebagai berikut.
1.
Asas
Kerahasiaan
Yaitu
asas bimbingan dan konseling yang menuntut kerahasiaannya segenap data dan
keterangan tentang peserta didik (konseli) yang menjadi sasaran layanan, yaitu
data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang
lain. dalam hal ini guru bimbingan dan konseling berkewajiaban penuh memelihara dan menjaga
semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2.
Asas
Kesukarelaan
Yaitu
asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan
peserta didik mengikuti/menjalankan
layanan/kegiatan yang diperuntukan baginya. Dalam hal ini guru bimbingan dan
konseling berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan seperti itu.
3.
Asas
keterbukaan
Yaitu
asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik yang menjadi
sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam
memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai
informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam
hai ini guru bimbingan dan konseling berkewajiban mengembangkan keterbukaan
peserta didik.
4.
Asas
kegiatan
Yaitu
asas bimbingan dan konseling yang menghendakiagar peserta didik yang menjadi
sasaran layanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan
layanan/kegiatan bimbingan dan konseling. Di dalam hal ini guru bimbingan dan
konseling perlu mendorong peserta didik
untuk aktif dalam setiap layanan /kegiatan bimbingan dan konseling yang
diperuntukan baginya.
5.
Asas
kemandirian
Yaitu
asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan
konseling, yaitu: peserta didik sebagai
sasaran layanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu
–individu yang mandiri. Guru bimbingan dan konseling hendaknya mampu
mengarahkan layanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi
berkembangnya emadirian peserta didik.
6.
Asas
kekinian
Yaitu
asas bimbingan menghendaki agar obyek sasaran layanan bimbingan dan konseling
ialah permasalahan peserta didik dalam kondisinya sekarang. Layanan yang
berkenaan dengan masa depan atau kondisi masa lampau dilihat dampak dan
kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang dapat diperbuat sekarang.
7.
Asas
kedinamisan
Yaitu
asas bimbingan dan konselin yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran
layanan yang sama kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus
berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap
perkembangannya dari waktu ke waktu.
8.
Asas
keterpaduan
Yaitu
asas bimbingan adan koseling yang menghendaki agar berbagai layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru bimbingan dan
konseling maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis dan terpadukan. Untuk
ini guru bimingan dan konseling dan pihak-pihak yang berperanan dan
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan.
9.
Asas
kenormatifan
Yaitu
asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan
nilai dan norma-norma yang ada, yaitu norma agama, hukum, dan peraturan, adat
istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku.
10. Asas keahlian
Yaitu
asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional.
Keprofesional guru bimbingan dan konseling harus terwujud baik dalam
penyelenggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling.
11. Asas alih tangan
Yaitu
asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu
menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas
suatu permasalahan peserta didik mengalihtangankan permasalahan itu kepada
pihak yang lebih ahli. Guru bimbingan dan konseling dapat menerima ahli tanan kasus
dari orang tua, guru lain.
12. Asas tut wuri handayani
Yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menghendaki agar layanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat
menciptakan suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman). Segenap asas perlu
diselenggarakan secara terpadu dan tepat waktu yang satu tidak perlu
diperhatikan atau dikemudiankan dari yang lain.
D. Landasan Bimbingan
Konseling
Membicarakan landasan dalam bimbingan
dan konseling pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan landasan-landasan yang
biasa diterapkan dalam pendidikan, seperti landasan dalam pengembangan
kurikulum,landasan pendidikan nonformalataupun landasan pendidikan secara umum.
Landasan dalam bimbingan dan konseling
pada hakikatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan
dipertimbangkan, khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam
mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk berdiri
tegak dan kukuh tentu membutuhkan pondasi yang kuat dan tahan lama. Tanpa
pondasi yang kukuh, bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk.
Demikian pula dengan layanan bimbingan
dan konseling, apabila tidak di dasari oleh fondasi atau landasanyang kukuh,
akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling itu
sendiri dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien).
Secara teoritis, berdasarkan hasil studi
dari beberapa sumber, ada empat aspek pokok yang mendasari pengembangan layanan
bimbingan dan konseling, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis,
landasan sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi.
Berikut ini akan dideskripsikan dari
landasan-landasan bimbingan dan konseling tersebut.
1.
Landasan
Historis Bimbingan dan Konseling
Secara
umum, konsep bimbingan dan konseling telah dikenal sebagian orang melalui
sejarah. Sejarah Yunani kuno menyebutkan “Developing
One’s Potential” yang artinya pengembangan potensi individu. Mereka
menekankan upaya-upaya untuk mengembangkan dan memperkuat individu melalui
pendidikan, sehingga mampu mengisi perannya di masyarakat. Terkait dengan
perhatian yang diberikan kepada masyarakat Yunani, Plato dapat dipandang
sebagai “konselor” Yunani kuno pada masa itu. Hal tersebut karena Plato telah
menaruh perhatian begitu besar terhadap pemahaman psikologis individu, seperti
aspek isu-isu moral pendidikan, hubungan dalam masyarakat, dan teologis.
Plato
(dalam Syamsu dan Juntika, 2008:85) juga memberikan perhatian terhadap
masalah-masalah yaitu membangun pribadi manusia yang baik melalui asuhan atau
pendidikan formal, membuat anak dapat berfikir lebih efektif, dan teknik yang
telah berhasil memengaruhi manusia dalam kemampuannya mengambil keputusan dan
mengembangkan keyakinannya.
Masalah
Developing One’s Potential atau lebih
dikenal dengan pengembangan potensi individu yang dikemukakan plato di atas
juga terjadi pada abad 18. Jeans Jecques Rousseau (dalam Syamsu dan Juntika, 2008:87)
mengemukakan bahwa perkembangan individu dapat berlangsung dengan baik apabila
dia bebas untuk mengembangkan belajar dan belajar melalui berbuat (bekerja).
Tonggak-tonggak
perkembangan bimbingan dan konseling di Amerika dan Indonesia diantaranya:
a.
Perkembangan layanan
bimbingan yang terjadi di Amerika.
Menurut
Prayitno Erman Amti, pada saat itu pekerjaan konselor masih ditangani oleh para
guru karena belum ada konselor di sekolah. Mereka memberi layanan informasi,
layanan bimbingan pribadi, sosial, karier, dan akademik. Pada tahun 1898, Jesse
B. Davis seorang konselor sekolah di Detroit memulai memberikan layanan
konseling pendidikan dan pekerjaan di SMA. Kemudian, pada tahun 1907, dia
diangkat menjadi kepala SMA di Grand Rapids Michigan. Tujuan program bimbingan
di sekolah tersebut di Amerika adalah membantu siswa agar mampu mengembangkan
beberapa hal berikut.
1)
Mengembangkan
karakternya yang baik memiliki moral, ambisi, bekerja keras, dan kejujuran
sebagai aset yang sangat penting bagi setiap siswa.
2)
Mencegah dirinya dari
perilaku yang bermasalah.
3)
Menghubungkan minat
pekerjaan dengan kurikulum (mata pelajaran).
b.
Perkembangan layanan
bimbingan yang terjadi di Indonesia
Perkembangan
layanan bimbingan di Indonesia berbeda dengan di Amerika. Layanan bimbingan dan
konseling di indonesia baru dibicarakan secara terbuka sejak tahun 1962. Hal
ini di tandai dengan adanya perubahan sistem pendidikan di SMA, yaitu
terjadinya perubahan nama menjadi SMA Gaya Baru, dan berubahnya waktu
penjurusan, yang awalnya di kelas 1 menjadi kelas 2. Program penjurusan
merupakan respons terhadap kebutuhan untuk menyalurkan para siswa kejurusan
yang tepat bagi dirinya secara perorangan. Dalam rencana pelajaran yang ada di
SMA Gaya Baru, ditegaskan sebagai berikut:
1)
Di kelas 1, setiap
pelajar diberi kesempatan untuk lebih mengenal bakat dan minatnya dengan
bimbingan penyuluhan yang diteliti dari para guru ataupun orang tua.
2)
Dengan mempergunakan
peraturan kenaikan kelas dan bahan-bahan catatan dalam kartu pribadi setiap
murid, para pelajar disalurkan ke kelas 2 pada kelompok khusus.
3)
Untuk kepentingan
tersebut, pengisian kartu pribadi murid harus dilaksanakan seteliti mungkin.
Dengan
diperkenalkannya gagasan sekolah pembangunan pada tahun 1970-1971, peranan
bimbingan kembali mendapat perhatian. Perkembangan bimbingan dan konseling
semakin mantap dengan terjadinya perubahan nama organisasi Ikatan Petugas
Bimbingan Indonesia (IPBI) Menjadi Asosiasi BK Indonesia (ABKIN) pada tahun
2001. Kemunculan nama ini dilandasi pikiran bahwa bimbingan dan konseling harus
tampil sebagai profesi yang mendapat pengakuan dan kepercayaan publik.
Berdasarkan penelaahan yang cukup kritis terhadap perjalanan historis gerakan
Bimbingan Konseling di Indonesia, Prayitno mengemukakan bahwa periodisasi
perkembangan gerakan bimbingan dan penyuluhan di Indonesia melalui lima
periode, yaitu periode prawancana, pengenalan, pemasyarakatan, konsolidasi, dan
tinggal landas. Hal inilah yang menunjang pengembangan layanan bimbingan di Indonesia.
2.
Landasan
Religius
Landasan
religius bimbingan dan konseling adalah menetapkan klien sebagai makhluk Tuhan
dengan segenap kemuliaan menjadi fokus sentral upaya bimbingan dan konseling.
Pendekatan bimbingan dan konseling yang terintegrasi di dalamnya dimensi agama,
ternyata sangat disenangi oleh masyarakat Amerika dewasa. Ini didasarkan oleh
hasil polling Gallup (dalam syamsu dan juntika, 2008:133) pada tahun 1992 yang
menunjukkan:
a.
Sebanyak 66% masyarakat
menyenangi konselor yang profesional, yang memiliki nilai-nilai keyakinan dan
spiritual.
b.
Sebanyak 88% masyarakat
menyenangi proses konseling yang memerhatikan nilai-nilai keyakinan.
Terkait
dengan berkembangnya konseling yang berbasis spiritual, M. Surya (dalam syamsu
dan Nurihsan, 2008: 134) mengusulkan agar spiritual ini dijadikan sebagai
angkatan kelima dalam konseling dan psikoterapi. Selanjutnya, dijelaskan bahwa
“spirituality inclundes conceps such as
transcendene, self actualization, purpose and meaning wholeness, balance,
sacredness, universality, and a sense of high power”. Sehubungan dengan
maksud tersebut, konselor dituntut memiliki pemahaman tentang hakikat manusia
menurut agama, peranan agama dalam kehidupan umat manusia, dan prasyaratan
konselor.
3.
Landasan
filosofis
Pelayanan
bimbingan dan konseling meliputi serangkaian kegiatan atau tindakan yang
semuanya diharapkan merupakan tindakan yang bijaksana. Untuk itu diperlukan
pemikiran filosofis tentang berbagai hal, yang bersangkut paut dalam pelayanan
bimbingan dan konseling. Pemikiran bimbingan dan konseling pada umumnya
membantu konselor dalam menghadapi situasi konseling dalam membuat situasi yang
tepat. Di samping itu, pemikiran dan pemahaman filosofis juga memungkinkan
konselor menjadikan hidupnya lebih mantap, lebih fasilitatif, serta lebih
efektif dalam penerapan upaya pemberian bantuannya. Konselor harus merasa puas
dalam membantu klien mengatasi masalahnya. Konselor menggunakan keterampilannya
untuk membantu klien dalam upaya mengembangkan keterampilan klien dalam
mengatasi masalah dan keterampilan hidupnya.
John
J. Pietrofesa et.al. mengemukakan pendapat James Cribbin tentang
prinsip-prinsip filosofis dalam bimbingan yaitu sebagai berikut:
a.
Bimbingan hendaknya di
dasarkan pada pengakuan terhadap kemuliaan dan harga diri individu (konseli)
dan atas hak-haknya mendapatkan bantuan.
b.
Bimbingan merupakan
proses pendidikan yang berkesinambungan. Artinya, bimbingan merupakan bagian
integral dalam pendidikan.
c.
Bimbingan harus respek
terhadap hak-haksetiap klien yang meminta bantuan dan pelayanan.
d.
Bimbingan bukan prerogatif
kelompok khususprofesi kesehatan mental. Bimbingan dilaksanakan melalui
kerjasama, yang masing-masing bekerja berdasarkan keahlian atau kompetensinya
sendiri.
e.
Fokus bimbingan adalah
membantu individu dalam merealisasikan potensi dirinya.
f.
Bimbingan merupakan
elemen pendidikan yang bersifat individualisme, personalisasi dan sosialisasi.
Dengan
demikian, landasan filosofis adalah memberikan arahan serta pemahaman,
khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan
konseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan, baik secara logis, etis maupun
estetis.
Landasan
filosofis dalam bimbingan dan konseling, terutama berkenaan dengan usaha
mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang manusia. Jawaban
atas pertanyaan filosofis tersebut tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran
filsafat yang ada, mulai filsafat klaslik, sampai dengan filsafat modern, dan
bahkan dilsafat post-modern.
Dari
berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis barat mendeskripsikan hakikat manusia
sebagai berikut.
a.
Manusia adalah makhluk
rasional yag mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan
perkembangan dirinya.
b.
Manusia dapat belajar
mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha memanfaatkan
kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
c.
Manusia berusaha terus-menerus
mengembangkan dan menjadikan dirinya sendiri khususny melalui pendidikan.
d.
Manusia dilahirkan
dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk, dan hidup berarti upaya untuk
mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol
keburukan.
e.
Manusia memiliki
dimensi fisik, psikologis, dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam.
f.
Manusia akan menjalani
tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan
tugas-tugas kehidupannya sendiri.
g.
Manusia adalah unik,
dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
h.
Manusia adalah bebas
merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang
menyangkut perikehidupan sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah
dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu dan akan menjadi apa manusia
itu.
i.
Manusia pada hakikatnya
positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun, manusia berada dalam
keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dengan
memahami hakikat manusia tersebut, setiap upaya bimbingan dan konseling
diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia. Seorang konselor
dalam berinterkasidengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan
kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya.
4.
Landasan
Psikologis
Landasan
psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor
tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk
kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologis yang perlu
dikuasi oleh konselor adalah sebagai berikut.
a.
Motif dan motivasi
Motif
dan motivasi berkenaan dengan dororngan yang menggerakkan seseorang untuk
berperilaku, baik motif primer, yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli
yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti rasa lapar, bernapas,
dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti
rekreasi,memperoleh pengetahuan dan keterampilan tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya
motif-motif tersebut di aktifkan dan digerakkan, baik dari dalam diri individu
(motivasi ekstrinsik) menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas
tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.
b.
Pembawaan dan
lingkungan
Pembawaan
dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan memengaruhi
perilaku individu. Pembawaan, yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan
merupakan hasil dari keturunan, yang mencangkup aspek psikofisik, seperti
struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan atau ciri-ciri kepribadian
tertentu. Pembwaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan,
dan untuk mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan tempat
individu itu berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan
berbeda-beda. Ada individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula
yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya, dalam kecerdasan, ada yang sangat
tinggi (genius), normal, atau bahkan sangat kurang(debil, embisil atau idiot).
Demikian
pula, dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang
kondusif dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehinggga segenap potensi
bawaan yang dimilikinya dapat berkembang secara optimal. Ada pula individu yang
hidup dan berada dalam lingkungan yang kurang kondusif potensi bawaan yang
dimilinya tidak dapat berkembang dengan baik dan menjadi tersia-siakan.
c.
Perkembangan individu
Perkembangan
individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang
merentang sejak masa konsepsi (pranatal) hingga akhir hayatnya, diantaranya
meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral
dan sosial.
Beberapa
teori tentang perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan,
diantaranya sebagai berikut:
1)
Teori dari Mc. Candless
tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural dalam perkembangan individu.
2)
Teori dari Freud
tentang dorongan seksual.
3)
Teori dari Erickson
tentang perkembangan psiko-sosial.
4)
Teori dari Piaget
tentang perkembangan kognitif.
5)
Teori dari Kohlberg
tentang perkembangan moral.
6)
Teori dari Zunker
tentang perkembangan karier.
7)
Teori dari Buhler
tentang perkembangan sosial.
8)
Teori dari Havighurst
tentang tugas-tugas perkembangan individu semenjak bayi sampai dengan masa
dewasa.
Dalam
menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai aspek perkembangan
individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu
itu pada masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan
lingkungan.
d.
Belajar
Belajar
merupakan salah satu konsep yang sangat mendasar dari psikologgi. Manusia
belajar untuk hidup. Tanpa belajar, manusia tidak akan dapat mempertahankan dan
mengembangkan dirinya, dan dengan belajar, manusia mampu berbudaya dan
mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar sudah ada pada diri
individu. Penguasaan yang baru merupakan tujuan belajar dan pencapaian sesuatu
yang baru itulah yang merupakan tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek
kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses
belajar di perlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psikofisik yang
dihasilkan dari kematangan maupun hasil belajar sebelumnya.
Untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan
belajar, terdapat beberapa teori belajar yang bisa djadikan rujukan, diantaranya
adalah teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitif dan teori belajar gestalt. Dewasa ini mulai
berkembang teori belajar alternatif konstruktivisme.
e.
Kepribadian
Hingga
saat ini para ahli belum menemukan rumusan tentang kepribadian secara bulat dan
komprehensif. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W.
Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) ditemukan hampir 50 definisi
tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya,
dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih penting.
Menurut
pendapatnya, kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai
sistem psikofisik, yang menentukan cara yang unik dalam menyesuaikan diri
terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah
penyesuaian diri.
Scheneider
dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses
respons individu, baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya
mengatasi kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan
konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dan
tuntutan (norma) lingkungan. Adapun yang dimaksuddengan unik bahwa kualitas
perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dan individu
lainnya.
Keunikannya
didukung oleh keadaan struktur psikofisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi
fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan
dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu
yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk
menjelaskan kepribadian individu, ada beberapa teori kepribadian yang sudah
banyak dikenal, diantaranya teori psikoanalisa dan sigmund Freud, teori
analitik dari Carl Gustav Jung, teori sosial psikologis dari Adler, fromm,
Horney dan Sullivan, teori personologi dari Murray, teori medan dari Kurt
Lewin, teori psikologi individual dari Allport, teori stimulus-respons dari
Throndike, Hull, Watson, teori the self
dari Carl Rogers, dan sebagainya.
Sementara itu, AbinSyamsuddin (2003) mengemukakan aspek-aspek kepribadian, yang
mencangkup sebagai berikut.
1)
Karakter, yaitu
konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsisten tidaknya dalam
memegang pendirian atau pendapat.
2)
Pemperamen, yaitu
disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan
yang datang dari lingkungan.
3)
Sikap, sambutan
terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
4)
Stabilitas emosi, yaitu
kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan, seperti
mudah tidaknya tersinggung, sedih atau putus asa
5)
Responsibilitas
(tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan
yang dilakukan, seperti menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau
melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
6)
Sosiabilitas, yaitu
disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal, seperti sifat
pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomuniksi dengan orang
lain.
Untuk
kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam upaya memahami dan
mengembangkan prilaku individu yang dilayani(klien), konselor harus dapat
memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi
perilaku individu yang dilayaninya(klien). Selain itu, seorang konselor juga
harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan menjadikannya
sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagiaan hidup kliennya.
Begitu pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan lingkungan yang
kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan klien.
Terkait
dengan upaya pengembangan belajar klien, konselor di tuntut untuk memahami
aspek-aspek dalam belajar serta berbagai teori belajar yang mendasarinya.
Berkenaan dengan upaya pengembangan kepribadian klien, konselor harus memahami
karakteristik dan keunikan kepribadian kliennya. Oleh karena itu, agar konselor
menguasai landasan psikologis, ada empat bidang psikologi yang harus dikuasai
dengan baik, yaitu bidang psikologi umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar
atau psikologi pendidikan, dan psikologi kepribadian.
5.
Landasan
Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan
landasan yang dapat memberikan pemahamankepada konselor tentang dimensi
kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang memengaruhi perilaku
individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan
sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda
sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan prilaku dan
kepribadian individu yang bersangkutan.
Apabila
perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, tidak ustahil timbul
konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat proses
perkembangan pribadi dan perilaku individu yang bersangkutan dalam kehidupan
pribadi atau sosialnya.
Dalam proses konseling terjadi
komunikasi interpersonal antara konselor dan klien, yang mungkin konselor dan
klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno
(2003) mengemukakan lima acam sumber hambatan, yang mungkin timbul dalam
komunikasi sosial dan penyesuaian diri antar budaya, yaitu perbedaan bahasa,
komunikasi nonverbal. Stereotipe, kecenderungan menilai, dan kecemasan.
Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi
dapat menimbulkan kesalah pahaman.
Bahasa nonverbal pun sering memiliki
makna yang berbeda-beda, bahkan mungkin bertolak belakang. Stereotipe cenderung
menyamarakan sifat-sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka
subjektif (social prejudice) yang
biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat
menghasilkan penilaian positif, tidak sedikit pula menimbulkan reaksi negatif.
Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya lain yang
unsur-unsurnya dirasakan asing.
Kecemasan yang berlebihan dalam
kaitannya dengan suasana antarbudaya dapat menyebabkan culture shock, sehingga dia tidak tahu sama sekali apa, dimana, dan
kapan harus berbuat sesuatu. Agar komunikasi sosial antar konselor dan klien
dapat terjalin harmonis, kelima hambatan komunikasi tersebut harus diantipasi.
Terkait dengan layanan dan bimbingan
konseling di indonesia, Moh. Surya (2006) mengetengahkan tren bimingan dan
konseling multikultural sangat tepet untuk lingkungan berbudaya plural, seperti
indonesia. Bimbingan dan konseling di laksanakan dengan landasan semangat
Bhineka Tunggal Ika, yaitu kesamaan diatas keragaman. Layanan bimbingan dan
konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa, yang
secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.
6.
Landasan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Layanan
bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang dimiliki
dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun praktiknya. Pengetahuan
tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis dengan
menggunakan berbagai metodem seperti pengamatan, wawancara, analisis dokumen,
prosedur tes, inventori atau analisis laboratoris yang dituangkan dalam bentuk
laporan penelitian, buku teks, dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.
Sejak
awal di cetuskannya gerakan bimbinga, layanan bimbingan dan konseling telah
menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan, dan pengolahan
lingkungan secara ilmiah (Mc. Daniel dalam Prayitno, 2003).
Bimbingan
dan konseling merupakan ilmu yang berdifat “multiferensial”. Bebrapa disiplin
ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktik
bimbingan dan konseling, seperti psikologi, ilmu pendidikan, ststistik,
evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi, antropologi, ilmu ekonomi, manajemen,
ilmu hukum dan agama. Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut telah
diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik dalam
pengembangan teori maupun praktiknya. Pengembangan teori dan pendekatan
bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli,
juga dihasilkan melalui berbagai bentuk penelitian.
Sejalan
dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi berbasis komputer,
sejak tahun 1980-an peranan komputer telah banyak dikembangkan dalam bimbingan
dan konseling.
Menurut Gausel (prayitno 2003), bidang
yang telah banyak memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier dan
bimbingan dan konseling pendidikan. Moh Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan
dengan perkembanga teknologi komputer, interaksi anatara konselor dan individu
yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melelui hungan tatap muka,tetapi
dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam
bentuk “cyber conseling”. Dikemukakan
pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntuk kesiapan
dan adaptasi konselor dalam penugasn teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan
konseling.
Dengan adanya landasan ilmiah dan
teknologi ini, peran konselor mencakup pula sebagai ilmuwan. Mc. Daniel
(prayitno, 2003) mengemukakan bahwa konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai
ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan pengetahuan dan teori tentang
bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun
melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian.
Berkenaan dengan layanan bimbingan dan
konseling dalam konteks indonesia, prayitno (2003) memperluas landasan
bimbingan dan konseling dengan menambah landasan pedagogis, landasan religius,
dan landasan yuridis-formal.
Landasan pedagogis dalam layanan
bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi, yaitu: pendidikan berbagai
upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan
pendidikan, pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling, dan
pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan konseling.
Landasan religius dalam layanan
bimbingan dan konsleing ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu manusia sebagai
makhluk Tuhan, sikap yang mendorong perkembangan dari perikehidupan manusia
berjalan kearah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama, dan upaya yang
memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan
perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan
yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu
perkembangan dan pemecahan masalah. Ditegaskan pula Moh.Surya (2006) bahwa
salah satu tren bimbingan dan konseling saat ini adalah bimbingan dan konseling
spiritual.
Berangkat dari kehidupan modern dengan
kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami
bangsa-bangsa barat yang ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan
yang tidak memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan.
Dewasa ini, berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan
nilai-nilai spiritual. Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya
bimbingan dan konseling yang berlandaskan spiritual atau religi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bimbingan dan
konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara individu
maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal dalam bidang
pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar dan perencanaan
karier, melalui berbaga jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan
norma-norma yang berlaku. Guru sekolah dasar
memegang peranan dan memikul tanggung jawab untuk memahami anak dan membantu
perkembangan sosial dan pribadi anak. Tanggung jawab ini semakin menumbuhkan
kebutuhan adanya bimbingan yang terorganisir di sekolah dasar. Terdapat
beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fondasi atau landasan bagi
layanan bimbingan.
1.
Bimbingan
diperuntukkan untuk semua individu (guidance
is for all individuals).
2.
Bimbingan bersifat
individualisasi.
3.
Bimbingan menekankan
hal yang positif.
4.
Bimbingan merupakan
usaha bersama.
5.
Pengambilan keputusan
merupakan hal yang esensial dalam bimbingan.
6.
Bimbingan berlangsung
dalam berbagai setting (adegan)
kehidupan.
Fungsi
bimbingan dan konseling disekolah dibangun untuk mendukung tujuan pendidikan,
antara lain fungsi penyaluran, fungsi penyesuaian, fungsi pengadaptasian,
fungsi pemahaman, funsi preventif, fungsi pemeliharaan dan pengembangan, fungsi
advokasi, fungsi perbaikan (penyembuhan), fungsi fasilitasi, dan fungsi
penyesuaian.
Penyelenggaraan
layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, selain dimuati oleh fungsi dan
disadarkan pada prinsip-prinsip bimbingan, juga harus memenuhi sejumlah asas
bimbingan. Asas-asas tersebut diantaranya asas kerahasiaan, asas kesukarelaan,
asas keterbukaan, asas kegiatan, asas kemandirian, asas kekinian, asas
kedinamisan, asas keterpaduan, asas kenormatifan, asas keahlian, asas alih
tangan dan asas tut wuri handayani.
B. Saran
Berdasarkan
penjelasan tentang bimbingan konseling, penulis memberikan saran bagi
pelaksana/guru harus lebih kreatif dalam mengembangkan program bimbingan dan
konseling, pendekatan yang digunakan sebaiknya pendekatan perkembangan,
pelayanannya harus cepat tanggap dan lebih proaktif. Dengan bimbingan dan
konseling yang bisa terlaksana dengan baik akan memberikan dampak positif bagi
masyarakat, bangsa dan negara.
DAFTAR
PUSTAKA
Hamdani. 2012. Bimbingan dan
Penyuluhan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Latifah. 2015. Bimbingan dan Konseling. Cirebon: Elsi
Pro.
Mu’awanah. E., dan Rifa
Hidayah. 2012. Bimbingan Konseling Islami di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi
Aksara.
Salahudin, A. 2010. Bimbingan Konseling. Bandung: Pustaka
Setia.
Yusuf, Syamsu., dan Juntika
Nurihsan. 2006. Landasan Bimbingan dan
Konseling. Bandung : Remaja Rosdakarya.
No comments:
Post a Comment