ARAH
PENDIDIKAN MANUSIA
MAKALAH
Diajukan
untuk Memenuhi Salah SatuTugas Mata Kuliah Pedagogik

|
Kelompok: 1
Kelas: SD13.A2
Semester : 2
1.
Ayu
Damalia Pratiwi (130641090)
3.
Euis
Robiyatul Adawiyah (130641063)
4.
Wahyu
Rosidin (130641073)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH CIREBON
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan berkah dan rahmat-Nya.
Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang kami alami dalam proses
pengerjaannya, tetapi kami berhasil menyelesaikannya dengan baik.
Penyusunan makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Pedagogik. Makalah ini berjudul tentang “Arah Pendidikan Manusia”
yang didalamnya membahas tentang pengertian pendidikan, keterbatasan
pendidikan, dan masalah-masalah pendidikan di Indonesia.
Terima kasih penulis sampaikan kepada:
1.
Sati,M.Pd
selaku Dosen Pengampu mata kuliah Pedagogik.
2.
Teman-teman
yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
Penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang relevan dari para pembaca. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar
Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan
Penulisan ...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 3
A. Pengertian
Proses Berpikir ....................................................................... 3
B. Langkah-langkah
Proses Berpikir ............................................................. 5
C. Pemikiran
Berpikir Kritis dan Kreatif ...................................................... 6
BAB III PENUTUP .......................................................................................... 17
A. Kesimpulan
............................................................................................... 17
B. Saran
......................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 19
LAMPIRAN
....................................................................................................... 20
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Manusia yang beradab setidak-tidaknya memiliki common sense tentang
pendidikan bahwa pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan manusia dalam
seluruh aspek kepribadian dan kehidupannya. Pendidikan memiliki kekuatan
(pengaruh) yang dinamis dalam kehidupan manusia di masa depan. Pendidikan dapat
mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya secara optimal, yaitu perkembangan potensi individu yang
setinggi-tingginya dalam aspek fisik, intelektual, emosional, sosial, dan
spiritual, sesuai dengan tahap perkembangan serta karakteristik lingkungan
fisik dan lingkungan sosiobudaya di mana dia hidup. Pendidikan merupakan suatu
fenomena manusia yang sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu maka
pendidikan dapat dilihat dan dijelaskan dari berbagai sudut pandang, seperti
dari sudut pandang psikologi, sosiologi dan antropologi, ekonomi, politik,
komunikasi, dan sebagainya.
Jumlah dan kualitas buku yang belum memadai ketersediaan buku yang
berkualitas merupakan salah satu prasarana pendidikan yang sangat penting
dibutuhkan dalam menunjang keberhasilan proses pendidikan.
Pendidikan Indonesia semakin hari semakin rendah, salah satu faktor
rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah karena lemahnya para guru
dalam menggali potensi anak. Para pendidik sering kali memaksakan kehendaknya
tanpa pernah memperhatikan kebutuhan minat dan bakat yang dimiliki siswanya.
Kelemahan para pendidik kita, mereka tidak pernah menggali masalah dan potensi
para siswa. Pendidikan seharusnya memperhatikan kebutuhan anak bukan malah
memaksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut:
1. Apa pengertian pendidikan?
2. Apa saja keterbatasan pendidikan?
3. Apa saja masalah-masalah pendidikan di Indonesia?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuannya adalah untuk:
1. Mengetahui pengertian pendidikan
2. Mengetahui keterbatasan pendidikan
3. Mengetahui masalah-masalah pendidikan di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan
Jika dasar kemanusiaan (komposisi penciptaan/fithrah) manusia tidak dapat
berubah dan berganti, lalu apa arti dari suatu pendidikan? Pendidikan atau
tarbiyah berasal dari kata “rabaa-yarbuu-riban
wa rabwah” yang berarti “berkembang, tumbuh, dan subur”.
Dalam Al Qur’an, kata “rabwah”
berarti bukit-bukit yang tanahnya subur untuk tanam-tanaman (QS.
Al-Baqarah:265). Sedangkan kata “riba”
mengandung makna yang sama (QS. Ar-Ruum:39). Dengan pengertian ini jelas bahwa
mendidik atau “rabba” bukan berarti
“mengganti” (tabdiil) dan bukan pula
berarti “merubah” (taghyiir).
Melainkan menumbuhkan, mengembangkan dan menyuburkan, atau lebih tepat
“mengkondisikan” sifat-sifat dasar (fithrah) seorang anak yang ada sejak awal
penciptaannya agar dapat tumbuh subur dan berkembang dengan baik.
Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari kata “pedagogik” yaitu ilmu
menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educare yaitu
mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa
waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai erziehung
yang setara dengan educare yakni membangkitkan kekuatan terpendam atau
mengaktifkan kekuatan atau potensi anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti
pengolahan, mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan
dan watak, mengubah kepribadian sang anak.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan berasal dari kata
dasar didik (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan)
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian: proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.
Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
1. Pengertian Pendidikan menurut Para Ahli
Pengertian pendidikan menurut John Dewey, pendidikan adalah suatu proses pengalaman, karena kehidupan adalah
pertumbuhan, pendidikan berarti membantu pertumbuhan batin tanpa dibatasi oleh
usia. Proses pertumbuhan ialah proses menyesuaikan pada tiap-tiap fase serta
menambahkan kecakapan di dalam perkembangan seseorang.
Pengertian pendidikan menurut Mahmud Yunus, pendidikan adalah usaha-usaha yang sengaja dipilih untuk mempengaruhi dan
membantu anak dengan tujuan peningkatan keilmuan, jasmani dan akhlak sehingga
secara bertahap dapat mengantarkan si anak kepada tujuannya yang paling tinggi.
Agar si anak hidup bahagia, serta seluruh apa yang dilakukanya menjadi
bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat.
Pengertian pendidikan menurut Herman Horn pendidikan adalah proses abadi dari penyesuaian lebih tinggi bagi makhluk
yang telah berkembang secara fisik dan mental yang bebas dan sadar kepada Tuhan
seperti termanifestasikan dalam alam sekitar, intelektual, emosional dan
kemauan dari manusia.
Pengertian pendidikan menurut M.j. Langeveld,
pendidikan adalah setiap pergaulan yang terjadi adalah setiap pergaulan yang
terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak merupakan lapangan atau suatu
keadaan di mana pekerjaan mendidik itu berlangsung.
2. Unsur-unsur Pendidikan
Proses pendidikan melibatkan banyak hal yaitu:
a. Subjek yang dibimbing (peserta didik).
b. Orang yang membimbing (pendidik)
c. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
d. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)
e. Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan)
f. Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode)
g. Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan)
3. Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan adalah menghilangkan segala sumber penderitaan rakyat
dari kebodohan dan ketertinggalan. Sedangkan menurut Undang-undang Standar
Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
B. Keterbatasan Pendidikan
Tiap proses dalam pendidikan memiliki berbagai keterbatasan, yaitu:
1. Batas-batas Pendidikan pada Peserta Pidik
Peserta didik sebagai manusia dapat memiliki perbedaan, dalam kemampuan, bakat,
minat, motivasi, watak, ketahanan, semangat, dan sebagainya. Intinya tiap
peserta didik memiliki perbedaan kemampuan yang tidak sama sehingga hal
tersebut dapat membatasi kelangsungan hasil pendidikan.
2. Batas-batas Pendidikan pada Pendidik
Sebagai manusia biasa, pendidik memiliki keterbatasan-keterbatasan. Namun
yang menjadi permasalahan adalah apakah keterbatasan itu dapat ditolerir atau
tidak. Keterbatasan yang dapat ditolerir ialah apabila keterbatasan itu
menyebabkan tidak dapat terwujudnya interaksi antara pendidik dan peserta
didik, misalnya pendidik yang sangat ditakuti oleh peserta didik sehingga tidak
mungkin peserta didik datang berhadapan dengannya. Pendidik yang tidak tahu apa
yang akan menjadi isi interaksi dengan peserta didik, akan menjadikan
kekosongan dan kebingungan dalam interaksi. Serta pendidik yang tidak bermoral,
termasuk yang tidak dapat ditolerir, karena pendidikan pada dasarnya adalah
usaha yang dilandasi moral.
Para pendidik sendiri memiliki berbagai keterbatasan ada yang sifatnya
relatif masih bisa ditolerir dengan cara pendidik sendiri mengupayakan
mengatasi keterbatasannya, namun permasalahannya jika tidak dapat ditolerir
berdampak pada peserta didik itu sendiri, mereka akan tidak memahami apa yang
disampaikan pendidik.
3. Batas-batas Pendidikan dalam Lingkungan dan Sarana Pendidikan
Lingkungan dan sarana pendidikan merupakan sumber yang dapat menentukan
kualitas dan berlangsungnya usaha pendidikan. Lingkungan dan sarana pendidikan
merupakan salah satu penentu kualitas akhir pendidikan. Lingkungan dan sarana
yang tidak memadai, akan menghambat berlangsungnya proses pendidikan. Disini
pendidik harus lebih kreatif dengan memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber
proses pembelajaran.
C. Masalah-masalah
Pendidikan di Indonesia
Pembangunan pendidikan yang sudah dilaksanakan sejak Indonesia merdeka
telah memberikan hasil yang cukup mengagumkan sehingga secara umum kualitas
sumber daya manusia Indonesia jauh lebih baik. Namun dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN, kita masih ketinggalan jauh.
Oleh karena itu, upaya yang lebih aktif perlu ditingkatkan agar bangsa kita
tidak menjadi tamu terasing di Negara sendiri terutama karena terjajah
oleh budaya asing dan terpaksa menari di atas irama gendang orang lain.
Upaya untuk membangun sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi,
berwawasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), serta bermoral dan berbudaya
bukanlah suatu pekerjaan yang relatif ringan. Hal ini disebabkan dunia
pendidikan kita masih menghadapi berbagai masalah internal yang cukup mendasar
dan bersifat kompleks. Kita masih menghadapi sejumlah masalah yang
sifatnya berantai sejak jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
Rendahnya kualitas pada jenjang sekolah dasar sangat penting untuk segera
diatasi karena sangat berpengaruh terhadap pendidikan selanjutnya, ada beberapa
masalah internal pendidikan yang dihadapi, antara lain sebagai berikut:
1. Rendahnya pemerataan kesempatan belajar (equity) disertai banyaknya
peserta didik yang putus sekolah, serta banyaknya lulusan yang tidak
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini identik dengan
ciri-ciri kemiskinan.
2. Rendahnya mutu akademik terutama penguasaan ilmu pengetahuan alam (IPA),
Matematika, serta Bahasa terutama Bahasa Inggris padahal penguasaan materi tersebut
merupakan kunci dalam menguasai dan mengembangkan IPTEK.
3. Rendahnya efisiensi internal karena lamanya masa studi melampaui waktu
standar yang sudah ditentukan.
4. Rendahnya efisiensi eksternal sistem pendidikan yang disebut dengan
relevansi pendidikan, yang menyebabkan terjadinya pengangguran tenaga terdidik
yang cenderung terus meningkat. Secara empiris kecenderungan meningkatnya
pengangguran tenaga terdidik disebabkan oleh perkembangan dunia usaha yang
masih didominasi oleh pengusaha besar yang jumlahnya terbatas dan sangat
mengutamakan efisiensi (padat modal dan padat teknologi). Dengan demikian
pertambahan kebutuhan akan tenaga kerja jauh lebih kecil dibandingkan
pertambahan jumlah lulusan lembaga pendidikan.
5. Terjadi kecenderungan menurunnya akhlak dan moral yang menyebabkan
lunturnya tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial, seperti terjadinya tawuran
pelajar dan kenakalan remaja. Dalam hal ini pendidikan agama menjadi sangat
penting menjadi landasan akhlak dan moral serta budi pekerti yang luhur perlu
diberikan kepada peserta didik sejak dini. Dengan demikian, hal itu akan
menjadi landasan yang kuat bagi kekokohan moral dan etika setelah terjun ke
masyarakat.
Masalah-masalah di atas erat kaitanya dengan kendala seperti
keadaan geografis, demografis, serta sosio-ekonomi besarnya jumlah penduduk
yang tersebar diseluruh wilayah geografis Indonesia cukup luas. Kemiskinan juga
merupakan salah satu kendala yang memiliki hubungan erat dengan masalah
pendidikan. Rendahnya mutu kinerja sistem pendidikan tidak hanya disebabkan
oleh adanya kelemahan menejemen pendidikan tingkat mikro lembaga pendidikan,
tetapi karena juga menejemen pendidikan pada tingkat makro seperti rendahnya
efisiensi dan efektivitas pengolahan sistem pendidikan. Sistem dan tata
kehidupan masyarakat tidak kondusif yang turut menentukan rendahnya mutu sistem
pendidikan disekolah yang ada gilirannya menyebabkan rendahnya mutu peserta
didik dan lulusannya.
Kebijaksanaan dan program yang ditujukan untuk mengatasi
berbagai permasalahan di atas, harus dirumuskan secara spesifik karena fenomena
dan penyebab timbulnya masalah juga berbeda-beda di seluruh wilayah Indonesia.
Sistem pendidikan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan
sosial budaya dan masyarakat sebagai supra sistem. Pembangunan sistem
pendidikan tidak mempunyai arti apa-apa jika tidak sinkron dengan pembanguanan nasional.
Kaitan yang erat antara bidang pendidikan sebagai sistem dengan
sistem sosial budaya sebagai supra sistem tersebut, dimana sistem pendidikan
menjadi bagiannya, menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga permasalahan
internal sistem pendidikan itu menjadi sangat kompleks.
Suatu permasalahan internal dalam sistem pendidikan selalu ada
kaitan dengan masalah-masalah di luar sistem pendidikan itu sendiri. Misalnya
masalah mutu hasil belajar suatu sekolah tidak dapat dilepaskan dari kondisi
sosial budaya dan ekonomi masyarakat disekitarnya, dari mana murid-murid
sekolah tersebut berasal, serta masih banyak lagi faktor-faktor lainnya diluar
sistem persekolahan yang berkaitan dengan mutu hasil belajar tersebut.
Berdasarkan kenyataan
tersebut maka penanggulangan masalah pendidikan juga sangat kompleks,
menyangkut banyak komponen dan melibatkan banyak pihak. Pada dasarnya ada dua
masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kita dewasa ini,
yaitu:
Yang pertama mengenai
masalah pemerataan, dan yang kedua adalah masalah mutu, relevansi, dan juga
efisiensi pendidikan.
a. Masalah Pemerataan Pendidikan
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai wahana untuk memanjakan bangsa dan
kebudayaan nasional, pendidikan nasional diharapkan dapat menyediakan
kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga Negara Indonesia untuk memperoleh
pendidikan.
Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana sistem pendidikan
dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga Negara
untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi
pembangunan sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan.
Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga Negara
khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat di tampung dalam sistem atau
lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia.
Masalah pemerataan memperoleh pendidikan dipandang penting sebab jika
anak-anak usia sekolah memperoleh kesempatan belajar pada SD, maka mereka
memiliki bekal dasar berupa kemampuan membaca, menulis, dan berhitung sehingga
mereka dapat mengikuti perkembangan kemajauan melalui berbagai media massa dan
sumber belajar yang tersedia baik mereka itu nantinya berperan sebagai produsen
maupun konsumen. Dengan demikian mereka tidak terbelakang dan menjadi
penghambat pembangunan.
Oleh karena itu, dengan melihat tujuan yang terkandung di dalam upaya
pemerataan pendidikan tersebut yaitu menyiapkan masyarakat untuk dapat
berpatisipasi dalam pembangunan, maka setelah upaya pemerataan pendidikan
terpenuhi, mulai diperhatikan juga upaya pemerataan mutu pendidikan.
Khusus pendidikan formal atau pendidikan persekolahan yang berjenjang dan
tiap-tiap jenjang memiliki fungsinya masing-masing maupun kebijaksanaan
memperoleh kesempatan pendidikan pada tiap jenjang itu diatur dengan
memperhitungkan faktor-faktor kuantitatif dan kualitatif serta relevansi yang
selalu ditentukan proyeksinya secara terus menerus dengan seksama.
Pada jenjang pendidikan dasar, kebijaksanaan penyediaan memperoleh
kesempatan pendidikan didasarkan atas pertimbangan faktor kuantitatif, karena
kepada seluruh warga Negara perlu di berikan bekal dasar yang sama. Pada
jenjang pendidikan menengah dan terutama pada jenjang pendidikan yang tinggi,
kebijakan pemertaan didasarkan atas pertimbangan kualitatif dan
relevansi, yaitu minat dan kemampuan anak, keperluan, tenaga kerja, dan
keperluan pengembangan masyarakat, kebudayaan, ilmu, dan tekonologi. Agar
tercapai keseimbangan antara faktor minat dengan kesempatan
memperoleh pendidikan, perlu diadakan penerangan yang seluas-luasnya mengenai
bidang-bidang pekerjaan dan keahlian dan persyaratannya yang dibutuhkan dalam
pembangunan utamanya bagi bidang-bidang yang baru dan langka.
Perkembangan upaya pemerataan pendidikan berlangsung terus menerus dari
pelita ke pelita. Didalam Undang-Undang No.2 tahun 1989 tengtang sistem
pendidikan nasional III tentang hak warga Negara untuk memperoleh pendidikan,
pasal 5 menyatakan: ”setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan”. Bahkan dalam pasal 7 mengenai hak telah di tegaskan
sebagai berikut: “penerimaan seorang peserta didik dalam suatu satuan
pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku,
ras, kedudukan sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi, dan dengan tetap
mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Perkembangan IPTEK menawarkan beraneka ragam alternatif model pendidikan
yang dapat memperluas pelayanan kesempatan belajar. Dilihat dari segi waktu
belajarnya bervariasi dari beberapa jam, hari, minggu, bulan, sampai tahunan,
melalui proses tatap muka sampai pada lingkungan alam yang dapat mendukung.
b. Masalah Mutu Pendidikan
Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf
seperti yang diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh
lembaga penghasil sebagai produsen tenagan terhadap calon luaran, dengan sistem
sertifikasi. Selanjutnya jika luaran tesebut terjun kelapangan kerja penilaian
dilakukan oleh lembaga pemakai sebagai konsumen tenaga dengan sistem tes unjuk
kerja. Lazimnya masih dilakukan pelatihan dan pemagangan bagi calon untuk
penyesuaian dengan tuntutan persyaratan kerja dilapangan, dan berkarya.
Jadi mutu pendidikan pada akhirnya dilihat pada kualitas keluaranya. Jika
tujuan pendidikan nasioanl dijadikan kriteria, maka pertanyaanya adalah: apakah
keluaran dari sistem pendidikan menjadikan pribadi yang bertakwa, mandiri,
anggota masyarakat yang sosial yang bertanggung jawab. Dengan kata lain
keluaran ini mewujudkan diri sebagai manusia-manusia pembangunan yang dapat
membangun dirinya dan membangun lingkungannya. Kualitas luaran seperti tersebut
adalah nurturant effect. Meskipun
disadari bahwa hakikatnya produk dengan ciri-ciri seperti itu tidak semata-mata
hasil dari sistem pendidikan itu sendiri. Yang menjadi persoalan ialah bahwa cara
pengukuran mutu produk tersebut tidak mudah.
Padahal hasil belajar yang bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses
belajar yang bermutu. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan
terjadinya hasil belajar yang bermutu. Jika tidak terjadi belajar secara
optimal akan menghasilkan skor hasil ujian yang baik maka hampir dapat
dipastikan bahwa hasil belajar tersebut adalah semu. Berarti pokok permasalahan
mutu pendidikan lebih terletak pada masalah pemprosesan pendidikan. Selanjutnya
kelancaran pemprosesan pendidikan ditunjang oleh komponen pendidikan yang
terdiri dari peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana
pembelajaran, dan juga masyarakat sekitar.
c. Masalah Efisiensi Pendidikan
Pada hakikatnya masalah efisiensi adalah masalah pengelolaan pendidikan,
terutama dalam pemanfaatan dana dan sumber daya manusia.Efesiensi artinya
dengan menggunakan tenaga dan biaya sekecil-kecilnya dapat diperoleh hasil yang
sebesar-besarnya. Jadi, sistem pendidikan yang efesien ialah dengan tenaga dan
dana yang terbatas dapat di hasilkan sejumlah besar lulusan yang berkualitas
tinggi. Oleh sebab itu, keterpaduan pengelolaan pendidikan harus tampak
diantara semua unsur dan unit, baik antar sekolah negeri maupun swasta,
pendidikan sekolah maupun luar sekolah, antara lembaga dan unit jajaran
depertemen pendidikan dan kebudayaan.
Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem
pendidikan mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan
pendidikan. Jika penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan efisiensinya
tinggi.
Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting adalah:
1) Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan
2) Bagaimana prasarana dan sarana pendidikan digunakan
3) Bagaimana pendidikan diselenggarakan
4) Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga.
Masalah penempatan guru, khususnya guru bidang penempatan studi, sering
mengalami kepincangan, tidak disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Suatu
sekolah menerima guru baru dalam bidang studi yang sudah cukup atau bahkan sudah
kelebihan, sedang guru bidang studi yang dibutuhkan tidak diberikan karena
terbatasnya jatah pengangkatan sehingga di tempatkan didaerah sekolah-sekolah
tertentu seorang guru bidang studi harus merangkap mengajarkan bidang studi
diluar kewenangannya, meskipun persediaan tenaga yang direncanakan secara makro
telah mencukupi kebutuhan, namun mengalami masalah penempatan karena
terbatasnya jumlah yang dapat diangkat dan sulitnya menjaring tenaga kerja yang
tesedia didaerah terpencil.
Masalah pengembangan tenaga kependidikan di lapangan biasanya terlambat,
khususnya pada saat menyongsong hadirnya kurikulum baru. Setiap pembaruan
kurikulum menuntut adanya penyesuaian dari para pelaksana lapangan. Dapat
dikatakan umumnya penanganan pengembanagn tenaga pelaksana di lapangan sangat
lambat. Padahal proses pembekalan untuk dapat siap melaksanakan kurikulum baru
sangat memakan waktu. Akibatnya terjadi kesenjangan antara saat di rencanakan
berlakunya kurikulum dengan saat mulai dilaksanakan.dan pendidikan berlangsung
kurang efisien dan efektif.
Pada dasarnya pembangunan dibidang pendidikan tentu menginginkan
tercapainya pemerataan pendidikan dan pendidikan yang bermutu sekaligus. Ada
dua faktor yang dapat dikemukakan sebagai penyebab mengapa pendidikan yang
bermutu belum dapat diusahakan pada saat demikian, yaitu:
1) gerakan perluasan pendidikan untuk melayani pemerataan kesempatan
pendidikan bagi rakyat banyak memerlukan penghimpunan dan pengerahan dana dan
daya.
2) kondisi satuan-satuan pendidikan pada saat demikian mempersulit upaya
peningkatan mutu karena jumlah murid dalam kelas terlalu banyak, pengerahan
tenaga pendidik yang kurang kompeten, kurikulum yang belum mantap, sarana yang
tidak memadai.
Meskipun demikian
pemerataan pendidiakn tidak dapat diabaikan karena upaya tersebut, terutama
pada saat suatu bangsa sedang memulai membangun mempunyai tujuan ganda, yaitu
disamping tujuan politis juga tujuan pembanguan memberikan bekal dasar kepada
warga negara agar dapat menerima informasi dan memiliki pengetahuan dasar untuk
mengembangkan diri sehingga dapat berpatisipasi dalam pembanguanan.
Bertolak dari gambaran
tersebut terlihat juga kaitannya dengan masalah efisiensi. Karena kondisi
pelaksanaan pendidikan tidak sempurna, maka dengan sendirinya pelaksanaan
pendidikan dan khususnya proses pembelajaran berlangsung tidak efisien.
1) Solusi pemecahan masalah pendidikan di Indonesia
a) Solusi masalah pemerataan pendidikan
Banyak macam pemecahan masalah yang telah dan sedang dilakukan oleh
pemerintah untuk meningkatkan pendidikan dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, langkah-langkah ditempuh melalui cara konvesional dan cara
inovatif.
Cara konvensional
antara lain:
(1) Membangun gedung sekolah seperti SD inpres dan atau ruangan belajar.
(2) Menggunakan gedung sekolah untuk double
shift (sistem bergantian pagi dan sore).
Sehubungan dengan itu
yang perlu digalakkan, utamanya untuk pendidikan dasar ialah membangkitkan
kemauan belajar bagi masyarakat yang kurang mampu agar mau menyekolahkan
anaknya.
Cara inovatif antara
lain:
(1) SD kecil pada daerah terpencil
(2) Sistem guru kunjung
(3) SMP terbuka
(4) Kejar paket A B, dan C
(5) Belajar jarak jauh, seperti di universitas terbuka
(b) Solusi Mutu dan Efisiensi Pendidikan
Meskipun untuk tiap-tiap jenis dan jenjang pendidikan masing-masing
memiliki kekhususan, namun pada dasarnya pemecahan masalah mutu pendidikan
bersasaran pada perbaikan kualitas komponen pendidikan serta mobilitas
komponen-komponen tersebut. Upaya tersebut pada gilirannya diharapkan dapat
meningkatkan kualitas proses pendidikan dan pengalaman belajar peserta didik,
dan menghasilkan hasil pendidikan.
Upaya pemecahan masalah masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya
meliputi hal-hal yang bersifat sebagai fisik dan lunak, personalia, dan
manajemen. Sebagai berikut:
(1) Seleksi yanglebih rasional terhadap masukan mentah, khususnay untuk Slta
dan PT.
(2) Pengembanagn kemanpuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut.
(3) Penyempurnaaan kurikulum
(4) Pengembangan prasarana yang menciptakan lingkungan yang tentram untuk
belajar
(5) Penyempurnaan sarana belajar seperti buku paket, media pembelajaran
(6) Peningkatan adminisrasi manajemen khususnya yang mengenai anggaran
(7) Kegiatan pengendalian mutu
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang
dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan
supaya anak itu kelak cakap menyelesaikan tugas hidupnya atas tanggung jawab
sendiri.
2. Pendidik memiliki keterbatasan-keterbatasanpermasalahannya adalah apakah
keterbatasan itu dapat ditolerir atau tidak. Keterbatasan yang dapat ditolerir
ialah apabila keterbatasan itu menyebabkan tidak dapat terwujudnya interaksi
antara pendidik dan peserta didik, misalnya pendidik yang sangat ditakuti oleh
peserta didik sehingga tidak mungkin peserta didik datang berhadapan dengannya.
3. Masalah pendidikan di Indonesia bukan saja karena kualitas
intelektualitas yang masih rendah, tetapi juga diperparah dengan degradasi
moral generasi muda yang masih belum bisa menyaring
perkembangan
globalisasi, tawuran antar pelajar, free sexs, narkoba, dan tindakan asusila,
maupun pelanggaran hukum banyak mewarnai pendidikanIndonesia bahkan hal ini
dapat kita saksikan baik secara langsung maupun dimedia massa.
Namun
semua itu bukanlah alasan bagi kita untuk cenderung menyalahkan pendidikan,
karena kita sendiri memiliki tanggung jawab yang besar dalam proses pendidikan
dalam memperbaiki masalah pendidikan tersebut.
B.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disarankan sebaiknya:
1. Pendidikan sebagai seorang tenaga pendidik tidak hanya mampu mengajarkan
tetapi dapat mendidik anak ke arah tujuan hidup yang benar serta dapat memahami
pentingnya pendidikan dan ilmu pendidikan sebagai teori.
2. Pendidik harus mencari metode-metode pembelajaran sehingga dapat berkembang
seoptimal mungkin dan seorang pendidik harus mempunyai moral.
3. Masalah pemerataan pendidikan banyak macam pemecahan masalah yang
telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pendidikan
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, langkah-langkah ditempuh melalui
cara konvesional dan cara inovatif.
DAFTAR
PUSTAKA
Ramayulis. (2004). Ilmu Pendidikan
Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Zahara, (1992). Dasar-Dasar Kependidikan.
Bandung: Angkasa.
Sudirman. (1991). Ilmu Pendidikan. Bandung: PT.
Rosdakarya.
Buchori, (1994). Spektrum Masalah Pendidikan di Indonesia. Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogya.
Rochaety, E., dkk. (2006). Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
http://triananur.wordpress.com/2010/09/24/masalah-pendidikan-di
indonesia-dan-solusinya/. Diunduh pada tanggal 20 Maret 2014.
http://comprehendanddonowon.blogspot.com/p/mengukur-tingkat-kesejahteraan-suatu.html. Diunduh pada tanggal 20 Maret
2014.
No comments:
Post a Comment