
Nama :
Wahyu Rosidin
Kelas :
SD13.A2
Semester :
2
Nim :
130641073
Tugas mata kuliah :
Filsafat Pendidikan
Judul materi :
Pengertian Filsafat Pendidikan dan
Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan
Kata filsafat berasal dari bahasa
inggris dan bahasa yunani dalam bahasa inggrisyaitu philosophy, sedangkan dalam
bahasa yunani phielein atau philos dan sofein atau sophi, ada pula yang
mengatakan filsafat berasal dari bahasa arab yaitu falsafah yang artinya
al-hkmah. Philos artinya cinta, sedangkan sophia artinya kebijaksanaan. Dengan
demikian filsafat dapat di artikan cinta kebijaksanaan.
Berikut adalah beberapa definisi
filsafat
1. Filsafat
adalah proses pencarian kebenaran dengan cara menelusuri hakikat dan sumber
kebenaran secara sistemis, logis, kritis, rasional, dan spekulatif
2. Filsafat
adalah pengetahuan tentang cara berpikir terhadap segala sesuatu atau semua
sekalian alam
3. Filsafat
adalah pengembaraan alam pikir manusia yang tidak mengenal kata henti untuk
sebuah ilmu pengetahuan yang hakiki
Kajian utama filsafat berkaiatan dengan
masalah ilmu pengetahuan dengan memikirkan hakikat keberadaan segala sesuatu.
Kajiannya mengarahkan diri pada dasar dasar pengetahuan dalam bentuk penalaran,
logika sumber pengetahuan dan kriteria kebenaran
Manfaat filsafat dalam kehidupan:
a) Dasar
dalam bertindak
b) Dasar
dalam mengambilkeputusan
c) Mengurangi
salah paham dan konflik
d) Bersiap
siaga menghadapi situasi dunia yang selalu berubah
e) Mendalami
konsep yang sudah baku dengan melihat substansinya
Menurut handerson pendidikan merupakan
suatu proses pertumbuhan dan perkembangan sebagai hasil interaksi individu
dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik berlangsung sepanjang hayat sejak
manusia lahir
Dalam GBHN tahun 1973 dikemukakan
pengertian pendidikan bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu usaha
yang disadari untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia yang
dilaksanakan didalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup
Menurut drijarkara pendidikan secara
prinsip adalah berlangsung dalam lingkungan keluarga. Pendidikan merukan
tanggung jawab orang tua yaitu ayah dan ibu yang merupakan figur sentral dalam
pendidikan.
C.
Pengertian
Filsafat Pendidikan
Berikut beberapa pengertian filsafat
pendidikan
1. Filsafat
pendidikan adalah pengetahuan yang menyelidiki substansi pelaksanaan pendidikan
yang berkaitan dengan tujuan, latar belakang, cara, hasil dan hakikat ilmu
pendidikan yang berhubungan dengan analisis kritis terhadap struktur dan kegunaanya
2. Filsafat
pendidikan adalah pengetahuan yang memikirkan hakikat pendidikan secara
komprehansif dan kontemplatif tentang sumber seluk beluk pendidikan, fungsi dan
tujuan pendidikan
3. Filsafat
pendidikan adalah pengetahuan yang mengkaji proses pendidikan dan teori-teori
pendidikan
4. Filsafat
pendidikan mengkaji tentang hakikat guru dan anak didik dalam proses
pembelajaran dikelas dan diluar kelas
Metode
yang digunakan oleh filsfat pendidikan
a. Ontologi
pendidikan : Substansi pendidikan dalam semua perspektifnya
b. Epitomologi
pendidikan : menyelidiki sumber ajaran atau prinsip yang terdapat dalam
pendidikan serta dasar atau asas yang digunakan untuk pendidikan serta dasar
atau asas yang digunakan untuk pendidikan yang dimaksudkan
c. Aksiologi
pendidikan : penyelidikan mengenai kegunaan fundamental dalam pendidikan, baik
secara jasmani maupun rohani
Berbagai
pengertian filsafat pendidikan telah dikemukakan oleh para ahli.[3]
Al-Syaibany mengartikan bahwa filsafat
pendidikan ialah aktifitas pikiran yang teratur yang menjadi filsafat tersebut
sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan.
artinya, bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan
maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat pendidikan
dan pengalaman kemanusiaan merupakan factor yang integral.
Filsafat pendidikan adalah ilmu yang
pada hakekatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam lapangan
pendidikan. Oleh karena itu bersifat filosofis dengan sendirinya filsafat
pendidikan ini pada hakekatnya adalah penerapan suatu analisa filosofis
terhadap lapangan pendidikan.
Filsafat mengadakan tinjauan yang luas
mengenai realita, maka dikupaslah antara lain pandangan dunia dan pandangan
hidup. Konsep-konsep mengenai ini dapat menjadi landasan penyusunan konsep
tujuan dan metodologi pendidikan. Disamping itu pengalaman pendidik dalam
menuntun pertumbuhan dan perkembangan anak akan berhubungan dan berkenaan
dengan realita. Semuanya ini dapat disampaikan kepada filsafat untuk dijadikan
bahan-bahan pertimbangan dan tinjauan untuk mengembangkan diri.
Filsafat pendidikan telah sewajarnya
dipelajari oleh mereka yang memperdalam ilmu pendidikan dan keguruan, ada
beberapa alasan untuk ini :
1. Adanya
problema-problema pendidikan yang timbul dari zaman ke zaman yang menjadi
perhatian ahlinya masing-masing. Dapat diperkirakan bahwa bagi barang siapa
yang mempelajari filsafat pendidikan dapat mempunyai pandangan-pandangan yang
jangkauanya melampaui hal-hal yang ditemukan secara eksperimental dan empirik.
2. Dapat
terpenuhi tuntutan intelektual dan akademik. Dengan landasan azas bahwa
berfilsafat adalah berfikir logis yang runtut teratur dan kritis, maka
berfilsafat pendidikan berarti memiliki kemampuan semacam ini.
D.
Ruang
Lingkup Filsafat Pendidikan
Ruang lingkup filsafat pendidikan adalah
sebagai berikut:
1. Pendidik
2. Murid
atau anak didik
3. Materi
pendidikan
4. Perbuatan
mendidik
5. Metode
pendidikan
6. Evaluasi
pendidikan
7. Tujuan
pendidikan
8. Alat-alat
pendidikan
9. Lingkungan
pendidikan
Untuk lebih jelas,
berikut penjabarannya satu persatu
a. Pendidik[4]
Menurut
ahmad D. Marimba, pendidik adalah orang yang memikul pertanggung jawaban untuk
mendidik, yaitu: manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung
jawab tentang pendidikan si-terdidik
Samsul
nizar mendefinisikan bahwa pendidik adalah orang yang bertanggung jawab
terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai
tingkat kedewasaan sehingga ia mampu menjalankan tugas-tugas kemanusiaan.
Pendidik bukan hanya sebatas bertugas disekolah melainkan orang yang terlibat
dalam proses pendidikan anak mulai dari
alam rahim (kandungan ibu) sampai liang lahat.
b. Murid
atau anak didik
Anak
didik secara filosif merupakan objek para pendidik dalam melakukan tindakan
yang bersifat mendidik
Sedangkan
secara terminologi peserta didik adalah anak didik atau individu yang mengalami
perubahan, perkembangan sehingga masih memerlukan bimbingan dan arahan dalam
membentuk kepribadian serta sebagai bagian dari struktural proses
pendidikan.[5]
c. Materi
pendidikan
Bahan-bahan atau pengalaman-pengalaman
belajar yang disusun sedemikian rupa untuk disajikan ata disampaikan kepada
anak didik
d. Perbuatan
mendidik
Seluruh
kegiatan, tindakan, perbuatandan sikap yang dilakukan oleh pendidik sewaktu
mengahadapi atau mengasuh anak didiknyayang disebut dengan tahzib
e. Metode
pendidikan
Strategi
yang relevan yang dilakukan oleh dunia pendidikan pada saat menyampaikan materi
pendidikan kepada anak didik
f. Evaluasi
Sistem
penilaian yang diterapkan kepada anak didik untuk mengetahui keberhasilan
pendidikan yang dilaksanakan
g. Tujuan
pendidikan[6]
Untuk
mencapai kedewasaan, oleh hoogveld diartikan secara mandiri dapat melaksanakan
tugas hidupnya, oleh langeveld kedewasaan diartikan kemampuan menentukan
dirinya sendiri secara mandiri atas tanggung jawab sendiri
h. Alat
pendidikan
Merupkan
suatu situasi yang diciptakan secara khusus dengan maksud mempengaruhi anak
didik secara pedagogis (edukatif).
Tujuan dipelajarinya filsfat pendidikan
antara lain sebagai berikut:
1. Menambah
wawasan keilmuan yang berkaitan dengan eksistensi Tuhan dan seluruh ciptaan-Nya
kepada anak didik
2.
Menguatkan iman dan
memperkaya pandangan anak didik tentang ajaran ajaran agama yang menjadi sumber
kehidupan manusia dan sumber ilmu pengetahuan
3.
Memperluas penafsiran
dan memperdalam pemaknaan berbagai hal yang menyangkut ilmu pengetahuan
4.
Meyakinkan anak didik
bahwa norma-norma kependidikan ditujukan untuk kemaslahatan
REFERENSI
Telaah filsafat
pendidikan edisi refisi. Aliet Noorhayati.
Deepublish:2014
Pedagogik(ilmu
mendidik). Uyoh Sadulloh, dkk. Bandung:penerbit alfabeta. 2014
Antropologi pendidikan.
Bandung: CV Pustaka Setia. Prof. Dr. H Mahmud, M.Si dkk. 2012
Pengantar Pendidikan
Umar Tirtarahardja. Jakarta : Rineka Cipta, 2010
Ideologi-Ideologi Pendidikan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. O’neil, William F. 2001.

Nama :
Wahyu Rosidin
Kelas :
SD13.A2
Semester :
2
Nim :
130641073
Tugas mata kuliah :
Filsafat Pendidikan
Judul materi :
Latar Belakang Filsafat Pendidikan
A.
Latar Belakang Filsafat Pendidikan
1.
Manusia Dan Pengethuan
Manusia adalah satu-satunya mahluk ciptaan
allah swt yang paling sempurna, manusia dilengkapi akal pikiran yang selalu
meragukan terhadap segala hal yang dilihatnya. Manusia meragu terdap cara kerja
pancaindranya sendiri dalam keadaan demikian manusia mulai menyangsikan
kesempurnaannya dan mulai menyadari keterbatasannya.
Kesadaran terhadap keterbatasan membawa
manusia pada upaya dan usaha yang bertujuan agar hasil pemikirannya dapat di
akui oleh orang lain.
Manfaat filsafat pendidikan dalam kehidupan
adalah sebagai berikut:
a.
Sebagai asas dalam bertindak
b.
Sebagai dasar dalam mengambil keputusan
c.
Untuk mengurangi salah paham dan konflik
d.
Untuk bersiap siaga menghadapi situasi dunia yang selalu berubah
Pendidikan
bagi manusia merupakan kebutuhan dasar dan dan hak asasi yang palng
fundamental. Secara filosofis manusia tanpa pendidikan ialah manusia yang mati karena sesungguhnya semenjak bayi
secara alamiah dan fitrahnya manusia belajar untuk beradaptasi dengan
lingkungannya.
Adaptasi
yang dilakukan manusia terus berkembang progresif sehingga terdapat berbagai
rekayasa dan modifikasi.
Dalam
filsafat pendidikan dibicarakan tujuan utama pendidikan agar manusia sebagai
pendidik dan anak didik memahami substansinya, pendidikan bertujuan meningkatkan
kecerdasan dan keterampilan hidup manusia.
2. Pemikiran Filsafat Pendidikan
Menurut Para Ahli
Menurut Socrates,
tujuan pendidikan adalah untuk merangsang penalaran yang cermat dan disiplin mental
yang akan menghasilkan perkembangan intelektual yang tetrus menerus dan standar
moral yang tinggi. Dengan berfikir, manusia akan mampu menertibkan,
meningkatkan, dan mengubah dirinya sehingga orang sungguh-sungguh mengetahui
dan mengerti apa yang benar dan dapat menyadari konsekuensi-konsekuensi akan
perbuatan yang benar. Dalam pendidikan, Socrates menggunakan sistem atau cara
berfikir yang bersifat induksi, yaitu menyimpan pengetahuan yang bersifat umum
dengan berpangkal dari banyak pengetahuan hal khusus.
Adapun prinsip-prinsip dasar pendidikan menurut
Socrates adalah metode dialektis yang digunakan oleh Socrates yang mana telah
menjadi dasar teknis pendidikan yang direncanakan untuk mendorong seorang
belajar berfikir secara cermat, untuk menguji coba diri sendiri dan untuk
memperbaiki pengetahuannya. Seorang guru tidak memaksa wibawanya atau memaksa
gagasan-gagasan atau pengetahuan kepada
seorang siswa, yang mana seorang siswa dituntut untuk mengembangkan pemikirannya
sendiri dengan berfikir secara kritis, ini adalah suatu metode untuk meneruskan
inteleknya dan mengembangkan kebiasaan-kebiasaannya dan kekuatan mentalnya.
Cara mengajar Socrates pada dasarnya disebut dialekta,
yang disebabkan dalam pengajaran itu dialog yang memegang peranan penting. Socrates
tidak seperti plato, ia tidak membangun suatu sistem filsafat yang luas, tidak
pernah menggali secara mendalam bidang psikologi, emosi, motivasi, kebiasaan
dan aspek-aspek dari proses pengetahuan tersebut. Namun demikian ia telah
membuat suatu permulaan yang besar dalam membangun konsepsi-konsepsi dan
metode-metode yang lebih luas, lebih sungguh-sungguh dan lebih efektif. Dalam
pendidikan Socrates mengemukakan sistem atau cara berfikir yang bersifat
induksi, yaitu menyimpan pengetahuan yang bersifat umum dengan berpangkal dari
banyak pengetahuan tentang hal khusus.
Menurut plato,
pendidikan itu adalah suatu bangsa dengan tugas yang harus dilaksanakan untuk
kepentingan Negara dan perorangan, pendidikan itu memberikan kesempatan
kepadanya untuk penampilan kesanggupan diri pribadinya. Bagi Negara dia
bertanggung jawab untuk memberikan perkebangan kepada warga negaranya, dapat
berlatih, terdidik dan merasakan bahagia dalam menjalankan peranannya untuk
melaksanakan kehidupan kemasyarakatan.
Menurut plato di dalam Negara idealnya pendidikan
memperoleh tempat yang paling utama dan mendapat perhatian yang paling khusus
bahkan dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah tugas dan panggilan yang sangat
mulia yang harus diselenggarakan oleh Negara.
Dengan demikian jelaslah pula bahwa peranan pendidikan
yang paling utama bagi manusia adalah membebaskan dan memperbaharui. Pembebasan
dan pembaharuan itu akan membentuk manusia utuh, yakni manusia yang berhasil
menggapai segala keutamaan dan moralitas jiwa mengantarnya ke idea yang tinggi
yaitu kebijakan, kebaikan, dan keadilan.
Tujuan pendidikan menurut plato adalah untuk menemukan
kemampuan-kemampuan ilmiah setiap individu dan melatihnya sehingga ia akan
menjadi seorang warga Negara yang baik dalam suatu masyarakat yang harmonis,
melaksanakan tugas-tugasnya secara efesien sebagai seorang anggota kelasnya.
Menurut Aristoteles, agar orang dapat hidup baik, maka
ia harus mendapatkan pendidikan. Pendidikan bukanlah akal semata-mata, akan
tetapi soal memberi bimbingan kepada perasaan-perasaan yang lebih tinggi,
supaya mengarah kepada akal, sehingga dapat dipakai akal guna mengatur
nafsu-nafsu. Aristoteles juga menganggap penting pula pembentukan kebiasaan
pada tingkat pendidikan rendah, sebagaimana pada tingkat pendidikan usia muda
itu perlu ditanamkan kesadaran aturan-aturan moral. Menurut Aristoteles untuk
memperoleh pengetahuan manusia harus lebih dari binatang-binatang lain
berdasarkan kekuatannya untuk berfikir, harus mengamati dan secara hati0hati
menganalisa struktur-struktur, fungsi organisme itu, dan segala yang ada di
alam.
Dalam rangka yang lebih tinggi, ia Nampak setuju
dengan plato tentang nilai-nilai matematika, fisika, astronomi, dan filsafat.
Ia menyatakan bahwa putra-putri semua warga Negara sebaiknya diajar sesuai
dengan kemampuan mereka, sesuatu pandangan mereka yang sama dengan doktrin
plato tentang keberadaan individual. Disiplin merupakan hal yang esensial untuk
mengajarkan para pemuda dan kaum laki-laki muda untuk mengetahui perintah dan
mengendalikan gerakan hati mereka.
Daftar Pustaka
Telaah filsafat pendidikan edisi refisi. Aliet Noorhayati.
Deepublish:2014
Filsafat Pendidikan. Jalaluddin dan Idi,
Abdullah.. Jakarta:Raja Grafindo Persada. 2011
Filsafat politik aristoteles Rapar, J.H. Jakarta:Rajawali. 1998
Filsafat Umum. Tafsir, Ahmad. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2009
Pengantar Pendidikan, Umar Tirtarahardja. Jakarta : Rineka Cipta,
2010
Ideologi-Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. O’neil, William F.
2001.

Nama : Wahyu Rosidin
Kelas : SD13.A2
Semester : 2
Nim : 130641073
Tugas mata kuliah : Filsafat Pendidikan
Judul materi : Filosofi Pendidikan
Pendidikan dapat dilihat dalam dua sisi yaitu:
1. Pendidikan sebagai praktik
2. Pendidikan sebagai teori.
Pendidikan sebagai praktik yakni seperangkat kegiatan
atau aktivitas yang dapat diamati dan disadari dengan tujuan untuk membantu
pihak lain (peserta didik) agar memperoleh perubahan perilaku. Sementara
pendidikan sebagai teori yaitu seperangkat pengetahuan yang telah tersusun
secara sistematis yang berfungsi untuk menjelaskan, menggambarkan, meramalkan
dan mengontrol berbagai gejala dan peristiwa pendidikan, baik yang bersumber
dari pengalaman-pengalaman pendidikan (empiris) maupun hasil perenungan-perenungan
yang mendalam untuk melihat makna pendidikan dalam konteks yang lebih luas.
Diantara
keduanya memiliki keterkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Praktik pendidikan
berlandaskan pada teori pendidikan. Demikian pula, teori-teori pendidikan
bercermin dari praktik pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam praktik
pendidikan dapat mengimbas pada teori pendidikan. Sebaliknya, perubahan dalam
teori pendidikan pun dapat mengimbas pada praktik pendidikan
Terkait
dengan upaya mempelajari pendidikan sebagai teori dapat dilakukan melalui
beberapa pendekatan, diantaranya:
1. Pendekatan Sains
2. Pendekatan Filosofi
3. Pendekatan Religi.
a.
Pendekatan Sains
Pendekatan sains terhadap pendidikan, yaitu
suatu pengkajian dengan menggunakan sains untuk mempelajari, menelaah, dan
memecahkan masalah-masalah pendidikan. Teori dengan pendekatan pendekatan sains
disebut sains pendidikan (science of
education).[8] Cara kerja pendekatan sains dalam pendidikan yaitu
dengan menggunakan prinsip-prinsip dan metode kerja ilmiah yang ketat, baik yang
bersifat kuantitatif maupun kualitatif sehingga ilmu pendidikan dapat
diiris-iris menjadi bagian-bagian yang lebih detail dan mendalam.[9]
Melalui pendekatan sains ini kemudian dihasilkan sains
pendidikan atau ilmu, dengan berbagai cabangnya, seperti:
1. Sosiologi Pendidikan
Merupakan cabang sains pendidikan, sabagai
aplikasi dari sosiologi dalam kajian pendidikan, aplikasi dari hasil-hasil
penelitian dalam sosiologi. Terminologi-terminologi atau istilah-istilah yang
muncul adalah istilah-istilah yang berasal dari sosiologi, misalnya struktur
sosial pendidikan, perubahan sosial dalam pendidikan, mobilitas sosial
pendidikan, dan sebagainya. Sosiologi pendidikan berangkat dari asumsi bahwa
pendidikan merupakan organisasi sosial, sehingga objek penyelidikan sosiologi
pendidikan adalah faktor-faktor sosial dalam pendidikan.[10]
2. Psikologi Pendidikan
Merupakan cabang sains pendidikan, sebagai
aplikasi dari psikologi dalam pengkajian pendidikan, sangat di pengaruhi oleh perkembangan
dan hasil-hasil penelitian dalam psikologi. Terminologi-terminologi atau
istilah-istilah yang dipergunakan sudah tentu istilah-istilah yang berasal dari
psikologi, misalnya motivasi belajar, minat, instink. Psikologi Pendidikan
bertolak dari asumsi bahwa pendidikan merupakan hal-ihwalindividu yang sedang
belajar. Belajar merupakan perubahan prilaku individu. Jadi, objek penelitian
dalam psikologi pendidikan adalah perilaku individu dalam belajar.[11]
3. Administrasi atau Manajemen Pendidikan
Suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari
ilmu manajemen untuk mengkaji tentang upaya memanfaatkan berbagai sumber daya
agar tujuan-tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
4. Teknologi Pendidikan
Suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari
sains dan teknologi untuk mengkaji aspek metodologi dan teknik belajar yang
efektif dan efisien.
5. Evaluasi Pendidikan
Suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari
psikologi pendidikan dan statistika untuk menentukan tingkat keberhasilan belajar
siswa.
6. Bimbingan dan Konseling
Suatu cabang ilmu pendidikan sebagai aplikasi dari
beberapa disiplin ilmu, seperti: sosiologi, teknologi dan terutama psikologi.
Tentunya masih banyak cabang-cabang ilmu pendidikan lainnya yang terus semakin
berkembang yang dihasilkan melalui berbagai kajian ilmiah.
b.
Pendekatan Filosofi
Pendekatan filosofi yaitu suatu pendekatan untuk
menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan metode
filsafat. Pendidikan membutuhkan filsafat karena masalah pendidikan tidak hanya
menyangkut pelaksanaan pendidikan semata, yang hanya terbatas pada pengalaman.
Dalam pendidikan akan muncul masalah-masalah yang lebih luas, kompleks dan
lebih mendalam, yang tidak terbatas oleh pengalaman inderawi maupun fakta-fakta
faktual, yang tidak mungkin dapat dijangkau oleh sains.
Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah tujuan
pendidikan yang bersumber dari tujuan hidup manusia dan nilai sebagai pandangan
hidup. Nilai dan tujuan hidup memang merupakan fakta, namun pembahasannya tidak
bisa dengan menggunakan cara-cara yang dilakukan oleh sains, melainkan
diperlukan suatu perenungan yang lebih mendalam.
Cara kerja pendekatan filsafat dalam pendidikan
dilakukan melalui metode berfikir yang radikal, sistematis dan menyeluruh
tentang pendidikan, yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga model:
1. Model Filsafat Spekulatif
2. Model Filsafat Preskriptif
3. Model Filsafat Analitik.
Filsafat spekulatif adalah cara berfikir sistematis tentang segala yang
ada, merenungkan secara rasional spekulatif seluruh persoalan manusia dengan
segala yang ada di jagat raya ini dengan asumsi manusia memliki kekuatan
intelektual yang sangat tinggi dan berusaha mencari dan menemukan hubungan
dalam keseluruhan alam berfikir dan keseluruhan pengalaman.
Filsafat preskriptif berusaha untuk menghasilkan suatu ukuran (standar)
penilaian tentang nilai-nilai, penilaian tentang perbuatan manusia, penilaian
tentang seni, menguji apa yang disebut baik dan jahat, benar dan salah, bagus dan
jelek. Nilai suatu benda pada dasarnya inherent dalam dirinya, atau hanya
merupakan gambaran dari fikiran kita.
Dalam konteks
pendidikan, filsafat preskriptif memberi resep tentang perbuatan atau perilaku
manusia yang bermanfaat. Filsafat analitik memusatkan pemikirannya pada
kata-kata, istilah-istilah, dan pengertian-pengertian dalam bahasa, menguji
suatu ide atau gagasan untuk menjernihkan dan menjelaskan istilah-istilah yang
dipergunakan secara hati dan cenderung untuk tidak membangun suatu mazhab dalam
sistem berfikir. [12]
Terdapat beberapa
aliran dalam filsafat, diantaranya: idealisme, materialisme, realisme dan
pragmatisme.[13]
Aplikasi
aliran-aliran filsafat tersebut dalam pendidikan kemudian menghasilkan filsafat
pendidikan, yang selaras dengan aliran-aliran filsafat tersebut.
Filsafat pendidikan akan berusaha memahami pendidikan dalam keseluruhan,
menafsirkannya dengan konsep-konsep umum, yang akan membimbing kita dalam
merumuskan tujuan dan kebijakan pendidikan. Dari kajian tentang filsafat
pendidikan selanjutnya dihasilkan berbagai teori pendidikan, diantaranya:[14]
1. Perenialisme
2. Esensialisme
3. Progresivisme
4. Rekonstruktivisme
Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran
dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan
dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari.
Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut ,
kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih
berorientasi ke masa lalu.
Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian
pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota
masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai
dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama
halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa
lalu. Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber
pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti
memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di
dunia? Apa pengalaman itu?
Progresivisme menekankan
pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi
pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi
pengembangan belajar peserta didik aktif.
Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme.
Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di
samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme,
rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir
kritis dan sejenisnya.
Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir
kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini
menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
c. Pendekatan Religi
Pendekatan religi yaitu suatu pendekatan untuk
menyusun teori-teori pendidikan dengan bersumber dan berlandaskan pada ajaran
agama. Di dalamnya berisikan keyakinan dan nilai-nilai tentang kehidupan yang
dapat dijadikan sebagai sumber untuk menentukan tujuan, metode bahkan sampai
dengan jenis-jenis pendidikan.
Cara kerja pendekatan religi berbeda dengan pendekatan
sains maupun filsafat dimana cara kerjanya bertumpukan sepenuhnya kepada akal
atau ratio, dalam pendekatan religi, titik tolaknya adalah keyakinan
(keimanan). Pendekatan religi menuntut orang meyakini dulu terhadap segala
sesuatu yang diajarkan dalam agama, baru kemudian mengerti, bukan sebaliknya.
Menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya “ Ilmu
Pendidikan dalam Persfektif Islam” mengemukakan dasar ilmu pendidikan Islam
yaitu Al-Quran, Hadis dan Akal. Al-Quran diletakkan sebagai dasar pertama dan
Hadis Rasulullah SAW sebagai dasar kedua. Sementara akal digunakan untuk
membuat aturan dan teknis yang tidak boleh bertentangan dengan kedua sumber
utamanya (Al-Qur’an dan Hadis), yang memang telah terjamin kebenarannya. Dengan
demikian, teori pendidikan Islam tidak merujuk pada aliran-aliran filsafat
buatan manusia, yang tidak terjamin tingkat kebenarannya.[15]
Berkenaan dengan tujuan pendidikan Islam, World
Conference on Muslim Education merumuskan bahwa : “ Education should aim
at balanced growth of the total personality of man through Man’s spirit,
intelellect the rational self, feelings and bodily senses. Education should
therefore cater for the growth of man in all its aspects, spirituals,
intelectual, imaginative, physical, scientific, linguistic, both individually
and collectively, and motivate all these aspects toward goodness and attainment
of perfection. The ultimate aim of Muslim Education lies in the realization of
complete submission to Allah on the level of individual, the community and
humanity at large.”[16]
Sementara itu, Ahmad Tafsir merumuskan tentang tujuan
umum pendidikan Islam yaitu muslim yang sempurna dengan ciri-ciri:
1. Memiliki jasmani yang sehat, kuat dan berketerampilan
2. Memiliki kecerdasan dan kepandaian dalam arti mampu
menyelesaikan secara cepat dan tepat; mampu menyelesaikan secara ilmiah dan
filosofis, memiliki dan mengembangkan sains, memiliki dan mengembangkan
filsafat.
3. Memiliki hati yang takwa kepada Allah SWT, dengan
sukarela melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya dan hati memiliki
hati yang berkemampuan dengan alam gaib.
Dalam teori pendidikan Islam, dibicarakan pula tentang
hal-hal yang berkaitan dengan substansi pendidikan lainnya, seperti tentang
sosok guru yang islami, proses pembelajaran dan penilaian yang islami, dan sebagainya.
Mengingat kompleksitas dan luasnya lingkup pendidikan, maka untuk menghasilkan
teori pendidikan yang lengkap dan menyeluruh kiranya tidak bisa hanya dengan
menggunakan satu pendekatan saja. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan
holistik dengan memadukan ketiga pendekatan di atas yang terintegrasi dan
memliki hubungan komplementer, saling melengkapi antara satu dengan yang
lainnya. Pendekatan semacam ini biasa disebut pendekatan multidisipliner.
d.
Filosofi
tujuan pendidikan berdasarkan fitrah manusia
Moment perhelatan yang terjadi seputar dunia
pendidikan sepertinya tidak akan pernah usai, sepanjang manusia tetap
berpendidikan. Hal ini berarti bahwa pendidikan adalah satu-satunya sarana atau
media atau fasilitas yang dimiliki manusia yang berguna untuk membentuk
pribadinya menjadi lebih baik lagi. Pernyataan ini selaras dengan Arifin yang
mengatakan bahwa pendidikan dapat diartikan sebagai latihan mental, moral dan
fisik yang bisa menghasilkan manusia berbudaya tinggi dengan personalitas dan
tanggungjawabnya.[17]
Secara
filosofis manusia terdri atas rohani dan jasmani dimana jasmani merupakan
bentuk fisik dari manusia itu sedangkan rohani merupakan jiwa manusia yang
merupakan prinsip hidup manusia. prinsip hidup itulah yang menjadi pendukung
dan pendorong semua tindakan pun tindakan berfikir dan berkehendak.[18]
Pendidikan
dikatakakan sebagai sarana yang membentuk manusia menjadi baik. Secara
filosofis pengertian manusia menjadi baik ialah baik secara kepribadian yang
ditampilkan dalam tingkah lakunya.[19]
Tindakan
yang ditampilkan dalam bentuk perbuatan seutuhnya merupakan ekspresi mental
dalam diri manusia. Dengan demikian maka yang disebutkan bahwa pendidikan
merupakan sarana yang diperuntukan untuk membentuk manusia menjadi baik dalah
manusia yang baik secara mental dimana mental merupakan kondisi kejiwaan
manusia. Dalam pandangan lain, Pendidikan merupakan upaya manusia yang
diarahkan kepada manusia lain dengan harapan agar mereka ini, berkat pendidikan
(pengajaran) itu kelak menjadi manusia yang shaleh, yang berbuat sebagai mana
yang seharusnya diperbuat dan menjauhi apa yang tidak patut dilakukannya.[20]
Manusia yang
baru lahir dari perut ibunya masih sangat lemah, tidak berdaya dan tidak
mengetahui apa-apa. Untuk menjadi hamba Allah yang selalu menyembah-Nya dengan
tulus dan menjadi khalifah-Nya dimuka bumi, anak tersebut membutuhkan
perawatan, bimbingan dan pengembangan segenap potensinya kepada tujuan yang
benar. Ia harus dikembangkan segala potensinya kearah yang positif melalui
suatu upaya yang disebut sebagai al-Tarbiyah, al-Ta’dib, al-Ta’lim atau
yang kita kenal dengan “pendidikan”.[21]
Manusia
sebagai makhluk paedagogik membawa potensi dapat dididik dan dapat mendidik.
Sehingga dengan potensi tersebut mampu menjadi khalifah di bumi, pendukung dan pengembang
kebudayaan. Ia dilengkapi dengan fitrah Allah berupa keterampilan yang dapat
berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia, fitrah
manusia dapat tumbuh dan berkembang dengan baik melalui pendidikan. Oleh karena
itu pendidikan Islam bertugas membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan fitrah manusia tersebut sehingga terbentuk seorang yang
berkepribadian muslim.[22]
Potensi
dasar tersebut atau lebih dikenal dengan istilah fitrah harus terpelihara dan
berkembang dengan baik. Sebab tugas pendidikan adalah menjadikan potensi dasar
itu lebih berdaya guna, berfungsi secara wajar dan manusiawi. Potensi fitrah
yang diberikan Allah itu, menurut Abdullah Nashih Ulwan sebagi “fitrah tauhid”
aqidah iman kepada Allah dan atas dasar kesucian yang tidak ternoda.[23]
DAFTAR
PUSTAKA
Pengantar Filsafat Pendidikan. Uyoh Sadulloh. Bandung:
PT. Media Iptek. 1994
Telaah filsafat pendidikan edisi refisi.
Aliet Noorhayati. Yogyakarta. Deepublish:2014
Filsafat Ilmu I. (Diktat Kuliah). Ismaun. Bandung: UPI
Bandung. 2001
Antara Filsafat dan Pendidikan. Ali Saifullah.
Surabaya: Usaha Nasional. 1983
Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam. Ahmad Tafsir.
Bandung: Rosda Karya. 1992
Manusia dan Pendidikan. Hasan Langgulung. Jakarta:
Pustaka Al-Husna. 1986
“Ilmu Pendidikan Islam. H.M Arifin,
Jakarta, Bumi Aksara. 2003
“Pembimbing Kearah Alam Filsafat”.
Poerdjawinata. Jakarta. Rineka Cipta. 2005
Azas-azas Pendidikan Islam. Abdul Fattah
Jalal. Bandung: CV. Diponegoro. 1998
Pendidikan Qur’ani Teori dan
Aplikasi. Syahidin. Jakarta: CV. Misaka
Galiza. 1999
Ilmu Pendidikan Islam. Zakiyah Darajat. Jakarta: Bumi Aksara. 1992
RANGKUMAN
“FILSAFAT PENDIDIKAN
PENINGKATAN DAN SUMBER DAYA MANUSIA”
Dosen Pengampu : Aliet Noorhayati,
S.Fil, M.Phil

Disusun Oleh:
Wahyu Rosidin
130641073
Kelas SD13.a-2
Semester 2
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2014
“FILSAFAT
PENDIDIKAN PENINGKATAN DAN
SUMBER DAYA
MANUSIA”
A. Filsafat Pendidikan dan Sumber Daya Manusia
Manusia adalah makhluk yang memiliki beberapa potensi bawaan.dari sudut
pandang yang dimiliki itu,manusia dinamai dengan berbagai sebutan.dilihat dari
potensi inteleknya manusia disebut homo intelectus.manusia juga disebut sebagai
homo faber,karena manusia memiliki kemampuan untuk membuat barang atau
peralatan.kemudian manusia pun disebut sebagai homo sacinss atau homo saciale
abima,karena manusia adalah mahkluk bermasyarakat.di lain pihak manusia juga
memiliki kemampuan merasai,mengerti,membeda-bedakan, kearifan, kebijaksanaan, dan penetahuan.atas dasar
adanya kemampuan tersebut,manusia disebut homo sapiens.
Filsafat pendidikan,seperti dikemukakan oleh Imam Barnadib,disusun atas dua
pendekatan.pendekatan pertama bahwa filsafat pendidikan diartikan sebagai aliran yang didasarkan pada pandangan
filosofis tokoh-tokoh tertentu.sedangkan pandangan ke dua adalah usaha untuk
menemukan jawaban dari pendidikan beserta problem-problem yang ada yang
memerlukan tinjauan filosofis.
Dari pendekatan pertama,terkait dengan kualitas potensi manusia,terdapat
tiga aliran filsafat.pertama,aliran natularisme,yang menyatakan bahwa manusia
memiliki potensi bawaan yang dapat berkembang secara alami,tanpa memerlukan
bantuan dari luar.secara alami manusia akan bertambah dan berkembang sesuai
dengan kodratnya masing-masing.tokoh aliran ini adalah Jean Jacques Rosseau.
Kedua aliran empirisme.menurut aliran ini manusia bertumbuh dan berkembang
atas bantuan atau karena adanya intervensi lingkungan.tokoh aliran ini adalah
Schopenhauer.
Ketiga aliran konfergensi.yang memiliki pandangan gabungan antara empirisme
dan naturalism.menurut aliran ini,manusia secara kodrati memang telah
dianugrahi potensi yang disebut bakat.namun selanjutnya agar potensi itu dapat
bertumbuh dan berkembang dengan baik,perlu adanya pengaruh dari luar berupa
tuntunan dan bimbingan melalui pendidikan.tokoh aliran ini adalah Jhon Locke.
Ketiga aliran tersebut kemudian menjadi dasar pemikiran tentang manusia
dalam kaitan dengan problema pendidikan.namun kemudian,Kohnstamm menambahkan
factor kesadaran sebagai factor ke empat.dengan demikian menurutnya selain
factor dasar (natur) dan factor ajar (empiri),yang kemudian dikonvergensikan, masih perlunya factor
kesadaran individu.
Menurutnya walaupun manusia memiliki bakat yang baik,kemudian dididik
secara baik pula,maka hasilnya akan menjadi lebih baik bila ada motivasi intrinsic
dari peserta didik itu sendiri.Kohnstamm,melihat bahwa factor lingkungan belum
dapat memberi hasil yang optimal bila tidak disertai dorongan dari dalam diri
peserta didik.pendapat ini dapat dilihat sebagai temuan yang memperkaya
pemikiran tentang manusia dalam kaitannya dengan pendidikan.
Keempat tokoh tersebut telah mengangkat latar belakang potensi
manusia.kecuali J.J Rousseau,ketiga tokoh berikutnya seakan menyatu dalam
pendapat bahwa potensi manusia dapat diintervensi oleh pengaruh lingkungan.kenyataan
ini antara lain,dapat dirunut dari sejumlah kasus manusia srigala yang pernah
terungkap.
Lyotard dan Senguin pernah menemukan bocah yang sejak bayi dipelihara oleh
sekelompok serigala.ternyata bocah tersebut dalam kesehariannya hidup mengikuti
perilaku serigala yang menjadi lingkungan hidupnya.kasus yang dijumpai oleh
kedua tokoh ini terjadi di hutan Prancis selatan sekitar abad ke – 18
selanjutya,di india kasus serupa pun pernah ditemui.kemudian bocah asuhan
serigala itu diselamatkan dan dididik dilingkungan hidup manusia.
Seperti yang dikatakan Imam Barnadib,bahwa filsafat pendidikan sebagai
system dapat dilihat dari dua pendekatan.pendekatan pertama sebagai pendekatan
filosofis,sebagaiman telah diuraikan terdahulu.dalam pandangan ini terungkap bahwa
konsep pendidikan dalam berbagai aliran itu mengakui bahwa manusia memiliki
potensi untuk dididik.
Selanjutnya pendekatan kedua adalah filsafat pendidikan dilihat dari sudut
pandang pendidikan.berdasarkan pendekatan ini,filsafat pendidikan merupakan usaha
untuk menemukan jawaban tentang pendidikan dan problema-problema yang ada yang
memerlukan tinjauan filosofis .dalam pandangan ini,filsafat pendidikan menjadi
tumpuan bagi penyesunan system pendidikan.
Menurut Hasan Langgulung,pendidikan dalam hubungannya dengan individu dan
masyrakat,dapat dilihat dari bagaimana garis hubungannya dengan filsafat
pendidikan dan sumberdaya manusia.dari sudut pandang individu,pendidikan
merupakan usaha untuk mengembangkan potensi individu,sebaliknya dari sudt
pandang kemasyrakatan,pendidikan adalah sebagai pewaris nilai-nilai budaya.
Dalam pandangan ini pendidikan mengemban dua tugas utama,yaitu peningkatan
potensi individu,dan pelestarian nilai-nilai budaya.manusia sebagai mahkluk
berbudaya dan hakikatnya adalah pencipta budaya itu sendiri.budaya itu kemudian
meningkat sejalan dengan peningkatan potensi manusia pencipta budaya itu.
Tingkat perkembangan kebudayaan suatu masyarakat atau bangsa sangat
ditentukan oleh tingkat kualitas sumber daya manusia yang menjadi pendukung
nilai-nilai budaya tersebut.pada masyarakat yang masih memiliki kebudayaan
asli,berbeda dengan masyarakat yang memiliki kebudayaan campuran.
Kemajuan peradaban manusia sebagian besar
ditentukan oleh IPTEK.makin tinggi tingkat penguasaan IPTEK,makin maju pula
perdapan suatu bangsa.juga tingkat kualitas sumberdaya manusianya.salah satu
sarana yang paling efektif dalam pengembangan dan peningkatan kualitas sumber
daya anusia adalah pendidikan.
Sejalan dengan tujuan tersebut,disusunlah suatu system pendidikan yang
layak dan serasi dengan tujuan pengembangan sumberdaya manusia sebagai
pendukung nilai-nilai budaya bagi peningkatan kemajuan peradapan yang
dimiliki.kemudian agar system pendidikan tersebut tetap terjaga,diperukan
adanya suatu landasan filsafat pendidikan yang dinilai mengakarpada kepribadian
bangsa itu masing-masing.dalam kaitan ini,terlihat bagaiman kaitan hubungan
antara filsafat pendidikan dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia.
Sesuatu akan dinilai benar bila ia dapat direalisasikan dan hasilnya
bermanfaat bagi kehidupan.pemikiran ini dijadikan landasan dalam penyusunan
system pendidikan dan kemudian diterapkan dalam bentuk sekolah kerja dan
dinamakan sekolah masyarakat.sekolah ini bertujuan untuk mendidik para siswa
menjadi tenaga praktis yang siap pakai.dibidang keahlian disesuaikan dngan
bidang profesi yang ada di masyarakat.dengan demikian,diharapkan tamatan dari
sekolah-sekolah ini akan ssegera mendapat pekerjaan.
Tujuan pendidikan Indonesia mancakup pengembangan potensi individu yang
diamanatkan oleh filsafat pendidikan Pancasila.secara individu diharapka
peserta didik dapat memiliki kepribadian yang mencakup keenambelas
karakteristik seperti tergambar dalam tujuan pendidikan nasional.karakteristik
ini sekaligus merupakan aspek yang menjadi muatan dalam pengembangan kualitas
sumber daya manusia yang berlandaskan filsafat pendidikan yang digali dari
filsafat dan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Dalam GBHN tahun 1993 diungkapkan bahwa tujuan pendidikan nasional yang
berlandaskan filsafat Pancasila itu mnghasilkan adanya hubungan timbalbalik
antara filsafat hidup bangsa,filsafat pendidikan,dan peningkatan kualitas
sumberdaya manusia.begitu juga dalam amanat UUD 1945,tujuan pendidikan itu
untuk mencerdaskan keidupan bangsa.ini berarti bahwa usaha mencerdaskan
kehidupan bangasa identik dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia ,dan
usaha yang paling efektif adalah melalui pendidikan.
1.
filsafat pendidikan sebagai
pemikiran sebagai pemikiran yang mendasar di bidang pendidikan dalam hubungannya
dalam ketiga teori diatas maka filsafat pendidikan mempunyai tugas pokok
(Menurut Kilpatrick), yaitu: Memberikan kritik-kritik terhadap terhadap asumsi
yang dipegang oleh para pendidik.
2.
Membantu mempelajari tujuan-tujuan
pendidikan.
3.
Melakukan evaluasi secara kritis
tentang berbagai metoda yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Telaah filsafat pendidikan edisi
refisi. Aliet Noorhayati. Yogyakarta. Deepublish:2014
Ilmu, Filsafat dan Agama. Anshari
Endang Saifuddin. Surabaya: Bina Ilmu. 1979
Manusia, Filsafat dan Sejarah. Latief
Juraid Abdul Jakarta: PT Bumi Aksara. 2006
Filsafat Pendidikan. Prasetya.
Bandung: CV Pustaka Setia. 2002
Filsafat Pendidikan. Jalaluddin
dan Abdullah Idi Jakarta: Gaya Media Pratama. 1997
Filsafat Pendidikan. Sadulloh
Uyoh Bandung: CV. Alfabeta. 2003
RANGKUMAN
“FILSAFAT PENDIDIKAN
PENINGKATAN DAN SUMBER DAYA MANUSIA”
Dosen Pengampu : Aliet Noorhayati,
S.Fil, M.Phil

Disusun Oleh:
Wahyu Rosidin
130641073
Kelas SD13.a-2
Semester 2
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2014
“FILSAFAT
PENDIDIKAN PENINGKATAN DAN
SUMBER DAYA
MANUSIA”
B. Filsafat Pendidikan dan Sumber Daya Manusia
Manusia adalah makhluk yang memiliki beberapa potensi bawaan.dari sudut
pandang yang dimiliki itu,manusia dinamai dengan berbagai sebutan.dilihat dari
potensi inteleknya manusia disebut homo intelectus.manusia juga disebut sebagai
homo faber,karena manusia memiliki kemampuan untuk membuat barang atau
peralatan.kemudian manusia pun disebut sebagai homo sacinss atau homo saciale
abima,karena manusia adalah mahkluk bermasyarakat.di lain pihak manusia juga
memiliki kemampuan merasai,mengerti,membeda-bedakan, kearifan, kebijaksanaan, dan penetahuan.atas dasar
adanya kemampuan tersebut,manusia disebut homo sapiens.
Filsafat pendidikan,seperti dikemukakan oleh Imam Barnadib,disusun atas dua
pendekatan.pendekatan pertama bahwa filsafat pendidikan diartikan sebagai aliran yang didasarkan pada pandangan
filosofis tokoh-tokoh tertentu.sedangkan pandangan ke dua adalah usaha untuk
menemukan jawaban dari pendidikan beserta problem-problem yang ada yang
memerlukan tinjauan filosofis.
Dari pendekatan pertama,terkait dengan kualitas potensi manusia,terdapat
tiga aliran filsafat.pertama,aliran natularisme,yang menyatakan bahwa manusia
memiliki potensi bawaan yang dapat berkembang secara alami,tanpa memerlukan
bantuan dari luar.secara alami manusia akan bertambah dan berkembang sesuai
dengan kodratnya masing-masing.tokoh aliran ini adalah Jean Jacques Rosseau.
Kedua aliran empirisme.menurut aliran ini manusia bertumbuh dan berkembang
atas bantuan atau karena adanya intervensi lingkungan.tokoh aliran ini adalah
Schopenhauer.
Ketiga aliran konfergensi.yang memiliki pandangan gabungan antara empirisme
dan naturalism.menurut aliran ini,manusia secara kodrati memang telah
dianugrahi potensi yang disebut bakat.namun selanjutnya agar potensi itu dapat
bertumbuh dan berkembang dengan baik,perlu adanya pengaruh dari luar berupa
tuntunan dan bimbingan melalui pendidikan.tokoh aliran ini adalah Jhon Locke.
Ketiga aliran tersebut kemudian menjadi dasar pemikiran tentang manusia
dalam kaitan dengan problema pendidikan.namun kemudian,Kohnstamm menambahkan
factor kesadaran sebagai factor ke empat.dengan demikian menurutnya selain
factor dasar (natur) dan factor ajar (empiri),yang kemudian dikonvergensikan, masih perlunya factor
kesadaran individu.
Menurutnya walaupun manusia memiliki bakat yang baik,kemudian dididik
secara baik pula,maka hasilnya akan menjadi lebih baik bila ada motivasi intrinsic
dari peserta didik itu sendiri.Kohnstamm,melihat bahwa factor lingkungan belum
dapat memberi hasil yang optimal bila tidak disertai dorongan dari dalam diri
peserta didik.pendapat ini dapat dilihat sebagai temuan yang memperkaya
pemikiran tentang manusia dalam kaitannya dengan pendidikan.
Keempat tokoh tersebut telah mengangkat latar belakang potensi
manusia.kecuali J.J Rousseau,ketiga tokoh berikutnya seakan menyatu dalam
pendapat bahwa potensi manusia dapat diintervensi oleh pengaruh lingkungan.kenyataan
ini antara lain,dapat dirunut dari sejumlah kasus manusia srigala yang pernah
terungkap.
Lyotard dan Senguin pernah menemukan bocah yang sejak bayi dipelihara oleh
sekelompok serigala.ternyata bocah tersebut dalam kesehariannya hidup mengikuti
perilaku serigala yang menjadi lingkungan hidupnya.kasus yang dijumpai oleh
kedua tokoh ini terjadi di hutan Prancis selatan sekitar abad ke – 18
selanjutya,di india kasus serupa pun pernah ditemui.kemudian bocah asuhan
serigala itu diselamatkan dan dididik dilingkungan hidup manusia.
Seperti yang dikatakan Imam Barnadib,bahwa filsafat pendidikan sebagai
system dapat dilihat dari dua pendekatan.pendekatan pertama sebagai pendekatan
filosofis,sebagaiman telah diuraikan terdahulu.dalam pandangan ini terungkap bahwa
konsep pendidikan dalam berbagai aliran itu mengakui bahwa manusia memiliki
potensi untuk dididik.
Selanjutnya pendekatan kedua adalah filsafat pendidikan dilihat dari sudut
pandang pendidikan.berdasarkan pendekatan ini,filsafat pendidikan merupakan usaha
untuk menemukan jawaban tentang pendidikan dan problema-problema yang ada yang
memerlukan tinjauan filosofis .dalam pandangan ini,filsafat pendidikan menjadi
tumpuan bagi penyesunan system pendidikan.
Menurut Hasan Langgulung,pendidikan dalam hubungannya dengan individu dan
masyrakat,dapat dilihat dari bagaimana garis hubungannya dengan filsafat
pendidikan dan sumberdaya manusia.dari sudut pandang individu,pendidikan
merupakan usaha untuk mengembangkan potensi individu,sebaliknya dari sudt
pandang kemasyrakatan,pendidikan adalah sebagai pewaris nilai-nilai budaya.
Dalam pandangan ini pendidikan mengemban dua tugas utama,yaitu peningkatan
potensi individu,dan pelestarian nilai-nilai budaya.manusia sebagai mahkluk
berbudaya dan hakikatnya adalah pencipta budaya itu sendiri.budaya itu kemudian
meningkat sejalan dengan peningkatan potensi manusia pencipta budaya itu.
Tingkat perkembangan kebudayaan suatu masyarakat atau bangsa sangat
ditentukan oleh tingkat kualitas sumber daya manusia yang menjadi pendukung
nilai-nilai budaya tersebut.pada masyarakat yang masih memiliki kebudayaan
asli,berbeda dengan masyarakat yang memiliki kebudayaan campuran.
Kemajuan peradaban manusia sebagian besar
ditentukan oleh IPTEK.makin tinggi tingkat penguasaan IPTEK,makin maju pula
perdapan suatu bangsa.juga tingkat kualitas sumberdaya manusianya.salah satu
sarana yang paling efektif dalam pengembangan dan peningkatan kualitas sumber
daya anusia adalah pendidikan.
Sejalan dengan tujuan tersebut,disusunlah suatu system pendidikan yang
layak dan serasi dengan tujuan pengembangan sumberdaya manusia sebagai
pendukung nilai-nilai budaya bagi peningkatan kemajuan peradapan yang
dimiliki.kemudian agar system pendidikan tersebut tetap terjaga,diperukan
adanya suatu landasan filsafat pendidikan yang dinilai mengakarpada kepribadian
bangsa itu masing-masing.dalam kaitan ini,terlihat bagaiman kaitan hubungan
antara filsafat pendidikan dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia.
Sesuatu akan dinilai benar bila ia dapat direalisasikan dan hasilnya
bermanfaat bagi kehidupan.pemikiran ini dijadikan landasan dalam penyusunan
system pendidikan dan kemudian diterapkan dalam bentuk sekolah kerja dan
dinamakan sekolah masyarakat.sekolah ini bertujuan untuk mendidik para siswa
menjadi tenaga praktis yang siap pakai.dibidang keahlian disesuaikan dngan
bidang profesi yang ada di masyarakat.dengan demikian,diharapkan tamatan dari
sekolah-sekolah ini akan ssegera mendapat pekerjaan.
Tujuan pendidikan Indonesia mancakup pengembangan potensi individu yang
diamanatkan oleh filsafat pendidikan Pancasila.secara individu diharapka
peserta didik dapat memiliki kepribadian yang mencakup keenambelas
karakteristik seperti tergambar dalam tujuan pendidikan nasional.karakteristik
ini sekaligus merupakan aspek yang menjadi muatan dalam pengembangan kualitas
sumber daya manusia yang berlandaskan filsafat pendidikan yang digali dari
filsafat dan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Dalam GBHN tahun 1993 diungkapkan bahwa tujuan pendidikan nasional yang
berlandaskan filsafat Pancasila itu mnghasilkan adanya hubungan timbalbalik
antara filsafat hidup bangsa,filsafat pendidikan,dan peningkatan kualitas
sumberdaya manusia.begitu juga dalam amanat UUD 1945,tujuan pendidikan itu
untuk mencerdaskan keidupan bangsa.ini berarti bahwa usaha mencerdaskan
kehidupan bangasa identik dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia ,dan
usaha yang paling efektif adalah melalui pendidikan.
4.
filsafat pendidikan sebagai
pemikiran sebagai pemikiran yang mendasar di bidang pendidikan dalam hubungannya
dalam ketiga teori diatas maka filsafat pendidikan mempunyai tugas pokok
(Menurut Kilpatrick), yaitu: Memberikan kritik-kritik terhadap terhadap asumsi
yang dipegang oleh para pendidik.
5.
Membantu mempelajari tujuan-tujuan
pendidikan.
6.
Melakukan evaluasi secara kritis
tentang berbagai metoda yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Telaah filsafat pendidikan edisi
refisi. Aliet Noorhayati. Yogyakarta. Deepublish:2014
Ilmu, Filsafat dan Agama. Anshari
Endang Saifuddin. Surabaya: Bina Ilmu. 1979
Manusia, Filsafat dan Sejarah. Latief
Juraid Abdul Jakarta: PT Bumi Aksara. 2006
Filsafat Pendidikan. Prasetya.
Bandung: CV Pustaka Setia. 2002
Filsafat Pendidikan. Jalaluddin
dan Abdullah Idi Jakarta: Gaya Media Pratama. 1997
Filsafat Pendidikan. Sadulloh
Uyoh Bandung: CV. Alfabeta. 2003

Nama :
Wahyu Rosidin
Kelas :
SD13. A2
Nim / Semester :
130641073 / 2
Nomer Absen :
36
Nomer HP. :
085659744474
Prodi :
FKIP. PGSD
Dosen Pengampu :
Aliet Noorhayati, S.Fil, M.Phil
Tugas :
Filsafat Pendidikan
Judul (Materi) :
Filsafat Pendidikan Pancasila
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
Ajaran filsafat mempunyai status tinggi dalam kebudayaan manusia, yakni
sebagai ideologi bangsa dan negara dan selanjutnya menjadi
eksistensi suatu bangsa untuk menjaga
eksistensi, maka diwariskanlah nilai-nilai itu pada generasi selanjutnya dengan
cara transfer nilai yang efektif melalui pendidikan untuk menjamin kebenaran
dan efektifnya proses pendidikan maka dibutuhkan landasan filosofis dan ilmiah
sebagai asas normatif dan pedoman pelaksanaan pembinaan yang berhasil atau
tidaknya pendidikan berpengaruh besar terhadap prestasi suatu bangsa bahkan
pada tingkat sosio-budaya mereka. Kedudukan Filsafat Pendidikan bisa dibagi
menjadi dua yaitu sebagai berikut:
1.
Landasan Ilmiah, bagi pelaksanaan pendidikan
yang terus berkembang secara dinamis.
2.
Landasan Filosofis, menjiwai seluruh
kebijaksanaan dalam pelaksanaan pendidikan dan dapat menjawab persoalan
pendidikan.
Adapun contoh dalam aplikasi di kehidupan nyata yang bersumber dari ajaran
filsafat yaitu, kehidupan sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan kebudayaan.
A. Pancasila Sebagai Filsafat
Hidup Bangsa
Pancasila adalah :
1.
Jiwa seluruh rakyat Indonesia
2.
Kepribadian bangsa Indonesia
3.
Pandangan bangsa Indonesia
4.
Dasar negara Indonesia
5.
Tujuan hidup bangsa Indonesia
6.
Kebudayaan yang mengajarkan
banhwa hidup manusia akan mencapai puncak kebahagiaan jika dapat dikembangkan
keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia secara pribadi, sebagai
makhluk sosial dalam hubungan masyarakat, alam dan Tuhannya à mengejar kemajuan lahiriah
dan kebahagiaan rohaniah.
Pancasila harus dipahami, dihayati dan diamalkan dalam kehidupan agar
mempunyai nilai dan arti bagi kehidupan bangsa. Pancasila yang dimaksud
tersebut dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 terdiri dari 5 sila, penjabarannya
sebanyak 36 butir yang saling berhubungan menjadi satu kesatuan.
Bukti pengamalan pancasila yang dijadikan sebagai falsafah hidup bangsa
Menurut Muhammad Noor Syam (1983:346),
nilai-nilai dasar dalam sosio budaya Indonesia hidup dan berkembang sejak awal
peradabannyayang bersifat masih berupa kebudayaan, yang meliputi:
a)
Kesadaran ketuhanan dan
kesadaran keagamaan secara sederhana
b)
Kesadaran kekeluargaan, dimana
cinta dan keluarga sebagai dasar dan kodrat terbentuknya masyarakat dan
sinambungnya generasi.
c)
Kesadaran musyawarah mufakat
dalam menetapkan kehendak bersama
d)
Kesadaran gotong royong,
tolong-menolong.
e)
Kesadaran tenggang rasa, atau tepa selira, sebagai semangat
kekeluargaan dan kebersamaan, hormat-menghormati dan memelihara kesatuan,
saling pengertian demi keutuhan, kerukunan dan kekeluargaan dalam kebersamaan.
B. Pancasila Sebagai
Filsafat Pendidikan Nasional
Pendidikan di Indonesia berkembang secara
dinamis dari zaman kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang dipengaruhi oleh
kekuatan-kekuatan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Seperti yang
disebutkan dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 2 yang berbunyi “pendidikan diusahakan dan diselenggarakan oleh pemerintah sebagai satu
sistem pengajaran nasional (setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Hal ini dimaksudkan agar
pendidikan dapat menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa.
C. Sejarah yang menyatakan bahwa Pancasila sebagai asas pendidikan nasional:
Menurut Aris
Toteles, tujuan pendidikan sama dengan tujuan didirikannya suatu negara
(Rapar, 1988:40). Begitu juga Indonesia, yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 ingin menciptakan manusia pancasila.
1.
Tahun 1959, pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan agar
arah pendidikan tidak menuju pembentukan manusia liberal yang dianggap sangat
bertentangan dengan jiwa dan semangat bangsa Indonesia (Depdikbud,1993:79).
2.
Atas instruksi menteri
Pengajaran dan Budaya (PM) Prof. Dr. Priyono yang dikenal dengan nama “Sapta Usaha Tama dan Pancawardhana” yang isinya antara lain bahwa Pancasila
merupakan asas pendidikan nasional (Supardo, 1960:431).
Alasan
Filsafat Pendidikan Pancasila merupakan tuntutan nasional, karena Filsafat
pendidikan Pancasila merupakan sub sistem dari sistem negara yang merupakan perwujudan
nilai dan jiwa pancasila yang dapat melestarikan kebudayaan, martabat dan
kepribadian bangsa dan Negara. Dapat dikatakan bahwa Filsafat Pendidikan
Pancasila merupakan aspek Rohaniah atau spiritual Sisdiknas (Jalaludin &
Abdullah Idi,2011:170). Tercermin dalam tujuan pendidikan nasional yang termuat
dalam UU No. 20 Tahun 2003.
D. Hubungan Pancasila dengan
Sistem Pendidikan Ditinjau dari Filsafat Pendidikan
Pancasila merupakan dasar negara dan bangsa
serta menjadi pandangan hidup bangsa yang
menjiwai sila-silanya dalam kehidupan sehari-hari.
Filsafat Pendidikan : berusaha menjawab dengan berpikir secara mendalam,
sistematis, dan komprehensif mengenai bagaimana nilai-nilai Pancasila itu dapat
dihayati, dipahami, dan dilaksanakan.
Sistem Pendidikan : memasukkan nilai-nilai Pancasila ke dalam proses
pendidikan (peran utama transfer nilai)
E. Filsafat Pendidikan
Pancasila dalam Tinjauan Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi
Isi Pancasila :
1. Ketuhanan Yang maha Esa
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/
Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
a) Aspek Ontologis
Ontologi ialah penyelidikan hakikat ada (esensi)
dan keberadaan (eksistensi) segala sesuatu: alam semesta, fisik, psikis,
spiritual, metafisik, termasuk kehidupan sesudah mati, dan Tuhan. Ontologi
Pancasila mengandung azas dan nilai antara lain:
1)
Tuhan yang mahaesa adalah
sumber eksistensi kesemestaan. Ontologi ketuhanan bersifat religius, supranatural,
transendental dan suprarasional;
2)
Ada kesemestaan, alam semesta (makrokosmos) sebagai ada tak terbatas, dengan
wujud dan hukum alam, sumber daya alam yang merupakan prwahana dan sumber
kehidupan semua makhluk: bumi, matahari, zat asam, air, tanah subur,
pertambangan, dan sebagainya;
3)
Eksistensi subyek/ pribadi
manusia: individual, suku, nasional, umat manusia (universal). Manusia adalah
subyek unik dan mandiri baik personal maupun nasional, merdeka dan berdaulat.
Subyek pribadi mengemban identitas unik: menghayati hak dan kewajiban dalam
kebersamaan dan kesemestaan (sosial-horisontal dengan alam dan sesama manusia),
sekaligus secara sosial-vertikal universal dengan Tuhan. Pribadi manusia
bersifat utuh dan unik dengan potensi jasmani-rohani, karya dan kebajikan
sebagai pengemban amanat keagamaan;
4)
Eksistensi tata budaya,
sebagai perwujudan martabat dan kepribadian manusia yang unggul. Baik
kebudayaan nasional maupun universal adalah perwujudan martabat dan kepribadian
manusia: sistem nilai, sistem kelembagaan hidup seperti keluarga, masyarakat,
organisasi, negara. Eksistensi kultural dan peradaban perwujudan teleologis
manusia: hidup dengan motivasi dan cita-cita sehingga kreatif, produktif, etis,
berkebajikan;
5)
Eksistensi bangsa-negara yang
berwujud sistem nasional, sistem kenegaraan yang merdeka dan berdaulat, yang
menampilkan martabat, kepribadian dan kewibawaan nasional. Sistem kenegaraan
yang merdeka dan berdaulat merupakan puncak prestasi perjuangan bangsa, pusat
kesetiaan, dan kebanggaan nasional.
Secara garis besar, interelasi eksistensi manusia sebagai pribadi dan
warganegara, yang menghayati kedudukan dan fungsinya, hak dan kewajibannya
untuk berbakti dan mengabdi dapat digambarkan sebagai berikut:
a.
Eksistensi Tuhan yang mahaesa
sebagai sumber semua eksistensi, sumber motivasi dan cita-cita kebajikan,
puncak proses teleologis eksistensi kesemestaan. Subyek manusia – sadar atau
tidak – menuju dan kembali kepada-Nya.
b.
Eksistensi Alam Semesta,
sebagai prawahana kehidupan manusia dan makhluk semesta.
c.
Eksistensi Subyek Manusia yang
unik, mandiri, merdeka, berdaulat, dengan potensi martabat dan kepribadian yang
mengemban amanat ketuhanan/ keagamaan, sosial, nasional dan kemanusiaan.
d.
Eksistensi Sosio-Budaya
sebagai kreasi, karya dan wahana kehidupan manusia.
e.
Eksistensi Sistem Kenegaraan
sebagai perwujudan puncak prestasi bangsa-bangsa; perwujudan identitas
nasional, kemerdekaan, kedaulatan dan kewibawaan nasional.
f.
Pribadi manusia, sebagai
eksistensi tunggal, utuh dan unik, berada dalam antarhubungan fungsional dengan
semua eksistensi horisontal. Artinya, pribadi berada di dalam, dipengaruhi dan
untuk semua eksistensi horisontal itu. Secara khusus dengan Tuhan yang mahaesa,
pribadi manusia menghayati hubungannya dengan Tuhan secara secara vertikal
sebagai sumber motivasi dan harapan, rohani, religius.
b) Aspek Epistemologis
Epistemologi menyelidiki sumber, proses,
syarat-syarat batas, validitas dan hakikat ilmu. Epistemologi Pancasila secara
mendasar meliputi nilai-nilai dan azas-azas:
1.
Mahasumber ialah Tuhan, yang
menciptakan kepribadian manusia dengan martabat dan potensi unik yang tinggi,
menghayati kesemestaan, nilai agama dan ketuhanan. Kepribadian manusia sebagai
subyek diberkati dengan martabat luhur: pancaindra, akal, rasa, karsa, cipta,
karya dan budi nurani. Kemampuan martabat manusia sesungguhnya adalah anugerah
dan amanat ketuhanan/ keagamaan.
2.
Sumber pengetahuan dibedakan
dibedakan secara kualitatif, antara:
a.
Sumber primer, yang tertinggi
dan terluas, orisinal: lingkungan alam, semesta, sosio-budaya, sistem kenegaraan
dan dengan dinamikanya.
b.
Sumber sekunder: bidang-bidang
ilmu yang sudah ada/ berkembang, kepustakaan, dokumentasi.
3.
Sumber tersier: cendekiawan,
ilmuwan, ahli, narasumber, guru.
4.
Wujud dan tingkatan
pengetahuan dibedakan secara hierarkis:
a.
Pengetahuan indrawi.
b.
Pengetahuan ilmiah.
c.
Pengetahuan filosofis.
d.
Pengetahuan religius.
Pengetahuan manusia relatif
mencakup keempat wujud tingkatan itu. Ilmu adalah perbendaharaan dan prestasi
individual maupun sebagai karya dan warisan budaya umat manusia merupakan
kualitas martabat kepribadian manusia. Perwujudannya adalah pemanfaatan ilmu
guna kesejahteraan manusia, martabat luhur dan kebajikan para cendekiawan
(kreatif, sabar, tekun, rendah hati, bijaksana). Ilmu membentuk kepribadian
mandiri dan matang serta meningkatkan harkat martabat pribadi secara lahiriah,
sosial (sikap dalam pergaulan), psikis (sabar, rendah hati, bijaksana). Ilmu
menjadi kualitas kepribadian, termasuk kegairahan, keuletan untuk berkreasi dan
berkarya.
5.
Martabat kepribadian manusia dengan
potensi uniknya memampukan manusia untuk menghayati alam metafisik jauh di
balik alam dan kehidupan, memiliki wawasan kesejarahan (masa lampau, kini dan
masa depan), wawasan ruang (negara, alam semesta), bahkan secara suprarasional
menghayati Tuhan yang supranatural dengan kehidupan abadi sesudah mati.
Pengetahuan menyeluruh ini adalah perwujudan kesadaran filosofis-religius, yang
menentukan derajat kepribadian manusia yang luhur. Berilmu/ berpengetahuan
berarti mengakui ketidaktahuan dan keterbatasan manusia dalam menjangkau dunia
suprarasional dan supranatural. Tahu secara ‘melampaui tapal batas’ ilmiah dan
filosofis itu justru menghadirkan keyakinan religius yang dianut seutuh
kepribadian: mengakui keterbatasan pengetahuan ilmiah-rasional adalah kesadaran
rohaniah tertinggi yang membahagiakan.
c) Aspek aksiologis
Aksiologi menyelidiki pengertian, jenis,
tingkatan, sumber dan hakikat nilai secara kesemestaan. Aksiologi Pancasila
pada hakikatnya sejiwa dengan ontologi dan epistemologinya. Pokok-pokok aksiologi
itu dapat disarikan sebagai berikut:
1.
Tuhan yang mahaesa sebagai
mahasumber nilai, pencipta alam semesta dan segala isi beserta
antarhubungannya, termasuk hukum alam. Nilai dan hukum moral mengikat manusia
secara psikologis-spiritual: akal dan budi nurani, obyektif mutlak menurut
ruang dan waktu secara universal. Hukum alam dan hukum moral merupakan
pengendalian semesta dan kemanusiaan yang menjamin multieksistensi demi
keharmonisan dan kelestarian hidup.
2.
Subyek manusia dapat
membedakan hakikat mahasumber dan sumber nilai dalam perwujudan Tuhan yang
mahaesa, pencipta alam semesta, asal dan tujuan hidup manusia (sangkan
paraning dumadi, secara individual maupun sosial).
3.
Nilai-nilai dalam kesadaran
manusia dan dalam realitas alam semesta yang meliputi: Tuhan yang mahaesa
dengan perwujudan nilai agama yang diwahyukan-Nya, alam semesta dengan berbagai
unsur yang menjamin kehidupan setiap makhluk dalam antarhubungan yang harmonis,
subyek manusia yang bernilai bagi dirinya sendiri (kesehatan, kebahagiaan, etc.)
beserta aneka kewajibannya. Cinta kepada keluarga dan sesama adalah kebahagiaan
sosial dan psikologis yang tak ternilai. Demikian pula dengan ilmu,
pengetahuan, sosio-budaya umat manusia yang membentuk sistem nilai dalam
peradaban manusia menurut tempat dan zamannya.
4.
Manusia dengan potensi
martabatnya menduduki fungsi ganda dalam hubungan dengan berbagai nilai:
manusia sebagai pengamal nilai atau ‘konsumen’ nilai yang bertanggung jawab
atas norma-norma penggunaannya dalam kehidupan bersama sesamanya, manusia
sebagai pencipta nilai dengan karya dan prestasi individual maupun sosial (ia
adalah subyek budaya). “Man created everything from something to be
something else, God created everything from nothing to be everything.”
Dalam keterbatasannya, manusia adalah prokreator bersama Allah.
5.
Martabat kepribadian manusia
secara potensial-integritas bertumbuhkembang dari hakikat manusia sebagai
makhluk individu-sosial-moral: berhikmat kebijaksanaan, tulus dan rendah hati,
cinta keadilan dan kebenaran, karya dan darma bakti, amal kebajikan bagi
sesama.
6.
Manusia dengan potensi
martabatnya yang luhur dianugerahi akal budi dan nurani sehingga memiliki
kemampuan untuk beriman kepada Tuhan yang mahaesa menurut agama dan kepercayaan
masing-masing. Tuhan dan nilai agama secara filosofis bersifat metafisik,
supernatural dan supranatural. Maka potensi martabat manusia yang luhur itu
bersifat apriori: diciptakan Tuhan dengan identitas martabat yang unik: secara
sadar mencintai keadilan dan kebenaran, kebaikan dan kebajikan. Cinta kasih
adalah produk manusia-identitas utama akal budi dan
nuraninya-melalui sikap dan karyanya.
7.
Manusia sebagai subyek nilai
memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap pendayagunaan nilai, mewariskan
dan melestarikan nilai dalam kehidupan. Hakikat kebenaran ialah cinta kasih,
dan hakikat ketidakbenaran adalah kebencian (dalam aneka wujudnya: dendam,
permusuhan, perang, etc.).
8.
Eksistensi fungsional manusia
ialah subyek dan kesadarannya. Kesadaran berwujud dalam dunia indra, ilmu,
filsafat (kebudayaan/ peradaban, etika dan nilai-nilai ideologis) maupun
nilai-nilai supranatural.
DAFTAR
PUSTAKA
Jalaluddin dan Idi, Abdullah.2011.Filsafat
Pendidikan. Jakarta:Raja Grafindo Persada
Noorhayati aliet sutrisno, pandanita windari, fikriyah.2012. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta:
deepublish.
Sadulloh, Uyoh.1994. Pengantar
Filsafat Pendidikan. Bandung: P.T. Media Iptek
Basri, Hasan. Filsafat Pendidikan
Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan
Islam: Pendidikan Historis, Teoritis dan Praktis. Jakarta: Ciputat Press,
2002.
Ahmad
Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai James. Bandung,
Remaja Rosda Karya. 1998.
Jan
Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat. Yogyakarta, Kanisius, 1996.
Muhammad
Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila.Usaha
Nasional. 1986.

Nama :
Wahyu Rosidin
Kelas :
SD13. A2
Nim / Semester :
130641073 / 2
Nomer Absen :
36
Nomer HP. :
085659744474
Prodi :
FKIP. PGSD
Dosen Pengampu :
Aliet Noorhayati, S.Fil, M.Phil
Tugas :
Filsafat Pendidikan
Judul (Materi) :
Filsafat Pendidikan Dalam Kajian Psikologi
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
Orientasi psikologi yang mempengaruhi filsafat pendidikan diantaranya ada
tiga hal, yakni psikologi humanistik, behaviouristik, dan
konstruktivistik.Pendekatan empiris berdasarkan pengkajian asosiasi dalam
psikologi behavioristik yang secara umum mengikuti pendapat para filsuf inggris
dan juga konsep locke tentang kepasifan mental yang bermakna bahwa isi pikiran
bergantung pada lingkungan.
Psikologi humanistik merupakan suatu pendekatan multifaset terhadap
pengalaman dan tingkah laku manusia yang memusatkan perhatian pada keunikan dan
aktualisasi diri manusia. Sedangkan, Psikologi konstruktivistik selalu terfokus
pada proses-proses pembelajaran bukannya pada perilaku belajar.
Kaum konstruktivistik mempergunakan
Proses-proses dan strategi-strategi mental yang digunakan para siswa untuk
belajar.
Teori-teori psikologis merupakan
pandangan-pandangan dunia yang komprehensif yang berfungsi sebagai basis bagi
guru dalam pendekatan praktek pengajaran. Orientasi-orientasi pengajaran pada
pokoknya berhubungan dengan pemahaman kondisi-kondisi yang diasosiakan dengan
pengajaran efektif. Dengan kata lain, apa yang memotivasi siswa untuk
belajar,dan Lingkungan-lingkungan apa yang kondusif untuk belajar. Diantara
orientasi-orientasi psikologis yang telah mempengaruhi filsafat pengajaran
adalah psikologi humanistik, behavioristik, dan konstruktivistik.
1. Psikologi Humanistik
Humanistik adalah alliran
dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950, sebagai reaksi terhadap
behaviourisme dan psikoanalisis. Aliran ini secara eksplisit memberikan
perhatian pada dimensi manusia dari psikologi dan konteks manusia dalam
pengembangan teori psikologis. Pendekatan humanistik ini mempunyai akar pada
pemikiran eksistensialisme dengan tokoh-tokohnya seperti Kierkegaard,
Nietzsche, Heidegger, dan Sartre.
Psikologi humanistik
menekankan kepada kebebasan personal, pilihan, kepekaan, dan tanggung jawab
personal. Psikologi humanisme juga memfokuskan pada prestasi, motivasi,
perasaan, tindakan, dan kebutuhan akan umat manusia. Tujuan pendidikan, menurut
orientasi ini, adalah aktualisasi diri individual.
Psikologi humanistik dapat
dimengerti dari tiga ciri utama, yaitu :
a)
Psikologi humanistik
menawarkan satu nilai yang baru sebagai pendekatan untuk memahami sifat dan
keadaan manusia
b)
Psikologi humanistik menawarkan
pengetahuan yang luas akan kaedah penyelidikan dalam bidang tingkah laku
manusia
c)
psikologi humanistik
menawarkan metode yang lebih luas akan kaedah-kaedah yang lebih efektif dalam
pelaksanaan psikoterapi.
Teori-teori belajar dari Psikologi Humanistik
Orientasi perhatian psikologi humanistik yang
terutama tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan
dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada
pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Tujuan utama pendidik ialah membantu
siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam
mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka sendiri.
Tokoh-tokoh pencetus dalam aliran humanistik
antara lain : Combs, Maslov, dan Rogers. Berikut beberapa pandangan mereka
mengenai teori belajar psikologi humanistik. Combs menyatakan apabila kita
ingin memahami perilaku orang, maka kita harus mencoba memahami dunia persepsi
orang itu. Selanjutnya Combs mengatakan bahwa perilaku buruk itu sesungguhnya
tak lain hanyalah dari ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang
tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Maslov menyatakan bahwa teori belajar psikologi
humanistik didasarkan atas asumsi bahwa di dalam diri kita ada dua hal, yakni
:
1. Suatu usaha yang positif untuk
berkembang
2. Kekuatan untuk melawan atau menolak
perkembangan itu. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan
takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil
kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya. Tetapi
mendorong untuk maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinyasemua
kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu
juga ia dapat menerima diri sendiri.
Rogers, dalam bukunya freedom to Learn, ia
menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip belajar humanistik yang penting, salah
satu diantaranya adalah bahwa manusia itu mempunyai kemampuan untuk belajar
secara alami.
2.
Psikologi Behavioristik
Behaviorisme didasarkan pada
prinsip bahwa perilaku manusia yang diinginkan merupakan produk desain bukannya
kebetulan. Menurut kaum behavioristik, merupakan suatu ilusi yang mengatakan
bahwa manusia memiliki suatu keinginan yang bebas.
Psikologi behaviorisme
memaknai psikologi sebagai studi tentang perilaku dan sistem ini telah mendapat
dukungan kuat dalam perkembangannya di abad 20 Amerika Serikat. Dalam
pandangannya, perilaku yang dapat diamati dan dikuantifikasi memiliki maknanya
sendiri, bukan hanya berfungsi sebagai perwujudan peristiwa-peristiwa mental
yang mendasarinya. John B. Watson (1878-1958)
adalah perintis psikologi behavioristik yang utama dan B. F. Skinner
(1904-1990) adalah promotor terkenalnya. Watson terlebih dahulu mengklaim bahwa
perilaku manusia terdiri dari stimulisasi spesifik yang muncul dalam
respon-respon tertentu. Sebagian, ia mendasarkan bahwa pada konsepsi barunya
terhadap pembelajaran pada pengalaman klasik yang dilaksanakan oleh psikolog
Rusia Ivan Pavlov (1984-1936).
Teori-teori Belajar dari
Psikologi Behavioristik
Teori belajar behavioristik
adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gagne dan Berliner tentang perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran
psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik
pendidikan dan pembelajaran yang di kenal sebagai aliran behavioristik. Aliran
ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Beberapa teori belajar dari
psikologi behavioristik dikemukakan oleh para psikolog behavioristik. Mereka
sering menyebutnya dengan “Contemporary behaviorists” atau juga disebut “S-R
psychologists.” Mereka berpendapat, bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan
oleh ganjaran (Reward)atau penguatan (Reinforcement) dari lingkungan. Dengan
demikian, dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara
reaksi-reaksi behavioral dengan stimulasinya.
3.
Psikologi Konstruktivistik
Berbeda dengan behaviorisme,
Konstruktivisme memfokuskan pada proses-proses pembelajaran bukannya pada
perilaku belajar. Sejak pertengahan tahun 1980-an, para peneliti telah berusaha
untuk mengidentifikasi bagaimana para siswa mengkonstruksi/membentuk pemahaman
mereka terhadap bahan yang mereka pelajari menurut konstruktivisme, melalui
proses kognitif.
Para siswa menciptakan atau
membentuk pengetahuan mereka sendiri melalui tingkatan dan interaksi dengan
dunia. Pendekatan konstruktivis sosial juga mempertimbangkan konteks sosial
yang di dalamnya pembelajaran muncul dan menekankan pentingnya interaksi sosial
dan negosiasi dalam pembelajaran. berkenaan
dengan praktek kelas, pendekatan-pendekatan konstruktivis mendukung kurikulum
dan pengajaran student-centered. Siswa adalah kunci pembelajaran. Jadi, tidak seperti kaum
behavioris yang mengkonsentrasikan diri pada perilaku
yang dapat diobservasi secara langsung.
Kaum konstruktivis memfokuskan pada proses-proses dan strategi-strategi mental yang digunakan
para siswa untuk belajar. Pemahaman kita tentang pembelajaran telah berkembang
sebagai hasil dari kemajuan-kemajuan dalam sains kognitif, studi tentang
proses-proses mental yang digunakan siswa dalam berfikir dan mengingat.
Teori-teori psikologis
merupakan pandangan-pandangan dunia yang komprehensif yang berfungsi sebagai
basis bagi guru dalam pendekatan praktek pengajaran. Orientasi-orientasi
pengajaran pada pokoknya berhubungan dengan pemahaman kondisi-kondisi yang
diasosiakan dengan pengajaran efektif. Diantara orientasi-orientasi psikologis yang
telah mempengaruhi filsafat pengajaran adalah psikologi humanistik,
behavioristik, dan konstruktivistik.
Psikologi humanistik
menekankan kepada kebebasan personal, pilihan, kepekaan, dan tanggung jawab
personal. Psikologi humanisme juga memfokuskan pada prestasi, motivasi,
perasaan, tindakan, dan kebutuhan akan umat manusia.
Psikologi Behaviorisme
didasarkan pada prinsip bahwa perilaku manusia yang diinginkan merupakan produk
desain bukannya kebetulan. Menurut kaum behavioristik, merupakan suatu ilusi yang
mengatakan bahwa manusia memiliki suatu keinginan yang bebas.
Psikologi konstruktivistik
selalu terfokus pada proses-proses pembelajaran bukannya pada perilaku belajar.
Kaum konstruktivistik mempergunakan Proses-proses dan strategi-strategi mental
yang digunakan para siswa untuk belajar.
DAFTAR
PUSTAKA
Aliet Noorhayati. 2014. Filsafat Pendidikan.
Yogyakarta: Deepublish.
Sadulloh,
Uyoh.2006.Pengantar Filsafat Pendidikan.
Jakarta: ALFABETA.
Soemanto,
Wasty.2006.Psikologi Pendidikan. Jakarta: Pt. Rineka Cipta.
Tafsir, Ahmad. 2009. Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Poespoprodjo,
W., Logika Scientifika. 1999. Pengantar
Dialektika dan Ilmu. Bandung: Pustaka Grafika
Supriadi
dkk. 2006. Pengantar Pendidikan. Jakarta:
Universitas Terbuka
Sadulloh, Uyoh.1994. Pengantar
Filsafat Pendidikan. Bandung: P.T. Media Iptek
Nama :
Wahyu Rosidin
Kelas/semester : SD13.A2
Nim :
130641073
Nama Dosen :
Aliet Noorhayati, S.Fil, M.Phill
Mata Kuliah :
Filsafat Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Cirebon
Aliran-aliran dalam Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan merupakan terapan dari
filsafat umum, maka selama membahas filsafat pendidikan akan berangkat dari
filsafat. Dalam arti, filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja
filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil
pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai.
Dalam filsafat terdapat berbagai mazhab,
aliran-aliran, seperti materialisme, idealisme, realisme, pragmatisme, dan
lain-lain. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat,
sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun
kita akan temukan berbagai aliran, sekurang-kurnagnya sebanyak aliran filsafat
itu sendiri.
Brubacher (1950) mengelompokkan filsafat
pendidikan pada dua kelompok besar, yaitu filsafat pendidikan “progresif” dan
filsafat pendidikan “ Konservatif”. Yang pertama didukung oleh filsafat
pragmatisme dari John Dewey, dan romantik naturalisme dari Roousseau. Yang
kedua didasari oleh filsafat idealisme, realisme humanisme (humanisme
rasional), dan supernaturalisme atau realisme religius. Filsafat-filsafat
tersebut melahirkan filsafat pendidikan esensialisme, perenialisme, dan
sebagainya.
Berikut aliran-aliran dalam filsafat
pendidikan:
1.
Filsafat Pendidikan Idealisme
Filsafat idealisme memandang bahwa realitas
akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui
panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai
adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik,
buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Tokoh-tokoh
dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael Kant, David Hume, Al
Ghazali.
2.
Filsafat Pendidikan Realisme
Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas
secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas
dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian,
yaitu subjek yang menyadari dn mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya
adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan
manusia.
Beberapa tokoh yang beraliran realisme:
Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke,
Galileo, David Hume, John Stuart Mill.
3.
Filsafat Pendidikan Materialisme
Materialisme berpandangan bahwa hakikat
realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural. Beberapa tokoh yang beraliran materialisme:
Demokritos, Ludwig Feurbach.
4.
Filsafat Pendidikan Pragmatisme
Pragmatisme dipandang sebagai filsafat
Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang
berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini
adalah: Charles sandre Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos.
5.
Filsafat Pendidikan
Eksistensialisme
Filsafat ini memfokuskan pada
pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankn pilihan
kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan
manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas.
Beberapa tokoh dalam aliran ini : Jean Paul Satre, Soren Kierkegaard, Martin
Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich.
6.
Filsafat Pendidikan Progresivisme
Progresivisme bukan merupakan bangunan
filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan
suatugerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini
berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di
masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada
guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle,
william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.Thomas, Frederick C. Neff.
7.
Filsafat Pendidikan esensialisme
Esensialisme adalah suatu filsafat pendidikan
konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend
progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif
telah merusak standar-standar intelektual dan moral di antara kaum muda.
Beberapa tokoh dalam aliran ini: william C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick
Breed dan Isac L. Kandell.
8.
Filsafat Pendidikan Perenialisme
Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang
lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap
pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme yang menekankan
perubahan dan sesuatu yang baru.
Perenialisme memandang situasi dunia dewasa
ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam
kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha
untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan
kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan
hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah:
Robert Maynard Hutchins dan ortimer Adler.
9.
Filsafat Pendidikan rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari
gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa
kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah
masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count
dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat
yang pantas dan adil. Beberapa tokoh
dalam aliran ini: Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg
10. Filsafat Pendidikan Dualisme
Dualisme adalah konsep filsafat yang menyatakan ada
dua substansi. Dalam pandangan tentang hubungan antara jiwa dan raga, dualisme
mengklaim bahwa fenomena mental adalah entitas non-fisik. Gagasan tentang
dualisme jiwa dan raga berasal setidaknya sejak zaman Plato dan Aristoteles dan berhubungan dengan spekulasi tantang
eksistensi jiwa yang terkait dengan kecerdasan dan kebijakan. Plato dan Aristoteles
berpendapat, dengan alasan berbeda, bahwa "kecerdasan" seseorang
(bagian dari budi atau jiwa) tidak bisa diidentifikasi atau dijelaskan dengan
fisik.
Versi dari dualisme yang dikenal secara umum
diterapkan oleh René Descartes (1641), yang berpendapat bahwa budi adalah substansi nonfisik.
Descartes adalah yang pertama kali mengidentifikasi dengan jelas budi
dengan kesadaran dan membedakannya dengan otak, sebagai tempat kecerdasan.
Sehingga, dia adalah yang pertama merumuskan permasalahan jiwa-raga dalam
bentuknya yang ada sekarang.
Dualisme bertentangan dengan berbagai jenis monisme, termasuk fisikalisme dan fenomenalisme. Substansi dualisme bertentangan dengan semua jenis materialisme, tetapi dualisme properti dapat dianggap
sejenis materilasme emergent sehingga akan hanya bertentangan dengan
materialisme non-emergent.
Pengertian Pokok. Dualisme adalah ajaran atau
aliran/faham yang memandang alam ini terdiri atas dua macam hakekat yaitu
hakekat materi dan hakekat rohani. Kedua macam hakekat itu masing-masing bebas
berdiri sendiri, sama azazi dan abadi. Perhubungan antara keduanya itu
menciptakan kehidupan dalam alam Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja
sama kedua hakekat ini adalah terdapat dalam diri manusia. Tokoh-tokohnya.
1)
Plato (427 -347 Sb.H)
2)
Aristoteles (384 -322 Sb.H)
3)
Descartes (1596 -1650)
4)
Fechner (1802 -1887)
5)
Arnold Gealinex
6)
Leukippos
7)
Anaxagoras
8)
Hc. Daugall
9)
A. Schopenhauer (1788 -1860)
11. Filsafat Pendidikan Empirisme
Pengertian Pokok Empirisme berasal dari kata
Yunani yaitu "empiris" yang berarti pengalaman inderawi. Oleh karena
itu empirisme dinisbatkan kepada faham yang memilih pengalaman sebagai sumber
utama pengenalanan dan yang dimaksudkan dengannya adalah baik pengalaman
lahiriah yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniah yang menyangkut
pribadi manusia. Pada dasarnya Empirisme sangat bertentangan dengan
Rasionalisme. Rasionalisme mengatakan bahwa pengenalan yang sejati berasal dari
ratio, sehingga pengenalan inderawi merupakan suatu bentuk pengenalan yang
kabur. sebaliknya Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari
pengalaman sehingga pengenalan inderawi merupakan pengenalan yang paling jelas
dan sempurna.
Seorang
yang beraliran Empirisme biasanya berpendirian bahwa pengetahuan didapat
melalui penampungan yang secara pasip menerima hasil-hasil penginderaan
tersebut. Ini berarti semua pengetahuan betapapun rumitnya dapat dilacak
kembali dan apa yang tidak dapat bukanlah ilmu pengetahuan. Empirisme radikal
berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai kepada pengalaman
inderawi dan apa yang tidak dapat dilacak bukan pengetahuan. Lebih lanjut
penganut Empirisme mengatakan bahwa pengalaman tidak lain akibat suatu objek
yang merangsang alat-alat inderawi, kemudian di dalam otal dipahami dan akibat
dari rangsangan tersebut dibentuklah tanggapan-tanggapan mengenai objek yang
telah merangsang alat-alat inderawi tersebut.
Empirisme
memegang peranan yang amat penting bagi pengetahuan, malah barangkali merupakan
satu-satunya sumber dan dasar ilmu pengetahuan menurut penganut Empirisme.
Pengalaman inderawi sering dianggap sebagai pengadilan yang tertinggi. Tokoh-tokohnya. Adalah
sebagai berikut:
a.
Francis Bacon (1210 -1292)
b.
Thomas Hobbes ( 1588 -1679)
c.
John Locke ( 1632 -1704)
d.
George Berkeley ( 1665 -1753)
e.
David Hume ( 1711 -1776)
f.
Roger Bacon ( 1214 -1294)
12. Filsafat
Pendidikan Rasionalisme.
Pengertian
Pokok. Rasionalisme adalah merupakan faham atau aliran atau ajaran yang
berdasarkan ratio, ide-ide yang masuk akal.Selain itu, tidak ada sumber
kebenaran yang hakiki. Zaman Rasionalisme
berlangsung dari pertengahan abad ke XVII sampai akhir abad ke XVIII. Pada
zaman ini hal yang khas bagi ilmu pengetahuan adalah penggunaan yang eksklusif
daya akal budi (ratio) untuk menemukan kebenaran. Ternyata,
penggunaan akal budi yang demikian tidak sia-sia, melihat tambahan ilmu
pengetahuan yang besar sekali akibat perkembangan yang pesat dari ilmu-ilmu
alam.
Maka
tidak mengherankan bahwa pada abad-abad berikut orang-orang yang terpelajar
Makin percaya pada akal budi mereka sebagai sumber kebenaran tentang hidup dan
dunia. Hal ini menjadi menampak lagi pada bagian kedua abad ke XVII dan lebih
lagi selama abad XVIII antara lain karena pandangan baru terhadap dunia yang
diberikan oleh Isaac Newton (1643 -1727).
Berkat
sarjana geniaal Fisika Inggeris ini yaitu menurutnya Fisika itu terdiri dari
bagian-bagian kevil (atom) yang berhubungan satu sama lain menurut hukum sebab
akibat.
Semua
gejala alam harus diterangkan menurut jalan mekanis ini. Harus diakui bahwa
Newton sendiri memiliki suatu keinsyafan yang mendalam tentang batas akal budi
dalam mengejar kebenaran melalui ilmu pengetahuan. Berdasarkan kepercayaan yang
makin kuat akan kekuasaan akal budi lama kelamaan orang-orang abad itu
berpandangan dalam kegelapan. Baru dalam abad mereka menaikkan obor terang yang
menciptakan manusia dan masyarakat modern yang telah dirindukan, karena
kepercayaan itu pada abad XVIII disebut juga zaman Aufklarung (pencerahan). Tokoh-tokohnya adalah
sebagai berikut:
1)
Rene Descartes (1596 -1650)
2)
Nicholas Malerbranche (1638 -1775)
3)
B. De Spinoza (1632 -1677 M)
4)
G.W.Leibniz (1946-1716)
5)
Christian Wolff (1679 -1754)
6) Blaise
Pascal (1623 -1662 M)
DAFTAR PUSTAKA
Aliet Noorhayti, Telaah Filsafat Pendidikan edisi revisi. Yogyakarta:
Deepublish. 2014
Achmadi, Paradigma
Humanisme Teosentris. Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2008.
Arif Mahmud, Perspektif Sosiologis-Filosofis,Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogya, 2002.
Baharuddin dan
Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2010.
Basri, Hasan. Filsafat
Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Nizar, Samsul. Filsafat
Pendidikan Islam: Pendidikan Historis, Teoritis dan Praktis. Jakarta:
Ciputat Press, 2002.
Nama :
Wahyu Rosidin
Kelas/semester : SD13.A2
Nim :
130641073
Nama Dosen :
Aliet Noorhayati, S.Fil, M.Phill
Mata Kuliah :
Filsafat Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Cirebon
Pengertian PTK (Penelitian Tindakan
Kelas)
a.
Penelitian
Merupakan
tindakan yang dilakukan untuk menyelesaikan atau memecahkan masalah dengan
menggunakan metode ilmiah. Metode ilmiah adalah suatu prosedur yang sistematis
dan obyektif untuk mendapatkan pengetahuan atau pemecahan masalah. Jadi
penelitian itu diawali dari sebuah masalah yang akan
diselesaikan. Penelitian tindakan kelas merupakan hasil dari perkembangan
dari peneltian tindakan (action research).
b.
Penelitian tindakan
Adalah penelitian yang diprakarsai untuk
memecahkan masalah langsung atau pemecahan proses reflektif masalah progresif
yang dipimpin oleh individu dengan bantuan orang lain dalam tim atau sebagai
bagian dari suatu "komunitas praktek" untuk memperbaiki cara mereka
mengatasi masalah dan memecahkan masalah. Ini kadang-kadang disebut riset aksi
partisipatif. Penelitian tindakan melibatkan proses aktif berpartisipasi dalam
situasi perubahan organisasi selama melakukan penelitian. Penelitian tindakan
juga dapat dilakukan oleh organisasi yang lebih besar atau lembaga, dibantu
atau dipandu oleh peneliti profesional, dengan tujuan untuk meningkatkan
praktik strategi dan pengetahuan tentang lingkungan di mana mereka
berlatih.
c.
Penelitian tindakan kelas (PTK)
merupakan
penelitian yang diprakarsai untuk memecahkan masalah dalam proses belajar
mengajar di kelas secara langsung. Dengan kata lain, PTK dibuat dengan tujuan
untuk meningkatkan dan memperbaiki mutu proses belajar mengajar di kelas serta
membantu memberdayakan guru dalam memecahkan masalah pembelajaran di sekolah.
Dalam penyusunan PTK syarat yang harus dilakukan adalah:
1.
Harus tertuju atau mengenai hal-hal
yang terjadi di dalam pembelajaran dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran.
2.
Menuntut dilakukannya pencermatan
secara terus menerus, ohjektif, dan sistematis. Hasil pencermatan ini digunakan
sebagai bahan untuk menentukan tindak lanjut yang harus diambil segera oleh
peneliti.
3.
Dilakukan sekurang-kurangnya dalam
dua siklus tindakan yang berurutan.
4.
Terjadi secara wajar, tidak mengubah
aturan yang sudah ditentukan, dalam arti tidak mengubah jadwal yang
berlaku.
5.
Harus betul-betul disadari oleh
pemberi maupun pelakunya, sehingga pihak-pihak yang bersangkutan dapat
mengemukakan kembali apa yang dilakukan dibandingkan dengan rencana yang sudah
dibuat sebelumnya.
6.
Harus benar-benar menunjukkan adanya
tindakan yang dilakukan oleh sasaran tindakan, yaitu siswa yang sedang
belajar.
Setiap
penelitian tentu ada subyek dan obyek penelitian. Dalam PTK, yang menjadi obyek
penelitian adalah sesuatu yang aktif dan dapat dikenai aktivitas, bukan objek
yang sedang diam dan tanpa gerak. Unsur-unsur yang dapat dijadikan
sasaran/objek PTK tersebut adalah : (1) siswa, (2) guru, (3) materi pelajaran,
(4) peralatan atau sarana pendidikan, meliputi peralatan, baik yang dimiliki
oleh siswa secara perseorangan, peralatan yang disediakan oleh sekolah, ataupun
peralatan yang disediakan dan digunakan di kelas dan di laboratorium, (5) hasil
pembelajaran, (6) lingkungan, dan (7) pengelolaan, hal yang termasuk dalam
kegiatan pengelolaan misalnya cara dan waktu mengelompokkan siswa ketika guru
memberikan tugas, pengaturan jadwal, pengaturan tempat duduk siswa, penempatan
papan tulis, penataan peralatan milik siswa, dan lain-lain.
Penyusunan
PTK harus mengacu pada prinsip-prinsip PTK. Hopkins mengemukakan ada enam
prinsip yang harus diperhatikan dalam PTK, yaitu:
1.
Metode PTK yang diterapkan
seyogyanya tidak mengganggu komitmen sebagai pengajar;
2.
Metode pengumpulan data yang
digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan karena dilakukan sesuai dengan
jadwal pelajaran;
3.
Metodologi yang digunakan harus
reliable;
4.
Masalah program yang diusahakan
adalah masalah yang merisaukankan, dan didasarkan pada tanggung jawab
professional;
5.
Dalam menyelenggarakan PTK, guru
harus selalu bersikap konsisten dan memiliki kepedulian tinggi terhadap proses
dan prosedur yang berkaitan dengan pekerjaannya;
6.
PTK tidak dilakukan sebatas dalam
konteks kelas atau mata pelajaran tertentu melainkan dengan perspektif misi
sekolah secara keseluruhan.
Agar PTK
mencapai hasil yang optimal dan sesuai dengan harapan, maka penyusunan PTK
harus melalui tahap-tahap penyusunan PTK. Tahap-tahap penyusunan PTK adalah
sebagai berikut:
1.
Menyusun rancangan tindakan (planning/perencanaan), dalam
tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa,
dan bagaimana tindakan akan dilakukan. Penelitian tindakan yang ideal
sebetulnya dilakukan secara berpasangan antara pihak yang melakukan tindakn dan
pihak yang mengamati proses yang dijalankan.
2.
Pelaksanaan Tindakan (acting), tahap ini
merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan, yaitu mengenakan tindakan
di kelas.
3.
Pengamatan (observing), yaitu
kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat. Dalam tahap ini, guru
pelaksana mencatat sedikit demi sedikit apa yang terjadi agar memperoleh data
yang akurat untuk perbaikan siklus berikutnya.
4.
Refleksi (reflecting), merupakan
kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Dalam tahap ini,
guru berusaha untuk menemukan hal-hal yang sudah dirasakan memuaskan hati
karena sudah sesuai dengan rancangan dan secar cermat mengenali hal-hal yang
masih perlu diperbaiki.
Jika
penelitian tindakan dilakukan melalui beberapa siklus, maka dalam refleksi
terakhir, peneliti menyampaikan rencana yang disarankan kepada peneliti lain
apabila dia menghentikan kegiatannya, atau kepada diri sendiri apabila akan
melanjutkan dalam kesempatan lain.
Apabila PTK
dilakukan sesuai dengan konsep dan dasar-dasar penelitian yang sebenarnya, maka
hasil yang akan didapatkan pasti akan optimal. Hasil yang pasti akan dicapai
adalah pemecahan masalah yang terjadi di kelas dalam proses belajar mengajar
(PBM).
DAFTAR PUSTAKA
Aliet Noorhayati, Telaah Filsafat Edisi Revisi, Yogyakarta: Deepublish,
2014
Arikunto, Suharsimi, dkk. 2006. Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Ary, Donald., et al. 2010. Introduction
to Research in Education (8th ed). Wadsworth: Cengage Learning.
Asikin, Moh. Khoirul Anwar, dan
Pujiadi. 2009. Cara Cepat & Cerdas Menguasai Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) Bagi Guru. Semarang : Manunggal Karso.
Emzir, 2008. Metodologi
Penelitian Pendidikan: Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada..
Muslich, Masnur. 2010. Melaksanakan
PTK (Penelitian Tindakan Kelas) itu Mudah. Jakarta: Bumi Aksara
[1] Telaah filsafat
pendidika edisi refisi. Aliet Noorhayati. Deepublish:2014
[2] Pedagogik(ilmu
mendidik). Uyoh Sadulloh, dkk. Bandung:penerbit alfabeta. 2014
[4] Antropologi pendidikan.
Bandung: CV Pustaka Setia. Prof. Dr. H Mahmud, M.Si dkk. 2012
[6] Pedagogik(ilmu
mendidik). Uyoh Sadulloh, dkk.
Bandung:penerbit alfabeta. 2014




No comments:
Post a Comment