SITUASI PERGAULAN DAN SITUASI
PENDIDIKAN
SERTA
ALAT PENDIDIKAN
MAKALAH
Diajukan
untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pedagogik

Disusun
Oleh :
1.
Ayu
Desi Susanti (130641083)
2.
Dimas
Prasetyo (130641067)
3.
Juvita
Lathivah (130641078)
4.
Rosyanti (130641050)
Kelas : SD-13 A.2
Kelompok
: 4
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH CIREBON
2014
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 4
A. Latar
Belakang Masalah ............................................................. 4
B. Rumusan
Masalah ...................................................................... 4
C. Tujuan ......................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN .................................................................... 6
A. Situasi
Pergaulan dan Situasi Pendidikan .................................. 6
B. Alat
Pendidikan ......................................................................... 11
C. Jenis
– jenis Alat Pendidikan ..................................................... 17
BAB III PENUTUP ............................................................................ 24
A. Kesimpulan ................................................................................. 24
B. Saran ........................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 26
LAMPIRAN
........................................................................................ 29
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah
SWT, karena rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam selalu tecurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya
serta kami selaku umatnya. Semoga kita mampu meneladani beliau sebagai manusia
yang berguna.
Penyusunan makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pedagogik dengan judul “Situasi Pergaulan dan Situasi Pendidikan serta Alat Pendidikan”.
Makalah ini membahas
tentang Bagaimana situasi pergaulan dan situasi
pendidikan serta alat pendidikan dan jenis – jenis alat pendidikan.
Makalah ini tentu tidak akan berhasil tanpa
adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Terima kasih kami ucapkan
kepada Ibu Sati, M.Pd selaku Dosen Pengampu mata kuliah Pedagogik dan semua pihak yang telah
membantu memberikan saran serta masukan untuk menyempurnakan makalah ini.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun agar
makalah kami menjadi lebih baik dan berguna di masa yang akan datang.
Cirebon,
Maret 2014
Penulis
ii
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Proses pendidikan merupakan kegiatan
sosial antara pendidik dengan peserta didik dengan menggunakan isi/materi
pendidikan, metode, alat pendidikan tertentu yang berlangsung dalam suatu
lingkungan atau situasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan. Pendidikan juga dapat terjadi atau berlangsung pada situasi
pergaulan, tetapi pada situasi pergaulan tidak didasari untuk mencapai suatu
tujuan pendidikan.
Jika berbicara tentang situasi pergaulan
dan situasi pendidikan, maka perlu dicamkan baik-baik oleh pendidik termasuk
guru sebagai pendidik di sekolah, agar dapat menempatkan diri dalam kedudukan
yang tepat pada setiap situasi yang mungkin dijumpai dalam melaksanakan tugas
sebagai guru/pendidik. Seorang guru harus sadar kapan ia bergaul saja dengan
muridnya dan kapan ia sedang mendidik atau menjadi pendidik. Agar tidak salah
bertindak, karena bagi orang awam kedua situasi tersebut sebagai situasi yang
sama dan menyebutnya pun dengan sebutan yang sama.
Dalam terjadinya situasi tersebut ada
alat pendidikan yang ikut serta dalam berlangsungnya situasi pergaulan maupun
situasi pendidikan, dan alat pendidikan mempunyai jenis-jenisnya.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut
:
1. Bagaimana
situasi pergaulan dan situasi pendidikan ?
2. Apa
saja alat pendidikan ?
3. Apa
saja jenis – jenis alat pendidikan ?
C.
TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas,
maka tujuannya adalah untuk :
1. Mengetahui
situasi pergaulan dan situasi pendidikan.
2. Mengetahui
alat pendidikan.
3. Mengetahui
jenis – jenis alat pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Situasi
Pergaulan dan Situasi Pendidikan
Dua orang atau lebih bersama-sama
mengadakan hubungan antara sesamanya akan membentuk situasi yang disebut
pergaulan. Kalau yang berhubungan tersebut antara orang dewasa dengan anak yang
belum dewasa, bisa terjadi dua situasi. Pertama bisa terjadi pergaulan biasa,
selanjutnya disebut situasi pergaulan. Kedua, situasi lain yang timbul bisa
terjadi situasi pendidikan. Bagi orang awam kedua situasi tersebut sebagai
situasi yang sama dan menyebutnya pun dengan sebutan yang sama, yaitu: bergaul
atau sebaliknya mereka menyebut sedang mendidik. Dalam pedagogik kedua situasi
tersebut dibedakan dengan tegas. Berikut ini akan dibahas kedua bentuk situasi
tersebut, yaitu:
1.
Situasi
Pergaulan
Jika dalam suatu pergaulan antara orang
dewasa dengan anak didasarkan atas niat untuk memuaskan keinginan orang dewasa,
untuk keuntungan orang dewasa, tidak didasarkan untuk mencapai tujuan
pendidikan (baik tujuan umum, tujuan tak lengkap, tujuan sementara, tujuan
insidental, dan tujuan intermedier), maka situasi yang tercipta bukan situasi
pendidikan melalainkan situasi pergaulan.
Misalnya, seorang guru/pendidik
menawarkan buku pelajaran kepada murid-muridnya dengan tujuan mendapatkan
keutungan dari hasil penjualan buku berupa komisi dari penerbit, maka tindakan
tersebut tidak bisa digolongkan kepada situasi pendidikan walaupun terjadi di
lingkungan sekolah (kelas). Hal tersebut hanyalah merupakan situasi pergaulan
biasa. Situasi yang tercipta dari tindakan guru tersebut bukanlah situasi
pendidikan melainkan situasi pergaulan. Situasi yang berisi tindakan bukan
pendidikan tidak akan menciptakan situasi pendidikan melainkan tetap situasi
pergaulan.
Hal tersebut perlu dicamkan baik-baik oleh pendidik
termasuk guru sebagai pendidik di sekolah, agar dapat menempatkan diri dalam
kedudukan yang tepat pada setiap situasi yang mungkin dijumpai dalam
melaksanakan tugas sebagai guru/pendidik. Seorang guru harus sadar kapan ia
bergaul saja dengan muridnya dan kapan ia sedang mendidik
atau menjadi pendidik.
Dalam situasi pergaulan anak memperoleh
kesempatan untuk menjadi dirinya. Dalam diri setiap anak ada hasrat untuk
menjadi dirinya sendiri. Setiap anak dilahirkan dengan memiliki suatu bentuk
prinsip pribadi sendiri. Tidak ada dua orang anak yang identik/sama sebangun di
dunia ini. Dalam situasi pergaulan, anak memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan
apa yang yang dihayatinya. Anak dapat mengungkapkan dengan bebas dan sepontan
semua pikiran, perasaan maupun kemauan yang dihayatinya. Dengan adanya
kesempatan untuk bertindak daan bertingkah laku seperti yang ia inginkan, anak
dapat mengembangkan bentuk kepribadiannya sendiri. Di satu pihak anak memang
merasa bergantung kepada orang dewasa, tetapi di pihak lain anak ingin
memperoleh kebebasan atau kemerdekaan. Anak ingin merdeka. Keinginan tersebut
dapat diperoleh anak dalam pergaulan.
Oleh karena itu, selama anak tidak melanggar norma
atau nilai-nilai pedagogis, sebaiknya ia diberikan kebebasan seluas-luasnya
untuk bergerak dan berbuat sesuatu. Biarkan anak merasakan kehidupannya sebagai
anak. Situaasi pergaulan yang sifatnya wajar dan alamiah memberikan kesempatan
kepada anak untuk menyerap dan mencerna semua pengalaman sesuai pilihan
kesukaannya tanpa merasa ada paksaan. Apabila sikap, ucap, dan perbuatan yang
diserap dan dicerna anak adalah sikap, ucap, dan perbuatan yang baik sesuai
dengan norma-norma susila, maka akibatnya perkembangan anak akan baik. Namun
sebaliknya, apabila sikap, ucap, dan perbuatan yang diserap dan dicerna anak
adalah
sikap,
ucap, dan perbuatan yang tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma
susila, maka akibatnya bagi perkembangan pribadi anak akan buruk pula.
Penjelasan di atas menunjukkan kelemahan
situasi pergaulan, karena di satu pihak kadang-kadang merupakan semacam racun
yang menyelinap secara diam-diam dan tersamar yang merusak dan menghancurkan perkembangan
pada saat itu dan bagi masa depan anak. Di pihak lain situasi pergaulan dapat
merupakan suatu hikmah yang tak ternilai harganya dapat membawa kesuburan
perkembangan bagi tercapainya tujuan pendidikan. Karena itu orang tua dan
pendidik lainnya harus memperhatikan situasi pergaulan bukan hanya sebagai
suatu “suasana” yang dapat memberikan pengaruh, melainkan karena lamanya anak
berada dalam situasi pergaulan dibandingkan dalam situasi pendidikan.
Situasi pergaulan akan terjadi apabila ada rasa saling mempercayai
antara dua orang atau lebih yang berada dalam satu tempat yang sama.
Mempercayai orang lain pada hakikatnya mempertaruhkan diri sendiri. Jadi, untuk
mempercayai orang lain dibutuhkan suatu keberanian. Jadi, kepercayaan merupakan
syarat teknis bagi terjadinya situasi pergaulan. Artinya, situasi pergaulan
tidak akan terjadi apabila tidak ada kepercayaan. Anak dan orang dewasa akan
membentuk situasi pergaulan apabila di antara keduanya saling mempercayai.
Anak harus menaruh kepercayaaan bahwa orang
dewasa yang dihadapinya tidak akan menjerumuskan dan merugikan dirinya. Anak
harus percaya bahwa orang dewasa yang dihadapinya merupakan teman atau partner pergaulan yang menguntungkan
dan dapat memenuhi kebutuhan perkembangan hidupnya secara psikis dan
psikologis. Anak harus dapat menaruh perhatian bahwa ia akan dapat mengambil
banyak
manfaat
dengan membuka hubungan dengan orang dewasa yang dihadapinya.
Sebaliknya,
orang dewasapun harus memberikan kepercayaan kepada anak yang dihadapinya.
Orang dewasa percaya bahwa anak dapat berkembang atas kemampuannya sendiri,
dapat dipengaruhi, memiliki kemampuan sendiri, mau berusaha untuk berdiri
sendiri atas kemampuan sendiri dan sebagainya. Orang dewasa disamping
memberikan kepercayaan kepada anak, ia akan melindungi anak dalam situasi
pergaulan yang diciptakannya. Dengan demikian situasi pergaulan mengandung
macam perlindungan sehingga anak akan merasa aman dalam situasi tersebut.
Perlindugan harus diberikan, karena kalu tidak, momen kepercayaan akan ditarik
kembali oleh anak.
Perlindungan tidak hanya menjaga
keselamatan anak, melainkan juga memberikan kesempatan pada anak untuk
mengembangkan potensi yang baik (susila) dan mencegah berkembangnya potensi
yang tidak baik (asusila). Misalnya anak yang terlihat melakukan perbuatan yang
sesuai dengan kesopanan dan aturan-aturan yang berlaku, biarkanlah ia untuk
terus melakukan perbuatan tersebut, tapi bagi anak yang melakukan perbuatan
yang tidak sesuai dengan tata kesopanan segera ditegur dan diluruskan, dengan mengubah
situasi pergaulan dengan situasi pendidikan.
Jadi, dalam situasi pergaulan tidak ada
pengertian bahwa anak dibiarkan untuk berbuat sesuka kemauannya. Anak harus
dilindungi dari semua bahaya, baik yang datang dari luar maupun dari dalam,
baik yang akan merusak fisiknya maupun jiwanya. Orang dewasa menjaga,
memperhatikan atau melindungi anak jasmani dan rohaninya agar tidak terganggu.
Perlindungan yang diberikan orang dewasa, juga berarti bahwa anak diberi
kesempatan untuk mengembangkan dirinya sendiri.
2.
Situasi
Pendidikan
Situasi
pendidikan berlangsung dalam situasi pergaulan. Situasi pergaulan merupakan
ladang yang subur bagi terjadinya situasi pendidikan. Apabila dalam suatu
pergaulan antara orang dewasa dan anak, didasarkan atas suatu tujuan pendidikan,
untuk mencapai tujuan pendidikan (baik umum, tak lengkap, perantara, dan
sebagainya), maka situasi pergaulan yang tercipta adalah situasi pendidikan,
bukan situasi pergaulan biasa. Situasi yang timbul telah diisi dengan tindakan
pendidikan dan dengan demikian menjadikan situasi tersebut menjadi situasi
pendidikan.
Situasi
pendidikan merupakan situasi yang istimewa atau khusus, karena situasinya
merupakan suatu perubahan dari situasi pergaulan. Di mana komponen-komponennya
berubah dari orang dewasa atau orang tua menjadi pendidik, dan anak menjadi
anak didik, kemudian syarat teknisnya dari kepercayaan menjadi kewibawaan namun
mutlak harus ada. Situasi pendidikan merupakan situasi pergaulan yang
diciptakan dengan sengaja karena ada suatu tujuan pendidikan yang ingin
dicapai. Ada suatu nilai yang hendak disampaikan kepada anak sebagai anak didik
dari orang dewasa (orang tua, guru) sebagai pendidik.
Misalnya,
seorang ibu menyuruh anak perempuannya mencuci piring didasari oleh suatu
tujuan agar anaknya berdisiplin dan mandiri, hal itu merupakan situasi
pendidikan. Dalam hati ibu terbesit suatu tujuan: Aku harus mendidik anak saya
agar ia memiliki disiplin dalam kehidupan yang dihadapinya dan agar ia terbiasa
hidup mandiri tidak bergantung kepada orang lain. Akan tetapi, seandainya ibu
menyuruh anaknya mencuci piring sekadar untuk membantu pekerjaan ibunya
sehingga ibunya bisa santai dan tidak capek, situasi tersebut hanyalah
merupakan situasi
pergaulan biasa.
Situasi
pendidikan merupakan situasi yang istimewa karena secara khusus diciptakan
untuk mencapai tujuan tertentu dari pendidik seperti contoh di atas. Seluruh
kegiatan dalam situasi pendidikan menunjukkan bahwa segala sesuatu yang
dilakukan pendidik, dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan kewaspadaan. Di
dalam situasi pendidikan tidak ada satu tindakan pun yang dilakukan dengan
coba-coba (trial and error-mencoba-coba
dan salah). Semua tindakan yang dilakukan direncanakan dan dipikirkan
matang-matang sebelumnya. Apa pengaruh atau akibat suatu tindakan pendidikan
tertentu, apa pengaruh sampingannya, apa kelanjutannya, semuanya telah
dipertimbangkan dengan cermat sebelum dilaksanakannya.
Jadi,
situasi pendidikan adalah suatu keadaan di mana terjadi komunikasi interaktif
antara orang dewasa dengan anak, antara orang tua (ayah/ibu) dengan anaknya,
antar guru dengan muridnya secara sengaja dan terencana untuk mencapai tujuan
pendidikan, yaitu manusia dewasa.
B.
Alat
Pendidikan
Seperti
telah dijelaskan di muka bahwa situasi pendidikan merupakan situasi pergaulan
yang istimewa, yaitu pergaulan antara pendidik dan anak didik. Dalam pergaulan
tersebut dilakukan tindakan tertentu dengan sengaja dan sadar serta memiliki
tujuan tertentu yang hendak dicapai. Tindakan tertentu itulah yang disebut
dengan alat pendidikan. Jadi dapat dijelaskan, bahwa alat pendidikan adalah
suatu tindakan yang dilakukan dngan sengaja oleh pendidik terhadap anak didik
dengan maksud untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pendidik terhadap anak
didik dengan maksud untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pendidik yang
menggunakan alat pendidikan tersebut.
Alat pendidikan adalah
segala sesuatu yang digunakan dalam proses pendidikan, baik berbentuk material
maupun non-material.
1.
Alat Pendidikan Non Material
Alat pendidikan non-material
adalah suatu tindakan/perbuatan atau situasi yang dengan sengaja diadakan untuk
mencapai suatu tujuan pendidikan. Seperti: pembiasan, menyuruh (suruhan),
larangan (atau melarang), menganjurkan, mengajak, memuji, menegur, menghukum
dan berbagai bentuk perbuatan/tindakan lainnya. Memilih perbuatan/tindakan yang
tepat tergantung kecakapan pendidik. Artinya, seorang pendidik perlu memahami
kondisi dan masalah yang dihadapi terdidik di kelas. Menurut Jhonson dan Bany,
paling tidak terdapat tujuh masalah yang perlu dipahami pendidik di kelas,
yaitu:
a. Kelas
kurang kohesif, karena alasannya jenis kelamin, suku, tingkah laku
sosio-ekonomi, dan sebagainya.
b. Kelas
mereaksi negatife terhadap salah seorang anggotannya, misalnya mengejek teman
kelasnya yang menyanyi dengan suara sumbang.
c. Penyimpangan
dan norma-norma tingkah laku yang telah disepakati sebelumnya, misalnya sengaja
berbicara keras-keras di ruang baca perpustakan.
d. Membesarkan
hati anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok, misalnya pemberian
semangat pada badut kelas
e. Kelompok
cenderung mudah dialihkan perhatiannya dan tugas yang tengah digarap.
f. Semangat
kerja rendah, misalnya semacam aksi protes kepada guru karena menganggap tugas
yang diberikan kurang adil.
g. Kelas
kurang menyesuaikan diri dengan keadaan baru, seperti perubahan jadwal, atau
guru kelas terpaksa diganti sementara oleh orang lain.
Dari berbagai masalah
tersebut, setiap masalah memerlukan penanganan yang berbeda.
2.
Alat Pendidikan Material
Alat pendidikan
material adalah berbagai perlengkapan yang digunakan untuk keperluan
pelaksanaan proses pendidikan, biasanya berbentuk seperti sarana dan prasarana.
Sarana adalah alat bantu pelajaran yang langsung dapat dipakai pada waktu
interaksi belajar-mengajar yang sedang berlangsung. Sedangkan prasarana adalah
semua alat bantu pelajaran yang sifatnya tidak langsung. Sarana terdiri dari:
alat berat (hardware) dan alat ringan
(software). Alat berat ialah yang
bersifat keras dan berat seperti mesin-mesin, bahan pelajaran yang berupa kayu,
dan sebagainya. Alat ringan termasuk juga macam-macam alat pelajaran yang
berupa bahan pelajaran atau tugas seperti kertas untuk berkerja dan lembaran
penilaian dalam sistem modul.
Prasarana sebagai alat
pendidikan berkaitan dengan lingkungan fisik tempat belajar meskipun tidak
berpengaruh langsung, tetapi mempunyai pengaruh positif hasil pembelajaran.
Lingkungan fisik yang menguntungkan dan memenuhi syarat minimal mendukung
meningkatnya intensitas proses pembelajaran dan mempunyai pengaruh positif
terhadap pencapai tujuan pengajaran lingkungan fisik yang dimaksud meliputi:
a. Ruang/kelas
tempat belajar harus memungkinkan semua siswa bergerak luasa, tidak berdesak-desak
dan saling menganggu antara siswa yang satu dengan lainnya pada saat melakukan
aktivitas belajar.
b. Pengaturan
tempat duduk, dalam mengatur tempat duduk. Yang penting adalah memungkinkan
terjadinya tatap muka, dengan demikian guru dapat mengontrol tingkah laku
siswa.
c. Ventilasi
dan pengaturan cahaya, ventilasi dan penerangan adalah sesuatu yang penting
untuk terciptanya suasana belajar yang nyaman.
d. Pengaturan
penyimpanan barang-barang, hendaknya disimpan pada tempat khusus yang mudah
dicapai kalau segera diperlukan dan akan dipergunakan bagi kepentingan belajar.
Selanjutnya Langeveld
(1980), mengelompokkan lima jenis alat pendidikan, yaitu:
a. Perlindungan
Perlindungan merupakan syarat dasar bagi
semua pergaulan, termasuk di dalamnya pergaulan pendidikan. Perlindungan harus
datang dari pihak orang dewasa, yang bertindak untuk melindungi anak didik,
baik jasmani maupun rohani, sehingga anak merasa terlindung oleh orang dewasa.
Beberapa tindakan atau perbuatan pendidikan yang dapat dilakukan berupa memerintah,
membiarkan, menghalangi atau melarang, menciptakan dan memlihara tata tertib.
Orang dewasa (orang tua, guru) dalam
menjaga anak, selalu memperhatikannya, anak dilindunginya pada latar jasmaniah,
rohaniah, dengan membatasi diri pada perbuatan, kelakuan dan ucapan, dan
menjaga anak tersebut agar jangan sampai merugikan dirinya sendiri. Dalam
situasi pendidikan bisa muncul alat-alat pendidikan berupa membuat supaya
mengalami, membiarkan supaya menyelidiki, menghalangi atau melarang,
memerintahkan, menciptakan dan mempertahankan tata tertib dan peraturan
(misalnya tidur harus pada waktunya, kalau makan apa yang ada dalam piringnya
harus dihabiskan, dan sebagainya).
b. Kesepahaman
Kesepahaman timbul karena orang dewasa,
baik disadari maupun tidak disadari, akan menjadi contoh (teladan) bagi anak
didik, dan sebaliknya pula disadari atau tidak, anak akan mencoba (meniru)
perbuatan
pendidik. Seandainya anak ingin mencontoh perbuatan pendidik, hal ini berarti
bahwa anak telah memahami perbuatan pendidik sebagai orang dewasa. Dengan
kesepahaman ini terjadilah interaksi pendidikan antara anak dan pendidik,
sehingga orang dewasa dan anak dapat berbuat bersama-sama. Dalam hal ini
pendidik termasuk guru, tidak hanya menyampaikan (mengajarkan) kebaikan,
melainkan juga harus memberikan teladan. Anak meniru perbuatan pendidik, karena
ia berkesempatan untuk ikut berpartisipasi dengan pendidik, yang menjelaskan,
menunjukkan, dan member tugas.
Orang tua atau guru, berbuat
bersama-sama dengan anak, atau berbuat di hadapan anak (perbuatan ini dapat
ditujukan kepada anak, namun mungkin juga tidak). Dalam situasi pendidikan
mungkin akan muncul alat-alat pendidikan seperti: menjadi teladan dengan
memperlihatkan atau berbuat sesuatu yang dapat dijadikan contoh bagi anak,
menyuruh meniru (perbuatan), memberi kesempatan untuk turut serta atau untuk
melihat dalam suatu kegiatan, menjelaskan, menugaskan, melarang, menghambat
(supaya jangan terjadi).
c. Kesamaan
Arah dalam Pikiran dan Perbuatan
Kesamaan arah dalam pikiran dan perbuatan dapat
berupa pembaruan dari pendidik dan penyesuaian diri anak didik. Jadi, kesamaan
arah ini terjadi antara perbuatan pendidik dan perbuatan anak didik. Kesamaan
arah telah melampaui kesepahaman. Karena dalam hal ini anak didik berbuat atau
bertindak sesuai dengan kata hati dan kehendaknya. Anak diikutsertakan dalam
kehidupan orang dewasa (pendidik) dengan memberikan kesempatan kepadanya turut
bertanggung jawab agar anak-anak mau turut memikul tanggung jawab. Dalam hal-hal
tertentu anak dapat diberikan tanggung jawab penuh. Anak mengamati berkaitan
dengan kepentingannya sendiri.
Dalam hubungan ini perlu diadakan perencanaan
bersama, dikemukakan maksud dan tujuan kegiatan, diadakan perjanjian, anak
diingatkan pada tanggung jawabnya dan pada janjinya. Dari pihak anak dituntut
kedisiplinan pada peraturan dan janjinya.
d. Perasaan
Bersatu
Perasaan bersatu timbul karena interaksi yang
berlangsung antara pendidik dan anak didik yang bersifat kekeluargaan, dan
menimbulkan saling pengertian serta saling mengisi di antara kedua pihak. Anak
yang telah terbiasa dalam suasana perasaan bersatu, akan memperoleh pengalaman
dasar tentang corak hidup bersama (hidup bermasyarakat), untuk saling mengisi,
mempercayai, setia dan jujur. Tindakan atau perbuatan pendidikan untuk memelihara
perasaan bersatu dapat berupa menasihati, memperingatkan, menegur, dan dapat
juga melaksanakan hukuman.
e. Pendidikan
karena Kepentingan Diri Sendiri
Pendidikan karena kepentingan sendiri, berarti
si anak telah menyadari kepentingan dirinya sendiri, dan dia bertanggung jawab
untuk membentuk dirinya sendiri. Pendidik memberikan tanggung jawab penuh
kepada anak didik agar ia dapat melaksanakan tugas sebagai hasil pilihannya
sendiri. Pendidik mengetahui dan menyadari terhadap kepentingan si anak untuk
membentuk diri sendiri, dan anak menyadarinya terhadap kepentingan tersebut.
Memberi kebebasan terhadap anak didik merupakan
alat pendidikan yang terakhir karena anak didik harus bertanggung jawab, harus
berdiri sendiri dan bebas untuk memilih nilai-nilai hidup yang sesuai dengan
kata hatinya, dan disinilah ia memilih pendidikan dalam taraf penyadarannya.
Jadi alat pendidikan ini diberikan kepada anak pada tahap akhir dari
pendidikan, di mana anak mencapai kedewasaannya.
C.
Jenis-jenis
Alat Pendidikan
Berikut ini kita analisis beberapa
jenis alat pendidikan, yaitu:
1. Pembiasaan
Pembiasaan merupakan alat
pendidikan yang penting, terutama bagi anak kecil. Anak kecil belum menyadari
apa yang dikatakan baik dan buruk dalam arti susila. Ia belum memiliki
kewajiban yang harus dikerjakan seperti orang dewasa, tetapi mereka sudah
memiliki hak seperti hak untuk dipelihara, hak perlindungan, hak mendapat
pendidikan. Anak belum memiliki ingatan yang kuat, ia cepat melupakan apa yang
sudah dan baru terjadi. Perhatian mereka mudah beralih kepada hal-hal yang baru
yang disukainya. Pembiasaan merupakan tindakan awal yang dapat dilakukan dalam
pendidikan. Sejak dilahirkan anak dibiasakan dengan perbuatan-perbuatan baik,
seperti manid dan tidur pada waktuya, diberi makan secara teratur dan
sebagainya. Dalam perkembangan anak kebiasaan-kebiasaan baik tersebut harus
tetap dipelihara dan dilaksanakan, seperti tidur dan bangun pada waktunya
secara teratur, makan, mandi, bermain, berbicara sopan, belajar secara teratur,
sehingga anak akan terbiasa dengan hal-hal yang baik.
Anak dapat menaati
peraturan-peraturan dengan jalan membiasakan perbuatan-perbuatan baik, di rumah
dalam lingkungan keluarga, di lingkungan sekolah, dan di lingkungan keluarga.
Pembiasaan yang baik penting
bagi pembentukan watak anak, dan akan berpengaruh bagi perkembangan anak
selanjutnya. Menanamkan kebiasaan pada diri anak memang tidak mudah, dan
memerlukan waktu lama, dan menuntut kesabaran pendidik.
Beberapa kriteria yang harus
diperhatikan pendidik dalam menerapkan pembiasaan, seperti berikut:
a. Mulai
pembiasaan sebelum terlambat, sebelum anak didik memiliki kebiasaan lain yang
berbeda/berlawanan dengan hal-hal yang akan
dibiasakan.
b. Pembiasaan
hendaknya dilakukan secara terus menerus, dilakukan secara teratur berencana
sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang otomatis, untuk itu diperlukan
pengawasan.
c. Pendidik
hendaknya konsekuen, bersikap tegas dan teguh dalam pendirian yang telah
diambilnya. Jangan memberi kesempatan kepada anak untuk mengingkari kebiasaan
yang telah dilakukannya.
d. Pembiasaan
yang pada awalnya mekanistik, harus menjadi kebiasaan yang disertai dengan
kesadaran dan kata hati anak itu sendiri.
2. Pengawasan
Di muka telah dijelaskan bahwa pendidik (orang
tua, guru, dan yang lainnya) harus memperhatikan akibat pengaruh dari alat
pendidikan yang telah diberikan kepada anak didiknya, sejauh mana akibat dari
alat pendidikan itu memberikan dampak terhadap perkembangan kepribadian anak
didik. Jadi dalam hal ini diperlukan suatu pengawasan terhadap hasil dari
penggunaan alat pendidikan tersebut. Aturan-aturan yang berlaku di rumah atau
di sekolah, misalnya larangan dan kewajiban anak didik akan berjalan dengan
baik apabila disertai pengawasan secara terus menerus. Dengan terus menerus
berarti bahwa pendidik (orang tua di rumah atau guru di sekolah) hendaklah
konsekuen, dalam arti apa yang telah dilarang hendaknya selalu di jaga jangan
sampai dilanggar, dan apa yang telah diperintahkan jangan sampai diingkari.
. Tanpa pengawasan dari pendidik
terhadap dampak penggunaan alat pendidikan berarti pendidik membiarkan anak
didik berbuat semaunya. Anak didik terutama pada usia kelompok bermain misalnya
belum dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, belum memahami mana
yang seharusnya dihindari dan mana yang boleh dilakukan, anak belum mengerti
mana yang membahayakan dan mana yang tidak membahayakan bagi dirinya. Pendidik
jangan membiarkan anak tumbuh menurut alamnya tanpa perhatian dan pengawasan
pendidik.
Dengan membiarkan anak, kemungkinan anak akan
bertindak semaunya, tidak patuh pada pendidik, terhadap orang lain
disekitarnya, yang lebih bahaya lagi anak tidak mengetahui arah tujuan hidup.
Pengawasan harus sesuai
dengan taraf usia anak, anak yang masih kecil tentu membutuhkan pengawasan,
makin besar anak pengawasan berkurang, yang pada akhirnya kalau anak sudah
dewasa maka ia akan mengawasi dirinya sendiri.
3. Perintah
Perintah dapat merupakan
suatu isyarat atau petunjuk yang diberikan seorang pendidik untuk melakukan
sesuatu, atau untuk menaati suatu peraturan tertentu yang berlaku dalam
lingkungannya. Misalnya dalam keluarga ada aturan-aturan tertentu yang
diberlakukan oleh orang tua bagi anak-anaknya. Dalam hal ini orang tua ayah dan
ibu memerintahkan kepada anaknya untuk menaati aturan-aturan tersebut. Di
sekolah guru dapat memerintah untuk menaati peraturan-peraturan sekolah pada
umumnya dan peraturan kelas pada khususnya. Misalnya perintah untuk
melaksanakan piket kelas dengan penuh kedisiplinan.
Suatu perintah akan ditaati
anak, apabila pendidik (orang tua di rumah, guru di sekolah) itu sendiri
tindakannya tidak bertentangan dengan apa yang diperintahkannya. Jadi pendidik
harus terlebih dahulu menerapkan aturan-aturan moral itu pada dirinya, pendidik
harus sudah berperilaku sesuai dengan aturan-aturan yang diperintahkan kepada
aak didiknya. Seorang guru yang suka terlambat datang masuk kelas mungkin tidak
akan dihiraukan oleh muridnya apabila guru tersebut memerintahkan murid-muridnya
untuk tidak terlambat datang ke sekolah, bahkan sebaliknya para muridnya akan
mengikuti jejak gurunya datang terlambat masuk kelas, dengan berbagai alasan.
Dalam memberikan perintah ini
ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan (Ngalim Purwanto, 2004), yaitu:
a. Perintah
hendaknya jelas dan singkat, jangan terlalu banyak komentaar, sehingga mudah
dimengerti oleh anak.
b. Perintah
hendaknya sesuai dengan tingkat usia anak, dan kesanggupannya.
c. Kadang
kita perlu mengubah perintah menjadi suatu perintah yang lebih bersifat
permintaan, sehingga tidak terlalu keras kedengarannya.
d. Jangan
terlalu sering dan berlebihan dalam memberi perintah, karena kemungkinan anak
akan bosan dan akhirnya tidak patuh.
e. Pendidik
hendaknya konsekuen terhadap apa yang telah diperintahkannya.
f. Suatu
perintah yang sifatnya mengajak di mana si pendidik turut berpartisipasi, pada
umumnya akan lebih ditaati oleh anak.
4. Larangan
Larangan adalah suatu upaya
untuk melarang anak tidak boleh melakukan sesuatu. Perintah berkaitan dengan
sesuatu yang harus dilakukan oleh anak, karena kalau tidak dilakukan akan
berakibat tidak baik bagi anak, dan tujuan pendidikan tidakn akan tercapai.
Larangan
berlawanan dengan perintah berkaitan dengan
sesuatu yang tidak boleh dilakukan oleh anak, karena bila dilakukan akan
berakibat tidak baik bagi anak dan akan menghambat tercapainya tujuan
pendidikan.
Beberapa syarat yang harus
diperhatikan dalam melaksanakan larangan adalah sebagai berikut:
a. Larangan
harus diberikan dengan singkat, jelas, dimengerti isi, dan maksud larangan
tersebut.
b. Jangan
terlalu sering menggunakan larangan.
c. Bagi
anak yang masih kecil, lrangan dapat dialihkan kepada sesuatu yang lain, yang
menarik perhatian dan minat anak.
5. Hukuman
Menghukum menurut Langeveld
(1980), adalah suatu perbuatan yang dengan sadar, sengaja menyebabkan penderitaan
bagi seseorang biasanya yang lebih lemah, dan dipercayakan kepada pendidik
untuk dibimbing dan dilindungi, dan hukuman tersebut diberikan dengan maksud
anak benar-benar merasakan penderitaan tersebut. Hukuman diberikan karena anak
berbuat kesalahan, anak melanggar suatu aturan yang berlaku, sehingga dengan
diberikannya hukuman, anak tidak akan mengulangi kesalahan tersebut, dan
hukuman diberikan sebagai sebagai suatu pembinaan bagi anak untuk menjadi pribadi
susila.
Hukuman memang akan
menimbulkan penderitaan bagi anak didik, karena itu hukuman harus didasari oleh
motif positif, yaitu untuk memperbaiki pribadi anak. Apabila tidak dilandasi
oleh motif positif untuk memperbaiki pribadi anak, hukuman akan mengakibatkan
kerugian pedagogis yang besar. Pendidik memberikan hukuman dengan disadari
bahwa anak dapat dididik. Karena itu agar hukuman dapat dipertanggungjawabkan,
maka penderitaan itu bukan hanya “tidak dapat dielakkan” namun juga harus
mengandung sifat positif.
Dalam mendidik, hukuman
merupakan sesuatu yang wajar, apabila penderitaan yang menyertainya memberikan
sumbangan positif bagi perkembangan moral anak, keinsafan terhadap moralitas
dan kerelaannya untuk berbuat sesuai dengan moralitas tersebut, seperti
dikemukakan di atas menjadi pribadi susila.
Hukuman akan berhasil apabila
dalam diri anak timbul penyesalan terhadap kesalahan yang telah dilakukannya
dan ia tidak akan mengulangi perbuatan tersebut. Hukuman tidak boleh diberikan
karena balas dendam kepada anak, misalnya anak tidak memperhatikan pelajaran
dalam kelas, guru menghukumnya karena merasa dilecehkan oleh anak didiknya.
Menurut Ahmadi dan Uhbiyati
(2001), tindakan yang pantas dan wajar adalah kurangi menghukum, beri contoh
yang baik serta anjuran untuk berbuat baik dalam membentuk kemauan anak didik,
sehingga tujuan anak tercapai karena hukuman bukan satu-satunya alat
pendidikan. Hukuman yang menimbulkan penderitaan bagi anak dikatakan wajar
apabila sama sekali tidak ada jalan lain, artinya dengan menggunakan alat
pendidikan yang lain tujuan akan tercapai.
Dalam melaksanakan hukuman
ada beberapa teori yang mendasarinya yaitu sebagai berikut:
a. Teori
Pembalasan (Balas Dendam)
Hukuman diberikan sebagai balas dendam terhadap
anak, misalnya karena anak telah mengecewakan si pendidik, misalnya guru merasa
dilecehkan martabatnya.
b. Teori
Ganti Rugi
Teori diberikan kepada anak karena ada kerugian
yang ditimbulkan oleh perbuatannya, misalnya anak bermain-main di dalam kelas
sehingga vas bunga yang berada di meja guru jatuh dan pecah. Guru memberikan
hukuman kepada anak (anak-anak) yang bermain sehingga vas bunga pecah, dengan
mengharuskan mengganti vas bunga tersebut dengan menyerahkan uang seharga vas
bunga tersebut.
c. Teori
Perbaikan
Hukuman diberikan agar anak dapat memperbaiki
dan tidak mengulangi kesalahannya. Alat pendidikan yang dapat dipergunakan
misalnya, dengan memberi teguran, menasihati, memberikan pengertian, sehingga
anak sadar akan kesalahannya daan tidak akan mengulanginya.
d. Teori
Menakut-nakuti
Teori
ini diberikan agar nak didik merasa takut untuk mengulangi perbuatannya,
kesalahannya, sehingga ia tidak akan melakukan perbuatan tersebut dan akan
meninggalkannya. Cara menakut-nakuti
biasanya dengan ancaman, dan ancaman ini oleh
anak mungkin dapat dianggap sebagai hukuman karena bisa menimbulkan
penderitaan.
e. Teori
Menjerakan
Teori ini dilaksanakan dengan tujuan agar anak
setelah menjalani hukuman merasa jera terhadap hukuman yang ditimpakan
kepadanya, sehingga ia tidak akan melakukan kembali perbuatannya, atau
mengulangi kesalahan yang sama yang telah dilakukannya.
Demikian berbagai teori hukuman yang mungkin
dapat dijadikan pertimbangan bagi para pendidik dalam mendidik anak didiknya.
Teori balas dendam seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang pendidik, karena
lebih mementingkan harga diri pendidik dan menunjukkan ketidakmatangan emosi
pendidik. Teori perbaikan mungkin yang lebih baik, karena dilakukan melalui
tahapan-tahapan seperti peringatan, teguran, nasihat, dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
dua orang atau lebih bersama-sama mengadakan hubungan antara sesamanya
akan membentuk situasi yang disebut pergaulan. Kalau yang berhubungan tersebut
antara orang dewasa dengan anak yang belum dewasa, bisa terjadi dua situasi.
Pertama bisa terjadi pergaulan biasa, selanjutnya disebut situasi pergaulan.
Kedua, situasi lain yang timbul bisa terjadi situasi pendidikan.
Situasi
pendidikan merupakan situasi pergaulan yang istimewa, yaitu pergaulan antara
pendidik dan anak didik. Dalam pergaulan tersebut dilakukan tindakan tertentu
dengan sengaja dan sadar serta memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai.
Tindakan tertentu itulah yang disebut dengan alat pendidikan. Jadi dapat
dijelaskan bahwa alat pendidikan adalah suatu tindakan yang dilakukan dngan
sengaja oleh pendidik terhadap anak didik dengan maksud untuk mencapai tujuan
yang diharapkan oleh pendidik terhadap anak didik dengan maksud untuk mencapai
tujuan yang diharapkan oleh pendidik yang menggunakan alat pendidikan tersebut.
Dalam
alat pendidikan terbagi ada beberapa jenis alat pendidikan, seperti:
pembiasaan, pengawasan, perintah, dan larangan, hukuman. Dalam melaksanakan
hukuman ada beberapa teori yang mendasarinya yaitu: teori pembalasan, teori
ganti rugi, teori perbaikan, teori menakut-nakuti, dan teori menjerakan.
B.
Saran
Dalam
situasi pergaulan sebaiknya orang
dewasa/pendidik harus selalu melindungi anak dari semua bahaya, baik
yang datang dari dalam maupun dari luar, baik yang akan merusak fisiknya maupun
jiwanya. Anak juga harus diberi kesempatan untuk mengembangkan dirinya sendiri.
Jadi, agar tujuan pendidikan bisa tercapai, pendidik harus benar-benar mendidik
anak didiknya dengan sungguh-sungguh baik dalam pemberian materi ataupun
pengajaran yang diberikan.
Pendidik
juga harus bisa memberi contoh yang baik dan positif terhadap anak didik karena
anak didik akan mencontohkan/meniru apa yang diberikan atau dilakukan oleh
orang dewasa/pendidik. Pendidik juga harus mengetahui masing-masing karakter
dari anak didiknya agar pendidik dapat mengetahui cara mendidik anak tersebut,
agar anak itu dapat menerima apa yang diberikan oleh pendidik.
Pemahaman
terhadap alat pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi seorang pendidik,
sebab dalam proses pendidikan masalah-masalah yang dihadapi sangat beragam dari
mulai masalah sikap dan perilaku peserta didik sampai permasalahn penyampaian
materi atau bahan pendidikan. Untuk itu hendaknya pendidik lebih cakap dalam
memilih alat pendidikan yang merupakan penentuan berhasil atau tidaknya seorang
pendidik menjalankan peran dan fungsinya.
DAFTAR PUSTAKA
Muharam,
A. (2005). Pengantar Pendidikan. Bandung:
UPI.
Sadulloh,
U., dkk. (2007). Pedagogik. Bumi
Siliwangi: Cipta Utama.
Sadulloh,
U., dkk. (2011). Pedagogik
(Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta.
Tirtarahardja,
U; dan Suloh. (2010). Pengantar
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Wahyudin, D., dkk. (2008). Pengantar
Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka.
LAMPIRAN
1.
Pertanyaan (Ginggin Ruchiyaji kelompok 5)
Dari
situasi yang telah dijelaskan di dalamnya ada tujuan-tujuan seperti tujuan
umum, insidental, dan tujuan intermedier. Jelaskan tujuan-tujuan tersebut!
Jawab:
Tujuan
pendidikan merupakan suatu hal yang ingin di capai oleh kegiatan pendidikan.
Tujuan pendidikan terbagi beberapa jenis, diantaranya tujuan umum, insidental,
dan intermedier.
Tujuan
umum adalah tujuan akhir pendidikan yaitu untuk mendewasakan manusia dan
memanusiakan manusia. Tujuan insidental adalah tujuan yang sifatnya
mendadak/spontan atau perangkat pada saat tertentu saja. Sedangkan tujuan intermedier
sifatnya berkelanjutan ke tingkat yang lebih tinggi.
2.
Pertanyaan (Akhmad Firman Tajudin
kelompok 6)
Jelaskan
apa peranan sistem pergaulan dalam situasi pendidikan!
Jawab:
Situasi
pendidikan berlangsung dalam situasi pergaulan. Jadi, situasi pergaulan
berperan sebagai ladang yang subur bagi terjadinya situasi pendidikan. Situasi
pendidikan merupakan situasi pergaulan yang diciptakan dengan sengaja karena
ada suatu tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
Menambahkan (Aulia Ulva kelompok 3)
Situasi pendidikan itu berlangsung dalam situasi
pergaulan. Jadi dalam berlangsungnya situasi pergaulan pasti terdapat situasi
pendidikan di dalamnya.
Menambahkan (Ginggin Ruchiyaji kelompok 5)
Pergaulan juga bisa dijadikan pendidikan tapi tidak
mempunyai tujuan dan di dalam pergaulan itu kita bisa mengambil manfaat manfaat
yang baik atau positif nya yang di jadikan sebagai pendidikan tapi kalau yang
pergaulan yang tidak baik atau negatif tidak bisa dijadikan pendidikan.
Menambahkan (Putri Lestari kelompok 10)
Situasi pergaulan merupakan ladang subur bagi terjadinya
situasi pendidikan
3.
Pertanyaan (Dewi Pujiarti kelompok 7)
Jelaskan
perbedaan antara alat pendidikan dan faktor pendidikan!
Jawab:
Alat
pendidikan merupakan suatu tindakan/perbuatan atau situasi yang dengan sengaja
diadakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan.
Sedangkan
apabila perbuatan dalam situasi tersebut tidak sengaja untuk mencapai tujuan
pendidikan, maka perbuatan tersebut disebut faktor pendidikan.
Sebagai
contoh: misalnya ibu menyuruh anaknya mencuci piring dengan tujuan anak
tersebut memiliki tanggung jawab dan disiplin kerja, maka perbuatan ibu
tersebut adalah alat pendidikan. Di lain pihak, seorang ibu menyuruh anaknya
mencuci piring dengan tujuan hanya sekedar untuk membantu meringankan beban
pekerjaan ibunya, maka perbuatan tersebut adalah faktor pendidikan.
4.
Pertanyaan (Yuliana Ayuningsih kelompok
9)
Misalkan
di dalam kelas ada anak didik yang merasa paling pintar, dia selalu diam,
menyendiri dan tidak suka bergabung dengan teman-temannya. Apa yang sebaiknya
dilakukan guru untuk menyikapi hal tersebut, jelaskan!
Jawab:
Sebaiknya
yang harus dilakukan oleh guru pertama kali adalah menanyakan pada anak
tersebut, mengapa dia selalu diam saja dan tidak suka bergabung dengan
teman-temannya?
Apabila
anak tersebut menjawab kalau dia sering diusuli/diganggu oleh teman-temannya
atau sering dicontek ketika sedang mengerjakan soal, maka guru harus memberi
pengertian pada anak tersebut sedemikian rupa sampai anak itu dapat
memakluminya atau tidak dimasukkan ke dalam hati dan gurupun harus menegur
teman-temannya untuk tidak mengganggu atau mencontek lagi kepada anak tersebut.
Dan mengajak mereka untuk bekerja kelompok dalam mengerjakan tugas, agar mereka
dapat berinteraksi dengan baik.
Menambahkan (Ayu Damalia.P kelompok 1)
Sebaiknya guru menanyakan kepada orang tuanya, kemudian
menyarankan kepada orang tuanya, agar anaknya tidak berdiam dan menyendiri
lagi, dan memberi nasihat dari hati kehati dengan anak didiknya.
Menambahkan (Asri Dwi Sari kelompok 2)
Karena manusia berubah karena lingkungan dan waktu, dalam
perkembangan nya anak didik tersebut akan mengalami perubahan, karena tidak
mungkin selalu mengikuti sifat dan karakternya ada saatnya dia akan berubah
sifat mendasar nya sudah terbawa sejak lahir.
Kang izin copy makalah untuk bahan tugas ya terima kasih
ReplyDelete