MAKALAH
“BEBERAPA HAL POKOK DALAM PROSES PEMBELAJARAN”
(Ditujukan Guna Memenuhi Salah Satu
Tugas Mata Kuliah
Perencanaan Pembelajaran)
Dosen Pengampu : Diana Setiana , M.Pd
Disusun Oleh:
Kelompok 1
Kelas SD13.A-2
Semester 3
Ika
Nurprihandini 130641056
Reni
Triana 130641069
Wahyu Rosidin 130641073
Warlinah 130641055
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
CIREBON
2014
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah dan
rahmat-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan
judul “Beberapa hal pokok dalam proses pembelajaran”.
Adapun tujun dari penyusunan dalam tugas makalah ini yaitu untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah “Perencanaan
Pembelajaran”.
Dalam
penyusunan makalah ini penyusun menyadari bahwa, makalah ini tidak akan selesai
dengan lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan dan bimbingan dari
dosen pengampu mata kuliah “Perencanaan
Pembelajaran” Ibu
“Diana Setiana, M.Pd”.
penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan yang perlu
diperbaiki maka penyusun meminta kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Semoga
makalah ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan bagi kita semua didalam dunia
pendidikan. Dan semoga mampu menjadi pendidik yang patut di tauladani oleh anak
didik.
Cirebon Oktober 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................................. i
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii
BAB I
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar
Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan
Masalah ............................................................................................ 2
C. Tujuan
Penulisan .............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 3
A. Pengertian Interaksi Belajar-mengajar ............................................................. 3
B. Komponen-komponen yang berkaitan dengan proses
pembelajaran ............... 5
C. Pola komunikasi dalam interaksi belajar-mengajar .......................................... 12
D. Fungsi guru dalam proses pembelajaran .......................................................... 14
E. Siswa sebagai faktor utama dalam pembelajaran ............................................. 18
F. Pemilihan metode pembelajaran ...................................................................... 21
G. Prinsip-prinsip mengajar ................................................................................... 37
BAB III PENUTUP .................................................................................................. 40
A. Kesimpulan
...................................................................................................... 40
B. Saran
................................................................................................................ 40
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 41
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan pada dasarnya merupakan
interaksi antara pendidik dengan peserta didik, untuk mencapai tujuan
pendidikan, yang berlangsung dalam lingkungan tertentu. Lingkungan ini diatur
serta diawasi agar kegiatan belajar terarah sesuai dengan tujuan pendidikan.
Pendidikan berfungsi membantu peserta didik dalam pengembangan dirinya, yaitu
pengembangan semua potensi, kecakapan, serta karakteristik pribadinya ke arah
yang positif, baik bagi dirinya maupun lingkungannya.
Dalam proses pembelajaran antara
pendidik dan peserta didik harus ada interaksi. Sebagai guru sudah
menyadari apa yang sebaiknya dilakukan untuk menciptakan lingkungan belajar
yang serasi bagi peserta didik yang dapat menghantarkan peserta didik ke
tujuan. Di sini tentu saja tugas guru sebagai pendidik berusaha menciptakan
suasana belajar yang menggairahkan dan menyenangkan bagi peserta didik. Guru
sebagai pendidik tidak mendominasi kegiatan, tetapi membantu menciptakan
kondisi yang kondusif serta memberikan motivasi dan bimbingan agar siswa dapat
mengembangkan potensi dan kreativitasnya, melalui interaksi belajar mengajar.
Oleh karena itu untuk meningkatkan
keaktifan proses pembelajaran ini, guru harus memahami apa yang ada di dalam
interaksi belajar mengajar, baik dari tujuan, faktor, unsur dan pola interaksi
belajar mengajar. Dengan demikian, diharapkan hasil belajar lebih baik lagi
sehingga terjadi keseimbangan keaktifan baik dipihak guru maupun dipihak siswa.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian interaksi belajar-mengajar?
2. Apa
saja komponen-komponen yang berkaitan dengan proses pembelajaran?
3. Bagaimana
pola komunikasi dalam interaksi belajar mengajar?
4. Bagaimana
fungsi dalam guru proses pembelajaran?
5. Kenapa
siswa menjadi faktor utama dalam pembelajaran?
6. Bagaimana
pemilihan metode pembelajaran yang baik?
7. Bagaimana
prinsip-prinsip mengajar?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui pengertian interaksi belajar-mengajar.
2. Untuk
mengetahui apa saja komponen-komponen yang berkaitan dengan proses
pembelajaran.
3. Untuk
mengetahui pola komunikasi dalam interaksi belajar mengajar.
4. Untuk
mengetahui fungsi dalam guru pembelajaran.
5. Untuk
mengetahui Kenapa siswa menjadi faktor utama dalam pembelajaran.
6. Untuk
mengetahui pemilihan metode pembelajaran yang baik.
7. Untuk
mengetahui prinsip-prinsip mengajar.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Interaksi Belajar-mengajar
Interaksi
terdiri dari kata inter (antar), dan aksi (kegiatan).
Jadi interaksi adalah kegiatan timbal balik.
Dari segi terminologi “interaksi” mempunyai arti hal saling melakukan aksi;
berhubungan; mempengaruhi; antar hubungan. Interaksi akan selalu berkait dengan
istilah komunikasi atau hubungan. Sedang “komunikasi” berpangkal pada perkataan
“communicare” yang berpartisipasi, memberitahukan, menjadi milik
bersama.
Sardiman
AM. mengatakan bahwa dalam proses komunikasi, dikenal adanya unsur komunikan
dan komunikator. Hubungan komunikan dan komunikator biasanya menginteraksikan
sesuatu, yang dikenal dengan istilah pesan (message). Untuk menyampaikan
pesan diperlukan saluran atau media. Jadi, di dalam komunikasi terdapat empat
unsur yaitu: komunikan, komunikator, pesan, dan saluran atau media.
Jika dikaitkan dengan proses belajar mengajar,
maka interaksi adalah suatu hal saling melakukan aksi dalam proses belajar
mengajar yang di dalamnya terdapat suatu hubungan antara siswa dan guru untuk
mencapai suatu tujuan. Tujuan tersebut adalah suatu hal yang telah disadari dan
disepakati sebagai milik bersama dan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai
tujuan tersebut.
Belajar
dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan dalam kegiatan
pengajaran. Belajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh individu (siswa),
sedangkan mengajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh guru sebagai pemimpin
belajar. Kedua kegiatan tersebut menjadi terpadu dalam satu kegiatan manakala
terjadi hubungan timbal balik (interaksi) antara guru dengan siswa pada saat
pengajaran berlangsung.
Dalam
pendidikan, interaksi bersifat edukatif dengan maksud bahwa interaksi itu
berlangsung dalam rangka untuk mencapai tujuan pribadi anak mengembangkan
potensi pendidikan. Jadi, interaksi dalam hal ini bertujuan membantu pribadi
anak mengembangkan potensi sepenuhnya, sesuai dengan cita-citanya serta
hidupnya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, masyarakat dan negara. Dalam
interaksi itu harus ada perubahan tingkah laku dari siswa sebagai hasil
belajar. Di mana siswa yang menentukan berhasil tidaknya kegiatan belajar
mengajar dan guru hanya berperan sebagai pembimbing.
Jadi, interaksi belajar mengajar adalah
kegiatan timbal balik antara guru dengan anak didik, atau dengan kata lain
bahwa interaksi belajar mengajar adalah suatu kegiatan sosial, karena antara
anak didik dengan temannya, antara si anak didik dengan gurunya ada suatu
komunikasi sosial atau pergaulan.
Sedangkan
menurut Soetomo, bahwa interaksi belajar mengajar ialah hubungan timbal balik
antara guru (pengajar) dan anak (murid) yang harus menunjukkan adanya hubungan
yang bersifat edukatif (mendidik). Di mana interaksi itu harus diarahkan pada
suatu tujuan tertentu yang bersifat mendidik, yaitu adanya perubahan tingkah
laku anak didik ke arah kedewasaan.
Dari
keterangan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa interaksi belajar mengajar
yang dimaksud di sini adalah hubungan timbal balik antara guru dan anak didik
guna mencapai suatu tujuan tertentu.
Ciri-ciri interaksi belajar mengajar
menurut Edi Suardi dalam bukunya Pedagogik (1980) :
1.
Interaksi belajar
mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membantu anak dalam suatu perkembangan
tertentu. Inilah yang dimaksud interaksi belajar mengajar itu sadar tujuan,
dengan menempatkan siswa sebagai pusat perhatian. Siswa mempunyai tujuan,
unsur lainnya sebagai pengantar dan pendukung.
2.
Ada suatu prosedur
(jalannya interaksi) yang direncana, didesain untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Prosedur ini harus selaras dengan tujuan yang ingin dicapai.
3.
Interaksi belajar
mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus. Artinya butuh
persiapan yang matang tentang materi yang akan diajarkan dan materi ini harus
sesuai dengan tujuan pembelajaran.
4.
Ditandai dengan adanya
aktivitas siswa. Syarat mutlak terjadinya interaksi belajar mengajar adalah
keaktifan siswa baik secara fisik maupun secara mental. Inilah yang sesuai
dengan konsep PAKEM (Pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan Menyenangkan).
5.
Dalam interaksi belajar
mengajar, guru berperan sebagai pembimbing. Tugas guru adalah memotivasi siswa,
memberikan nilai hidup agar siswa bersemangat dan mau belajar serta guru
merupakan contoh bagi murid sehingga perilaku guru merupakan perilaku yang akan
ditiru oleh siswa.
6.
Dalam interaksi belajar
mengajar dibutuhkan disiplin. Disiplin disini merupakan suatu aturan yang ada
dan disepakati bersama oleh sejumlah komponen. Disiplin disini merupakan suatu
tingkah laku yang baik dan mesti ditaati karena disiplin erat kaitannya dengan
suatu aturan yang telah disepakati.
7.
Ada batas waktu. Untuk
mencapai suatu tujuan dalam pembelajaran maka batas waktu menjadi salah satu
ciri yang tidak bisa ditinggalkan.
8.
Adanya penilaian.
Tercapai tidaknya suatu tujuan dapat diketahui dari adanya kegiatan penilaian.
B.
Komponen-komponen yang Berkaitan dengan Proses Pembelajaran
Di
dalam pembelajaran, terdapat komponen-komponen yang berkaitan dengan proses
pembelajaran, yaitu:
1. Kurikulum
Secara etimologis, kurikulum (
curriculum ) berasal dari bahasa Yunani, curir yang artinya “pelari” dan curere yang berarti “tempat
berpacu”. yaitu suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start
sampai garis finish.
Secara terminologis, istilah
kurikulum mengandung arti sejumlah pengetahuan atau mata pelajaran yang harus
ditempuh atau diselesaikan siswa guna mencapai suatu tingkatan atau ijazah.
Pengertian kurikulum secara luas tidak hanya berupa mata pelajaran atau bidang
studi dan kegiatan-kegiatan belajar siswa saja, tetapi juga segala sesuatu yang
berpengaruh terhadap pembentukan pribadi siswa sesuai dengan tujuan pendidikan
yang diharapkan. Misalnya fasilitas kampus, lingkungan yang aman, suasana
keakraban dalam proses belajar mengajar, media dan sumber-sumber belajar yang
memadai.
Kurikulum sebagai rancangan
pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan
pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan
dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak
bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan yang kokoh dan kuat.
2. Guru
Kata
Guru berasal dari bahasa Sansekerta “guru”
yang juga berarti guru, tetapi arti harfiahnya adalah “berat”
yaitu seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Di
dalam masyarakat, dari yang paling terbelakang sampai yang paling maju, guru
memegang peranan penting. Guru merupakan satu diantara pembentuk-pembentuk
utama calon warga masyarakat. Peranan guru tidak hanya terbatas sebagai
pengajar (penyampai ilmu pengetahuan), tetapi juga sebagai pembimbing,
pengembang, dan pengelola kegiatan pembelajaran yang dapat memfasilitasi
kegiatan belajar siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Siswa
Siswa
atau Murid biasanya digunakan untuk seseorang yang mengikuti suatu program
pendidikan di sekolah atau lembaga pendidikan lainnya, di bawah bimbingan
seorang atau beberapa guru. Dalam konteks keagamaan murid digunakan sebagai
sebutan bagi seseorang yang mengikuti bimbingan seorang tokoh bijaksana.
Meskipun demikian, siswa jangan selalu dianggap sebagai objek belajar yang
tidak tahu apa-apa. Ia memiliki latar belakang, minat, dan kebutuhan serta
kemampuan yang berbeda. Bagi siswa, sebagai dampak pengiring (nurturent effect)
berupa terapan pengetahuan dan atau kemampuan di bidang lain sebagai suatu
transfer belajar yang akan membantu perkembangan mereka mencapai keutuhan dan
kemandirian.
4. Metode
Metode
pembelajaran adalah cara yang dapat dilakukan untuk membantu proses
belajar-mengajar agar berjalan dengan baik, metode-metode tersebut antara lain
:
a. Metode Ceramah
Metode
ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan
pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti
secara pasif.
b. Metode Tanya Jawab
Metode
Tanya jawab adalah suatu metode dimana guru menggunakan atau memberi pertanyaan
kepada murid dan murid menjawab, atau sebaliknya murid bertanya pada guru dan
guru menjawab pertanyaan murid itu .
c. Metode Diskusi
Metode
diskusi dapat diartikan sebagai siasat “penyampaian” bahan ajar yang melibatkan
peserta didik untuk membicarakan dan menemukan alternatif pemecahan suatu topik
bahasan yang bersifat problematis.
d. Metode Demonstrasi
Metode
demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian,
aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun
melalui penggunaan media pembelajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau
materi yang sedang disajikan.
e. Metode Eksperimen
Metode
eksperimen adalah metode atau cara di mana guru dan murid bersama-sama
mengerjakan sesuatu latihan atau percobaan untuk mengetahui pengaruh atau
akibat dari sesuatu aksi.
5. Materi
Materi
juga merupakan salah satu faktor penentu keterlibatan siswa. Adapun
karakteristik dari materi yang bagus menurut Hutchinson dan
Waters
adalah:
a. Adanya teks yang menarik.
b. Adanya kegiatan atau aktivitas yang
menyenangkan serta meliputi kemampuan berpikir siswa.
c. Memberi kesempatan siswa untuk
menggunakan pengetahuan dan ketrampilan yang sudah mereka miliki.
d. Materi yang dikuasai baik oleh siswa
maupun guru.
Dalam kegiatan belajar, materi harus
didesain sedemikian rupa, sehingga cocok untuk mencapai tujuan dengan
memperhatikan komponen-komponen yang lain, terutama komponen anak didik yang
merupakan sentral. Pemilihan materi harus benar-benar dapat memberikan
kecakapan dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari.
6. Alat Pembelajaran (Media)
Kata
media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari “medium” yang secara
harfiah berarti perantara atau pengantar. Jadi media adalah perantara atau
pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Media pembelajaran adalah
perangkat lunak (soft ware) atau perangkat keras (hard ware) yang berfungsi
sebagai alat belajar atau alat bantu belajar.
7. Evaluasi
Istilah
evaluasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “Evaluation”. Menurut Wand dan
Brown, evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai
dari suatu hal. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa evaluasi adalah
kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya yang bersangkutan
dengan kapabilitas siswa, guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa
yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar.
a) Hubungan
Masing-Masing Komponen Pembelajaran
Dari
semua komponen pembelajaran, antara komponen yang satu dengan yang lain
memiliki hubungan saling keterkaitan. Guru sebagai ujung tombak pelaksanaan
pendidikan di lapangan, sangat menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan
pendidikan. Tidak hanya berfungsi sebagai pelaksana kurikulum, guru juga
sebagai pengembang kurikulum. Bagi guru, memahami kurikulum merupakan suatu hal
yang mutlak.
Setelah
guru mempelajari kurikulum yang berlaku, selanjutnya membuat suatu desain
pembelajaran dengan mempertimbangkan kemampuan awal siswa (entering behavior),
tujuan yang hendak dicapai, teori belajar dan pembelajaran, karakteristik bahan
yang akan diajarkan, metode dan media atau sumber belajar yang akan digunakan,
dan unsur-unsur lainnya sebagai penunjang.
Setelah
desain dibuat, kemudian KBM atau pembelajaran dilakukan. Dalam hal ini ada dua
kegiatan utama, yaitu guru bertindak mengajar dan siswa bertindak belajar.
Kedua kegiatan tersebut berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan yang telah
ditetapkan. Pada akhirnya implementasi pembelajaran itu akan menghasilkan suatu
hasil belajar. Hasil ini akan memberikan dampak bagi guru dan siswa.
Bagi
setiap guru, dituntut untuk memehami masing-masing metode secara baik. Dengan
pemilihan dan penggunaan metode yang tepat untuk setiap unit materi
pelajaran yang diberikan kepada siswa,maka akan meningkatkan proses interaksi
belajar-mengajar. Siswa juga akan memperoleh hasil belajar yang efektif dan
mendapatkan kesempatan belajar yang seluas-luasnya. Jika ada salah satu
komponen pembelajaran yang bermasalah, maka proses belajar-mengajar tidak dapat
berjalan baik .
b) Fungsi
Masing-Masing Komponen Pembelajaran
Meskipun
hubungan masing-masing komponen pembelajaran sangatlah berkaitan, tetapi setiap
komponen memiliki fungsi tersendiri, antara lain:
1. Fungsi Kurikulum
a. Alat untuk mencapai tujuan
pendidikan
b. Bagi kepala sekolah, kurikulum
merupakan barometer atau alat pengukur keberhasilan program pendidikan di
sekolah yang dipimpinnya.
c. Dapat dijadikan sebagai pedoman, patokan
atau ukuran dalam menetapkan bagian mana yang memerlukan penyempurnaan atau
perbaikan dalam usaha pelaksanaan kurikulum dan peningkatan mutu pendidikan.
2. Fungsi Guru
a. Sebagai pendidik (nurturer)
merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan
dorongan (supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta
tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi
patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat.
b. Sebagai model atau contoh bagi anak.
Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya.
Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh
masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa
dan negara. Karena nilai nilai dasar negara dan bangsa Indonesia adalah
Pancasila, maka tingkah laku pendidik harus selalu diresapi oleh nilai-nilai
Pancasila.
c. Sebagai pengajar dan pembimbing
dalam pengalaman belajar. Setiap guru harus memberikan pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah seperti persiapan
perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah laku
pribadi dan spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat.
d. Sebagai pelajar (leamer). Seorang
guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan supaya
pengetahuan dan keterampilan yang dirnilikinya tidak ketinggalan jaman.
Pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai tidak hanya terbatas pada
pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas profesional, tetapi juga
tugas kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan.
e. Sebagai administrator. Seorang guru
tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator
pada bidang pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu seorang guru dituntut
bekerja secara administrasi teratur. Segala pelaksanaan dalam kaitannya proses
belajar mengajar perlu diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang
dikerjakan seperti membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya
merupakan dokumen yang berharga bahwa ia telah melaksanakan tugasnya dengan
baik.
3. Fungsi Siswa
a. Sebagai objek, siswa yang menerima
pelajaran
b. Sebagai subjek, siswa ikut
menentukan hasil belajar
4. Fungsi Metode
a. Untuk mempermudah dan memperlancar
proses belajar-mengajar
b. Membantu guru dalam menjelaskan
berbagai macam materi kepada siswa.
c. Membuat siswa menjadi aktif, berani
dan mandiri
5. Fungsi Materi
a. Sebagai bahan yang digunakan dalam
proses pembelajaran
b. Menambah dan memperluas pengetahuan
siswa
c. Menjadi dasar pengetahuan kepada
siswa untuk pembelajaran lebih lanjut
d. Sebagai sarana untuk mengembangkan
keterampilan belajar
e. Membangun kemampuan untuk melakukan
asesmen-diri atas hasil pembelajaran yang dicapai.
6. Fungsi Media
a. Fungsi edukatif : dapat memberika
pengaruh baik yang mengandung nilai-nilai pendidikan, memperlancar interaksi
antara guru dengan siswa sehingga kegiatan pembelajaran lebih afektif dan
efisien
b. Fungsi sosial : hubungan antara
pribadi anak dapat terjalin baik
c. Fungsi ekonomis : Efisiensi dalam
waktu dan tenaga, dengan satu macam alat media, pendidikan sudah dapat
dinikmati oleh sejumlah anak didik dan bisa dipergunakan sepanjang waktu
d. Fungsi Seni : dengan adanya media
pendidikan, kita bisa mengenalkan bermacam-macam hasil budaya manusia.
7. Fungsi Evaluasi
a. Mengetahui kemajuan kemampuan
belajar siswa
b. Mengetahui penguasaan, kekuatan dan
kelemahan seorang siswa dalam mendalami pelajaran.
c. Mengetahui efisiensi metode belajar
yang digunakan
d. Memberi laporan kepada siswa dan
orangtua
e. Sebagai alat motivasi belajar-mengajar
f. Hasil evaluasi dapat digunakan untuk
keperluan penyaluran anak pada suatu pekerjaan.
C.
Pola Komunikasi dalam Interaksi Belajar Mengajar
Menurut Nana Sudjana, ada tiga pola
komunikasi dalam proses interaksi guru-siswa, yakni komunikasi sebagai aksi, interaksi
dan transaksi.
1.
Komunikasi sebagai aksi atau komunikasi satu arah
Yaitu guru sebagai pemberi aksi dan
siswa sebagai penerima aksi. Guru aktif, siswa pasif, mengajar dipandang
sebagai kegiatan menyampaikan bahan pelajaran.
2.
Komunikasi sebagai interaksi atau komunikasi dua arah
Yaitu guru bisa berperan sebagai
pemberi aksi atau penerima aksi. Sebaliknya siswa, bisa penerima aksi bisa pula
pemberi aksi. Dialog akan terjadi antara guru dengan siswa.
3.
Komunikasi sebagai transaksi atau komunikasi banyak arah
Yaitu komunikasi tidak hanya terjadi
antara guru dengan siswa, tetapi juga antara siswa dengan siswa. Siswa dituntut
aktif dari pada guru. Siswa, seperti halnya guru, dapat berfungsi sebagai
sumber belajar bagi siswa lain.
Situasi pengajaran atau proses
interaksi belajar mengajar bisa terjadi dalam berbagai pola komunikasi di atas,
akan tetapi komunikasi sebagai transaksi yang dianggap sesuai dengan konsep
cara belajar siswa aktif (CBSA) sebagaimana yang dikehendaki para ahli dalam
pendidikan modern.
D.
Fungsi
Guru Dalam Proses Pembelajaran
Menurut
gagne, setiap guru berfungsi sebagai designer of instruction (perancang
pengajaran), manager of instruction (pengelola pengajaran), evaluator of
student learning (penilai prestasi belajar siswa).
1. Guru
sebagai desaigner of instruction
Fungsi
guru sebagai desaigner of instruction (perancang pengajaran) menghedaki guru
untuk senantiasa mampu dan siap merancang kegiatan belajar mengajar yang
berhasil guna dan berdaya guna. Untuk merealisasikan fungsi tersebut, setiap
guru memerlukan pengetahuan yang memadai mengenai prinsip-prinsip belajar
sebagai dasar dalam menyusun rancangan kegiatan belajar mengajar. Rancangan
tersebut sekurang-kurangnya meliputi:
a. Memilih
dan menentukan bahan pembelajaran.
b. Merumuskan
tujuan penyajian bahan pembelajaran.
c. Memilih
metode penyajian bahan pembelajaran yang tepat.
d. Meyelenggarakan
kegiatan evaluasi prestasi belajar.
2. Guru
sebagai manager of instruction
(pengelola pengajaran),
Fungsi
guru ini menghendaki kemampuan guru dalam mengelola (menyelenggarakan dan
mengendalikan) seluruh tahapan proses belajar mengajar. Diantara kegiatan
pengelolaan proses belajar mengajar, yang terpenting ialah menciptakan kondisi
dan situasi sebaik-baiknya, sehingga para siswa belajar secara berdaya guna dan
berhasil guna. Selain itu, kondisi dan
situasi tersebut perlu diciptakan sedemikian rupa agar proses komunikasi, baik
dua arah maupun multiarah antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar,
dapat berjalan secara demokratis. Dengan demikian, baik guru sebagai pengajar
maupun siswa sebagai pelajar dapat memainkan peran masing-masing secara
integral dalam konteks komunikasi instruksional yang kondusif (yang membuahkan
hasil).
3. Guru
sebagai evaluator of student learning
Fungsi
ini menghendaki guru untuk senantiasa mengikuti perkembangan taraf kemajuan prestasi belajar atau kinerja
kademik siswa dalam setiap kurun waktu
pembelajaran.
Pada
dasarnya, kegiatan evaluasi prestasi belajar itu seperti kegiatan belajar itu
sendiri, yakni kegiatan akademik yang memerlukan kesinambungan. Evaluasi,
idealnya berlangsung sepanjang waktu dalam fase kegiatan belajar selanjutnya.
Artinya, apabila hasil evaluasi tertentu menunjukan kekurangan, siswa yang
bersangkutan diharapkan merasa terdorong untuk melakukan kegiatan pembelajaran
perbaikan (relearning).
Sebaliknya,
apabila evaluasi tertentu menunjukan hasil yang memuaskan, siswa diharapkan
termotivasi untuk meningkatkan volume kegiatan belajarnya agar materi pelajaran
lain yang lebih kompleks dapat pula dikuasai. Selanjutnya, informasi dan data
kemajuan akademik yang diperoleh guru dari kegiatan evaluasi (khususnya
evaluasi formal) dijadikan feed back (umpan balik) untuk melakukan
penindaklanjutan proses belajar mengajar. Hasil kegiatan evaluasi evaluasi
dijadikan pangkal tolak dan bahan pertimbangan dalam memperbaiki atau
meningkatkan penyelenggaraan proses belajar mengajar pada masa yang akan
datang. Dengan demikian, kegiatan belajar mengajar tidak akan statis, tetapi
harus meningkat hingga mencapai puncak kinerja akademik yang sangat didambakan
itu.
Menurut
syaiful bahri djamarah (2000: 43-48), fungsi guru meliputi sebagai berikut:
1. Inisiator,
yaitu pencetus ide-ide dalam proses belajar mengajar. Ide-ide tersebut
merupakan ide-ide kreatif yang dapat dicontoh oleh anak didiknya
2. Korektor,
yaitu bisa membedakan nilai yang baik dan nilai yang buruk
3. Inspirator,
yaitu memberikan ilham yang baik bagi kemajuan anak didik
4. Informatory,
yaitu sebagai pelaksana cara mengajar informative, laboratorium studi lapangan,
dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
5. Mediator
yaitu sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa
6. Demonstrator
yaitu dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran dapat dipahami oleh
anak didik. Apalagi anak didik yang mempunyai intelegensi yang sedang atau
rendah. Untuk bahan pelajaran yang sukar dipahami tersebut, guru harus berupaya
membantunya dengan cara memeragakan apa yang diajarkan.
7. Motivator,
yaitu sebagai pemberi dorongan kepada siswa dalam meningkatkan kualitas
belajarnya.
8. Pembimbing
yaitu membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan dan dicita-citakan.
9. Fasilitator,yaitu
memberikan fasilitas (kemudahan) dalam proses belajar mengajar sehingga
interaksi belajar mengajar berlangsung secara komunikatif, aktif, dan efektif.
10. Organisator,
yaitu mempunyai kemampuan mengorganisasi komponen-komponen yang berkaitan
dengan kegiatan belajar mengajar. Semua diorganisasikan sedemikin rupa sehingga
mencapai efektivitas dan efisiensi dalam belajar pada diri siswa.
11. Evaluator,
yaitu mempunyai otoritas untuk menilai presatasi belajar siswa, baik dalam
bidang akademik maupun non akademik, tingkah laku sosialnya, sehingga dapat
menentukan keberhasilan anak diiknya
12. Pengelola
kelas, yaitu mengelola kelas dengan baik karena kelas adalah tempat berhimpun
semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru.
13. Supervisor,
yaitu membantu, memperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap proses belajar
mengajar. Untuk itu, kelebihan yang dimiliki supervisor bukan hanya karena posisi atau kedududukan
yang ditempatinya, melainkan juga karena pengalamannya, pendidikannya,
kecakapannya, ataua keterampilan yang dimilikinya.
14. Guru
Sebagai Pendorong Kreatifitas
Kreativitas
merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran dan guru dituntut untuk
mendemonstrasikan dan menunjukkan proses kreatifitas tersebut. Kreatifitas
merupakan sesuatu yang bersifat universal dan merupakan cirri aspek dunia
kehidupan di sekitar kita. Kreativitas ditandai oleh adanya kegiatan
menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada dan tidak dilakukan oleh
seseorang atau adanya kecenderungan untuk menciptakan sesuatu.
Akibat dari fungsi ini, guru senantiasa
berusaha untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melayani peserta didik, sehingga
peserta didik akan menilaianya bahwa ia memang kreatif dan tidak melakukan
sesuatu secara rutin saja. Kreativitas menunjukkan bahwa apa yang akan
dikerjakan oleh guru sekarang lebih baik dari yang telah dikerjakan sebelumnya.
15. Guru
Sebagai Pembangkit Pandangan
Dunia
ini panggung sandiwara, yang penuh dengan berbagai kisah dan peristiwa, mulai
dari kisah nyata sampai yang direkayasa. Dalam hal ini, guru dituntut untuk
memberikan dan memelihara pandangan tentang keagungan kepada pesarta didiknya.
Mengembangkan fungsi ini guru harus terampil dalam berkomunikasi dengan peserta
didik di segala umur, sehingga setiap langkah dari proses pendidikan yang
dikelolanya dilaksanakan untuk menunjang fungsi ini.
16. Guru
Sebagai Pemindah Kemah
Hidup
ini selalu berubah dan guru adalah seorang pemindah kemah, yang suka
memindah-mindahkan dan membantu peserta didik dalam meninggalkan hal lama
menuju sesuatu yang baru yang bisa mereka alami. Guru berusaha keras untuk
mengetahui masalah peserta didik, kepercayaan dan kebiasaan yang menghalangi
kemajuan serta membantu menjauhi dan meninggalkannya untuk mendapatkan
cara-cara baru yang lebih sesuai. Guru harus memahami hal yang bermanfaat dan
tidak bermanfaat bagi peserta didiknya.
17. Guru
Sebagai Pembawa Cerita
Sudah
menjadi sifat manusia untuk mengenal diri dan menanyakan keberadaannya serta
bagaimana berhubungan dengan keberadaannya itu. Tidak mungkin bagi manusia
hanya muncul dalam lingkungannya dan berhubungan dengan lingkungan, tanpa
mengetahui asal usulnya. Semua itu diperoleh melalui cerita. Guru tidak takut
menjadi alat untuk menyampaikan cerita-cerita tentang kehidupan, karena ia tahu
sepenuhnya bahwa cerita itu sangat bermanfaat bagi manusia. Cerita adalah
cermin yang bagus dan merupakan tongkat pengukur.
Dengan
cerita manusia bisa mengamati bagaimana memecahkan masalah yang sama dengan
yang dihadapinya, menemukan gagasan dan kehidupan yang nampak diperlukan oleh
manusia lain, yang bisa disesuaikan dengan kehidupan mereka. Guru berusaha
mencari cerita untuk membangkitkan gagasan kehidupan di masa mendatang.
18. Guru
Sebagai Aktor
Sebagai
seorang aktor, guru melakukan penelitian tidak terbatas pada materi yang harus
ditransferkan, melainkan juga tentang kepribadian manusia sehingga mampu
memahami respon-respon pendengarnya, dan merencanakan kembali pekerjaannya
sehingga dapat dikontrol. Sebagai aktor, guru berangkat dengan jiwa pengabdian
dan inspirasi yang dalam yang akan mengarahkan kegiatannya. Tahun demi tahun
sang actor berusaha mengurangi respon bosan dan berusaha meningkatkan minat
para pendengar.
19. Guru
Sebagai Emansipator
Dengan
kecerdikannya, guru mampu memahami potensi peserta didik, menghormati setiap
insane dan menyadari bahwa kebanyakan insan merupakan “budak” stagnasi
kebudayaan. Guru mengetahui bahwa pengalaman, pengakuan dan dorongan seringkali
membebaskan peserta didik dari “self image” yang tidak menyenangkan, kebodohan
dan dari perasaan tertolak dan rendah diri. Guru telah melaksanakan peran
sebagai emansipator ketika peserta didik yang dicampakkan secara moril dan
mengalami berbagai kesulitan dibangkitkan kembali menjadi pribadi yang percaya
diri.
20. Guru
Sebagai Pengawet
Salah
satu tugas guru adalah mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi
berikutnya, karena hasil karya manusia terdahulu masih banyak yang bermakna
bagi kehidupan manusia sekarang maupun di masa depan. Sarana pengawet terhadap
apa yang telah dicapai manusia terdahulu adalah kurikulum. Guru juga harus
mempunyai sikap positif terhadap apa yang akan diawetkan.
21. Guru
Sebagai Kulminator
Guru
adalah orang yang mengarahkan proses belajar secara bertahap dari awal hingga
akhir (kulminasi). Dengan rancangannya peserta didik akan melewati tahap
kulminasi, suatu tahap yang memungkinkan setiap peserta didik bisa mengetahui
kemajuan belajarnya. Di sini peran kulminator terpadu dengan peran sebagai
evaluator. Guru sejatinya adalah seorang pribadi yang harus serba bisa dan
serba tahu. Serta mampu mentransferkan kebisaan dan pengetahuan pada muridnya
dengan cara yang sesuai dengan perkembangan dan potensi anak didik.
Begitu banyak peran yang harus diemban
oleh seorang guru. Peran yang begitu berat dipikul di pundak guru hendaknya
tidak menjadikan calon guru mundur dari tugas mulia tersebut. Peran-peran
tersebut harus menjadi tantangan dan motivasi bagi calon guru. Dia harus
menyadari bahwa di masyarakat harus ada yang menjalani peran guru. Bila tidak,
maka suatu masyarakat tidak akan terbangun dengan utuh. Penuh ketimpangan dan
akhirnya masyarakat tersebut bergerak menuju kehancuran.
E.
Siswa
sebagai faktor utama dalam pembelajaran
Sebagai obyek utama dalam pendidikan
terutama dalam proses belajar
mengajar, siswa memegang peran yang sangat dominan. Dalam proses belajar mengajar, siswa dapat menentukan keberhasilan belajar melaluipenggunaan intelegensia, daya motorik, pengalaman, kemauan dan komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada paksaan. Hal ini bisa terjadi apabila siswa juga dilibatkan dalam proses inovasi pendidikan, walaupun hanya dengan mengenalkan kepada mereka tujuan dari pada perubahan itu mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan, sehingga apa yang mereka lakukan merupakan tanggung jawab bersama yang harus dilaksanakan dengan konsekwen.
mengajar, siswa memegang peran yang sangat dominan. Dalam proses belajar mengajar, siswa dapat menentukan keberhasilan belajar melaluipenggunaan intelegensia, daya motorik, pengalaman, kemauan dan komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada paksaan. Hal ini bisa terjadi apabila siswa juga dilibatkan dalam proses inovasi pendidikan, walaupun hanya dengan mengenalkan kepada mereka tujuan dari pada perubahan itu mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan, sehingga apa yang mereka lakukan merupakan tanggung jawab bersama yang harus dilaksanakan dengan konsekwen.
Peran siswa dalam inovasi pendidikan
tidak kalah pentingnya dengan peran unsur-unsur lainnya, karena siswa bisa
sebagai penerima pelajaran, pemberi materi pelajaran pada sesama temannya,
petunjuk, dan bahkan sebagai guru. Oleh karena itu, dalam memperkenalkan
inovasi pendidikan sampai dengan penerapannya, siswa perlu diajak atau
dilibatkan sehingga mereka tidak saja menerima dan melaksanakan inovasi
tersebut, tetapi juga mengurangi resistensi seperti yang diuraikan sebelumnya.
Keterlibatan siswa bisa diartikan sebagai siswa berperan aktif sebagai
partisipan dalam proses belajar mengajar. Menurut Dimjati dan
Mudjiono(1994:56-60), keaktifan siswa dapat didorong oleh peran guru. Guru
berupaya untuk memberi kesempatan siswa untuk aktif, baik aktif mencari,
memproses dan mengelola perolehan belajarnya.
Untuk
dapat meningkatkan keterlibatan siswa
dalam proses belajar mengajar guru dapat melakukannya dengan ;
keterlibatan secara langsung siswa baik secara individual maupun kelompok;
penciptaan peluang yang mendorong siswa untuk melakukan eksperimen, upaya
mengikutsertakan siswa atau memberi tugas kepada siswa untuk memperoleh
informasi dari sumber luar kelas atau sekolah serta upaya melibatkan siswa
dalam merangkum atau menyimpulkan pesan pembelajaran.
Adapun
kualitas dan kuantitas keterlibatan
siswa dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Internal faktor meliputi faktor fisik, motivasi dalam
belajar,
kepentingan dalam aktivitasyang diberikan, kecerdasan dan sebagainya. Sedangkan
eksternal faktor meliputi guru, materi pembelajaran, media, alokasi waktu, fasilitas dan
sebagainya.
Keterlibatan siswa hanya bisa dimungkinkan jika siswa
diberi kesempatan untuk berpartisipasi atau terlibat dalam proses pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar sebelumnya, para murid
diharuskan tunduk dan patuh pada peraturan dan prosedur yang kaku yang justru
membatasi keterampilan berfikir kreatif. Dalam belajar, anak-anak lebih banyak disuruh
menghapal ketimbang mengeksplorasi, bertanya atau bereksperimen.
Partisipasi
aktif siswa sangat berpengaruh pada proses perkembangan berpikir, emosi, dan
sosial. Keterlibatan siswa dalam belajar, membuat anak secara aktif terlibat
dalam proses pembelajaran dan mengambil keputusan. Namun pembelajaran saat ini pun masih
ada yang menggunakan metode belajar dimana siswa menjadi pasif seperti
pemberian tugas, dan guru mengajar secara monolog, sehingga cenderung
membosankan dan menghambat perkembangan aktivitas siswa.
Komponen-komponen
yang menentukan keterlibatan
siswa dalam proses belajar mengajar meliputi: siswa, guru, materi,
tempat, waktu, dan fasilitas.
1. Siswa
Siswa adalah inti dari proses belajar mengajar. Hal ini seperti yang dikemukakan
oleh Kemp(1997:4),” students are the
center of the teaching and learning process, so they have to be involved in
almost all the phrases of the classroom interaction from planning to evaluation.”
Untuk mendorong keterlibatan itu sendiri, Brown(1987:115) menekankan pentingnya perhatian pada motivasi belajar siswa. “The foreign
language learner who is intrinsically meeting in needs in learning the language
will positively motivated to learn. When students are motivated to learn, they
usually pay attention, become actively involved in the learning and direct
their energies to the learning task.”
2. Guru
Selain siswa, faktor penting dalam proses belajar mengajar adalah guru. Guru sangat berperan
penting dalam menciptakan kelas yang komunikatif. Breen dan Candlin dalam
Nunan(1989:87) mengatakan bahwa peran guru adalah sebagai fasilitator dalam
proses yang komunikatif, bertindak sebagai partisipan, dan yang ketiga
bertindak sebagai pengamat.
3. Materi
Materi juga merupakan salah satu
factor penentu keterlibatan siswa. Adapun karakteristik dari materi yang bagus
menurut Hutchinsondan Waters adalah:
a. Adanya teks yang menarik.
b. Adanya kegiatan atau aktivitas yang
menyenangkan serta meliputi kemampuan berpikir siswa.
c. Memberi kesempatan siswa untuk
menggunakan pengetahuan dan ketrampilan yang sudah mereka miliki
d. Materi yang dikuasai baik oleh siswa
maupun guru
4. Tempat
Ruang
kelas adalah tempat dimana proses belajar mengajar berlangsung. Ukuran kelas dan
jumlah siswa akan berdampak pada penerapan teknik dan metode mengajar yang
berbeda. Dalam hal mendorong dan meningkatkan keterlibatan siswa, guru bertugas
menciptakan suasana yang nyaman di kelas.
5. Waktu
Alokasi
waktu untuk melakukan aktivitas dalam proses belajar mengajar juga menentukan teknik dan metode yang akan diterapkan oleh guru.
Menurut Burden dan Byrd (1999: 23), kaitannya dengan waktu yang tersedia, guru
perlu melakukan aktivitas yang bervariasi untuk mencapai sasaran pembelajaran serta mendorong motivasi siswa. Guru harus berperan sebagai
pengatur waktu yang baik untuk memastikan bahwa setiap siswa mendapat
kesempatan yang sama untuk terlibat dalam proses pembelajaran.
6. Fasilitas
Fasilitas dibutuhkan untuk mendukung
proses belajar mengajar di kelas. Dalam mencapai tujuan pembelajaran, guru menggunakan media pembelajaran.
F.
Pemilihan Metode Pembelajaran
Melaksanakan
suatu pembelajaran harus diawali dengan kegiatan perencanaan pembelajaran.
Perencanaan memiliki fungsi penting agar pembelajaran menjadi lebih terarah.
Dalam membuat perencanaan pembelajaran, banyak aspek yang harus dipertimbangkan
oleh guru. Oleh karenanya agar pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan
baik dan dapat meraih tujuan yang diharapkan, maka dalam menyusun learning design perlu memperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode pembelajaran. Berikut ini
merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode pembelajaran, antara
lain:
1. Faktor
peserta didik.
a. Perbedaan
jenjang pendidikan.
Pemilihan suatu metode pembelajaran,
harus menyesuaikan tingkatan jenjang pendidikan siswa. Pertimbangan yang
menekankan pada perbedaan jenjang pendidikan ini adalah pada kemampuan peserta
didik, apakah sudah mampu untuk berpikir abstrak atau belum. Penerapan suatu
metode yang sederhana dan yang kompleks tentu sangat berbeda, dan keduanya
berkaitan dengan tingkatan kemampuan berpikir dan berperilaku peserta didik
pada setiap jenjangnya.
Sebagai contoh, pemilihan metode
pembelajaran untuk anak kelas satu SD biasanya dengan metode belajar yang
sederhana dan menyenangkan, karena tingkatan berpikirnya masih kongkret.
Misalnya saat membahas mengenai ‘saling berbagi’, guru harus menunjukkan dan
mengajak peserta didiknya untuk saling berbagi, dengan cara membagi makanan
maupun saling berbagi mainan dengan cara mempraktekannya. Berbeda pada metode
pembelajaran yang diterapkan pada anak pada jenjang pendidikan yang lebih
tinggi, misalnya SMP dan SMA. Saat membahas mengenai ‘saling berbagi’ cukup
dengan melakukan diskusi, karena pada tahap ini mereka sudah memiliki kemampuan
berpikir abstrak dan analitis.
Semakin tinggi tingkatan berpikirnya,
maka pemilihan metode pembelajaran yang diterapkan dapat semakin kompleks. Ini
berkaitan dengan pemahaman siswa, pengetahuan dan pengalaman yang telah
dimiliki sebelumnya, serta kebutuhan akan aktualisasi diri yang bersifat lebih
kompleks. Kebutuhan akan aktualisasi diri yang lebih kompleks menunjuk pada
motif peserta didik dalam tingkatan partisipasi pembelajaran yang dilakukan.
Pada usia anak-anak, aktualisai diri
biasanya didasari karena:
a. Pujian
b. perasaan
malu karena teman yang lain aktif, sehingga ia terdorong untuk turut aktif
c. perasaan
segan maupun takut pada guru
d. karena
memang siswa mampu
e. perasaan
senang terhadap guru maupun mata pelajaran tertentu
f. keinginan
untuk mendapatkan nilai lebih sebagai hasil pencapaian belajar. Berbeda dengan
motivasi aktualisasi diri pada peserta didik yang tergolong usia remaja dan
dewasa, aktualisasi diri selain dimotivasi hal-hal diatas bisa didorong oleh
alasan yang bersifat lebih kompleks, seperti:
1) keinginan
untuk maju dan meningkatkan kualitas diri
2) idealisme
3) sosialisasi
ide atau gagasan sebagai hasil pemikiran, serta
4) keinginan
untuk mendapatkan respons dari warga belajar atas partisipasinya.
b. Latar
belakang peserta didik.
Latar
belakang peserta didik dapat ditelusur dari keluarga, pola didik, pola asuh,
kondisi-kondisi tertentu (ekonomi, sosial, budaya, anak berkebutuhan khusus,
dan lain sebagainya). Prakarsa belajar seseorang sangat dipengaruhi oleh individual culture yang besangkutan. Individual culture terbentuk dari pola
asuh dan pola didik seseorang dalam lingkungan keluarganya yang dipengaruhi
oleh berbagai faktor perkembangan individu. Meskipun tidak signifikan, atau
pengaruhnya kecil sebagai pertimbangan dalam pemilihan metode pembelajaran,
namun untuk kondisi-kondisi khusus, latar belakang peserta didik perlu mendapat
perhatian yang besar. Contoh, pemilihan metode pembelajaran bagi anak-anak
sekolah luar biasa harus memberikan perlakuan khusus, sehingga metode
pembelajaran yang digunakan akan mampu mencapai tujuan yang diharapkan.
c. Tingkat
intelektualitas.
Pada
bagian ini yang dimaksud dengan tingkat intelektualitas, mencakup gaya belajar
dan daya serap peserta didik dalam mengolah informasi dan menyerap substansi
pembelajaran yang dilakukan. Gaya belajar yakni, melalui apa siswa mampu
menangkap dan memahami pembelajaran. Kategorinya antara lain gaya belajar
audiotori, visual, atau audio – visual. Daya serap, adalah seberapa cepat dan
seberapa besar kemampuan siswa dalam menyerap informasi, dan proses
pembelajaran secara keseluruhan. Apakah siswa termasuk cepat, lambat, atau
tengah – tengah, dalam menyerap pembelajaran.
d. Dalam
satu kelas tidak menutup kemungkinan terdapat rentang yang terlalu lebar
terkait gaya belajar dan daya serap peserta didik. Rentang yang terlalu lebar
tersebut akan menimbulkan suatu ‘gap’
dalam pelaksanaan pembelajaran. Sebagian siswa mungkin terlalu cepat menangkap
informasi namun sebagian yang lain justru sulit dan lamban dalam menangkap
informasi. Oleh karenanya, pemilihan metode belajar yang mampu mengatasi ‘gap’ dan menyatukan perbedaan dengan
bentangan yang luas menjadi suatu keharusan bagi guru, dalam menentukan metode
pembelajaran yang efektif dan efisien.
2. Faktor
dinamika kelas.
a. Jumlah
peserta didik.
Jumlah
peserta didik dalam satu kelas perlu menjadi pertimbangan dalam pemilihan
metode pembelajaran yang tepat. Meskipun pemerintah telah mengeluarkan aturan
baku mengenai standar jumlah peserta didik dalam satu kelas, namun kenyataannya
aturan tersebut masih belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kekurangan
jumlah peserta didik dalam satu kelas disebabkan karena minat dan berbagai
alasan lain, sehingga terjadi kekurangan siswa. Lain halnya dengan kelas yang
jumlah siswanya justru over capasity.
Masih banyak sekolah-sekolah yang menerima murid dalam jumlah yang besar namun
tidak memiliki kapasitas ruang yang memadai, sehingga dalam satu ruangan kelas
dipenuhi oleh jumlah siswa yang melebihi dari 32 orang.
Hal
ini berpengaruh pada efektifitas pembelajaran. Dalam kelas yang jumlah peserta
didiknya melampau batas, guru akan kewalahan mengampu pembelajaran. Pencapaian
tujuan belajar akan menjadi lebih sulit karena ketidakseimbangan antara porsi
maksimal perhatian dan penanganan yang dapat diberikan guru, dengan kondisi
besarnya jumlah siswa yang akan menimbulkan berbagai keruwetan. Kelas yang over capasity, cenderung sulit diatur,
gaduh, peserta didik sulit untuk memfokuskan perhatian secara konsisten
terhadap pelaksanaan pembelajaran dan berbagai masalah lainnya.
Pemilihan
metode yang tepat akan mampu menciptakan suasana pembelajaran yang
memberdayakan. Artinya, dengan penggunaan metode tersebut setiap peserta didik
tidak luput dari perolehan peran dan porsi keterlibatan dalam pembelajaran.
Sebagai contoh, dalam kelas besar, berisi 43 siswa, tidak terdapat rombel
sehingga tidak ada team teaching.
Kondisi ini mengharuskan guru benar-benar dalam posisi sebagai ‘single fighter’ menghadapi sekian banyak
siswa yang berpotensi menimbulkan kegaduhan. Pada mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn), materi pembelajaran adalah mengenai empat sikap politik,
yakni:
1) Sikap
politik radikal
2) Sikap
politik liberal
3) Sikap
politik moderat; dan
4) Sikap
politik status quo. Guru menggunakan metode pembelajaran individual job – grouping in
cluster yang ia kembangkan sendiri.
Aplikasi
metode ini adalah dengan memberikan penjelasan singkat pada peserta didik
mengenai keempat sikap politik tersebut, kemudian menugasi siswa secara
individu untuk menuliskan dalam kartu jawab mengenai à
pengertian dan contoh kongkret sikap politik radikal, liberal, moderat, dan
status qou. Satu orang peserta didik memperoleh satu sikap politik. Setelah
waktu yang ditentukan, guru mengelompokkan siswa dengan sikap politik sejenis
dalam kelompok-kelompok cluster
dengan posisi tempat duduk memanjang dari depan ke belakang. Diskusi mengenai
sikap politik segera dilakukan. Secara singkat dapat dijelaskan, pada metode
ini siswa mengerjakan latihan soal pada awalnya à
kemudian dikelompokkan dalam tugas yang sejenis, dengan kata lain individual learning dikembangkan menjadi
cooperatif learning.
Mengetahui
seluk beluk kondisi kelas dan peserta didik tidak hanya sebagai suatu keharusan
bagi guru, tetapi harus dijadikan sebagai prisip pelaksanaan pembelajaran yang
mantap dan profesional. Dengan demikian guru dapat mengatasi permasalahan yang
muncul dalam pembelajaran yang diampunya. Guru memiliki kebebasan dalam
mengembangkan ide-ide dan kreatifitasnya demi kemajuan kualitas pembelajaran di
kelasnya.
b. Karakter
kelas.
Pemilihan
metode pembelajaran harus memperhatikan karakter kelas. Karakter kelas
menyangkut sifat dan sikap peserta didik dalam tataran umum untuk ruang lingkup
kelas. Guru harus memiliki ketajaman pandangan dan mampu menilai karakter yang
dimiliki oleh kelas-kelas yang diampunya. Setiap kelas memiliki karakternya
masing-masing. Salah satu keterampilan wajib seorang guru adalah dalam hal
penguasaan kelas. Penguasaan kelas bukan diartikan guru dominan dan diktatoris,
tapi guru sangat mengenali dan memahami secara mendalam karakter kelas yang
diampunya.
Mengenali
dan memahami karakter kelas memerlukan cara tersendiri. Cara yang bisa
dilakukan untuk mengetahui karakter kelas adalah dari sikap yang paling dominan
yang dimiliki kelas tersebut, dimana sikap dominan tersebut merupakan sikap
yang mencirikan (membedakan) kelas tersebut dengan kelas lainnya. Ini berarti
setiap kelas memiliki ciri khas sendiri-sendiri. Sikap dominan bisa ditelusur
dari indikasi-indikasi seperti yang tampak, antara lain:
1)
Seberapa kooperatifkah
warga belajar.
Dalam
menjalankan tugasnya, tidak jarang guru mendapatkan reaksi penolakan dari
peserta didik. Reaksi penolakan tersebut biasanya ditunjukkan dengan sikap
tidak senang terhadap mata pelajaran atau tidak senang pada gurunya, yang
diperlihatkan pada saat pembelajaran berlangsung. Sikap penolakan ini bisa
berlangsung sementara atau bahkan akan terus berlangsung, bilamana guru tidak
segera berupaya melakukan tindakan-tindakan untuk mengatasinya.
Kelas
yang kooperatif adalah kelas yang mampu dan bisa ‘diajak’ bekerjasama. Hal ini
tampak dari sebagian besar peserta didik mengikuti pelajaran dengan
sungguh-sungguh, sehingga suasana kelas cenderung kondusif, pembelajaran dapat
berjalan dengan sangat baik. Namun jika keadaan sebaliknya, seperti kegaduhan
yang melebihi batas, peserta didik malas dan enggan menunjukkan partisipasi
yang diharapakan dalam proses pembelajaran, ini tandanya kelas tersebut perlu
mendapatkan pendekatan dari guru agar lebih kooperatif.
Menciptakan
kelas yang kooperatif menjadi bagian penting dari tugas guru. Tujuan
pembelajaran dicapai tidak hanya oleh dan untuk peserta didik saja, tetapi
dicapai secara bersama-sama antara guru dan peserta didik.
2)
Adakah kelompok dominan
dalam kelas tersebut.
Seorang
guru, pasti pernah menjadi murid. Saat menjadi murid, guru pernah mengalami
masa-masa di sekolah, dimana di kelas selalu saja ada kelompok teman-teman
sekelas yang memiliki ‘power’
sehingga mendominasi kelas. Berbekal pengalaman tersebut, guru harus memiliki
kejelian dalam memetakan kondisi siswanya secara individu, maupun secara
berkelompok. Mengidentifikasi keberadaan kelompok dominan dalam kelas akan
memudahkan guru memegang kendali kelas.
Tidak
berlebihan manakala hukum ‘people
sovereignity’ juga terjadi di ruang-ruang kelas di sekolah. Kelompok
dominan di kelas biasanya mampu mengontrol situasi kelas sesuai yang mereka
inginkan. Jika yang berkembang adalah kelompok dominan dengan kebiasaan negatif,
maka situasi kelas akan tidak kondusif untuk pelaksanaan pembelajaran. Peserta
didik akan cenderung gaduh, tidak kooperatif, bahkan menunjukkan sikap yang
memojokkan guru.
Menghadapi
situasi demikian, guru perlu memiliki kemampuan interpersonal dan ketepatan
dalam pemilihan metode pembelajaran yang tepat. Pemilihan metode belajar yang
tepat pada kenyataanya mampu mengatasi masalah dominasi kelompok tertentu dalam
lingkup kelas.
3) Bagaimana
performa dan tingkat partisipasinya.
Menelusur
karakter kelas, juga dapat dilakukan dengan mengamati performa dan tingkat
partisipasi peserta didik baik secara individu maupun berkelompok, dalam suatu
pelaksanaan pembelajaran. Guru biasanya akan mudah menilai bagaimana performa
dan partisipasi siswa dalam pembelajaran.
Penilaian
tersebut kemudian akan memunculkan pandangan apakah kelas tersebut termasuk
kelas aktif atau kelas pasif. Pemilihan metode pembelajaran untuk kelas aktif
tidak akan menyulitkan guru dalam menentukan metode mana yang akan digunakan.
Berbeda dengan kelas pasif, guru harus memilih metode mana yang cocok agar
dengan metode tersebut mampu mendorong tingkat partisipasi peserta didik dan
memunculkan performa mereka.
c. Faktor
ketersediaan fasilitas pembelajaran.
Fasilitas
pembelajaran berfungsi untuk memudahkan proses pembelajaran dan pemenuhan
kebutuhan proses pembelajaran. Bagi sekolah yang telah memiliki fasilitas
pembelajaran yang lengkap, ketersediaan fasilitas belajar bukan lagi suatu
kendala. Namun demikian tidak semua sekolah memiliki fasilitas pembelajaran
dengan standar yang diharapkan. Keadaan tersebut hendaknya tidak menjadi suatu
hambatan bagi guru dalam merancang pembelajaran yang tetap mampu menjangkau
tujuan pembelajaran. Dalam kondisi tertentu, guru-guru yang memiliki semangat
dan komitmen yang kuat tetap mampu menyelenggarakan pembelajaran yang menarik,
menyenangkan, dan mampu mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Manakala
sekolah mengalami keterbatasan dalam penyediaan fasilitas pembelajaran, pemilihan
metode pembelajaran merupakan jalan keluar yang paling relevan agar
pembelajaran tetap menarik, menyenangkan, dan dapat memberikan goal yang ingin dicapai. Sebagai contoh,
dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), peserta didik harus
mencari informasi mengenai pandangan masyarakat terhadap aktor-aktor politik di
Indonesia. Saat ini banyak sekolah-sekolah yang telah dilengkapi dengan
fasilitas internet Wi Fi, sehingga
semua warga sekolah dapat mengakses internet dengan mudah. Tetapi tidak sedikit
pula sekolah yang belum memiliki kemampuan untuk menyediakan fasilitas ini.
Penggunaan
perpustakaan sebagai fasilitas subtitusi (pengganti penggunaan internet) bisa
dilakukan. Akan tetapi ada cara yang lebih ‘menghidupkan’ suasana pembelajaran
dibandingkan menggunakan perpustakaan. Guru dapat memilih menggunakan metode
pembelajaran wawancara. Siswa diminta mewawancarai warga sekolah untuk
menjaring informasi mengenai pendapat mereka terhadap aktor-aktor politik di
Indonesia. Dalam hal ini ketiadaan fasilitas internet dapat digantikan dengan
pemilihan metode pembelajaran yang tepat. Justru dengan metode ini guru dan
peserta didik akan mendapatkan nilai tambah, yakni adanya pola interaksi
langsung antara peserta didik dengan masyarakat yang diwawancarai. Disamping
menambah kepercayaan diri, serta memupuk keberanian peserta didik. Rasa optimis
adalah kunci utama untuk menciptakan pembelajaran yang berkualitas
ditengah-tengah kekurangan yang ada.
d. Faktor
tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
Setiap
pelaksanaan pembelajaran tentu memiliki tujuan pembelajaran yang hendak
dicapai. Penyelenggaraan pembelajaran bertujuan agar pesera didik sebagai warga
belajar akan memperoleh pengalaman belajar dan menunjukkan perubahan perilaku,
dimana perubahan tersebut bersifat positif dan bertahan lama. Kalimat tersebut
dapat dimaknai bahwa pembelajaran yang berhasil adalah pembelajaran yang tidak
hanya akan menambah pengetahuan peserta didik tetapi juga berpengaruh terhadap
sikap dan cara pandang peserta didik terhadap realitas kehidupan.
Pemilihan
metode pembelajaran yang tepat akan mampu menjadikan peserta didik meraih
tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Sebagai contoh, pada mata pelajaran
Geografi dirumuskan dua tujuan pembelajaran, antara lain:
1) Agar
siswa memahami dampak pemanasan global bagi lingkungan,dan
2) Agar
siswa mampu menunjukkan sikap mencintai lingkungan dan alam. Demi tercapainya
kedua tujuan pembelajaran tersebut, guru menggunakan metode resitasi. Dalam
tugas resitasi ini guru meminta siswa untuk mengumpulkan informasi mengenai
dampak pemanasan global bagi lingkungan, selain itu siswa diminta untuk
melakukan aksi nyata kepedulian dan cinta terhadap lingkungan dan alam. Guru
menghendaki agar siswa mengumpulkan laporan tugas dan bukti aksi nyata kepedulian
dan cinta siswa terhadap lingkungan dan alam.
Dalam
jangka waktu yang ditentukan penugasan resitasi telah membuat siswa berhasil
menyusun laporan mengenai dampak pemanasan global terhadap lingkungan. Sebagai
aksi nyata sikap peduli dan cinta terhadap lingkungan dan alam, siswa
menunjukkan berbagai macam ide maupun tindakan nyata berkaitan dengan hal
tersebut. Terdapat siswa yang secara gencar mensosialisasikan gerakan-gerakan
mencintai lingkungan dan alam dengan memanfaatkan situs jejaring sosial dan membentuk
komunitas pecinta lingkungan dan alam di dunia maya; terdapat siswa yang
memanfaatkan sampah di lingkungan tempat tinggalnya melalui gerakan Reduce – Re-use – Recycle; dan berbagai
tindakan nyata lainnya.
Dengan
penggunaan metode yang tepat, tujuan pembelajaran yang mencakup pembangunan
individu di ketiga ranah kognitif, afektif, dan psikomotor dapat dicapai dengan
hasil yang memuaskan.
e.
Faktor materi
pembelajaran.
Pada
bagian ini, hal yang perlu diperhatikan dalam materi pembelajaran adalah apa materinya
(what), seberapa banyak (how much), dan bagaimana tingkat
kesulitan (how hard) materi yang
hendak dipelajari. Berikut penjelasan masing-masing:
1. ‘What’, apa materi yang hendak
dipelajari.
Setiap
mata pelajaran memiliki karakternya sendiri-sendiri, salah satunya bisa
ditelusur dari materi yang tercakup dalam mata pelajaran tersebut. Secara umum,
materi (dalam hal ini menunjuk pada content
and substancy) antara mata pelajaran bidang ilmu alam dan bidang ilmu
sosial terdapat perbedaan-perbedaan yang jelas. Pemilihan metode pembelajaran
yang tepat salah satunya harus berbasis pada content dan substancy
materi pembelajaran.
Misalnya
dalam bidang ilmu alam, untuk mempelajari reaksi kimia dipilih pendekatan inquiry. Agar menemukan jawaban sendiri,
inquiry dilakukan dengan metode
eksperimen dengan melakukan percobaan di laboratorium untuk mengetahui suatu
reaksi kimia tertentu. Secara sederhana diilustrasilan dalam alur berikut ini:
Mata pelajaran KIMIA à Materi: Reaksi Kimia à
Pendekatan: INQUIRY à
Metode: EKSPERIMEN à Uji coba di laboratorium.
Contoh
lain, dalam bidang ilmu sosial, untuk mengetahui dampak ekonomi yang
ditimbulkan akibat bencana erupsi gunung Merapi terhadap perekonomian
masyarakat di sekitar kawasan bencana, maka dipilih pendekatan inquiry dengan metode penelusuran
dokumen melalui pemberitaan di berbagai media massa. Ilustrasi sederhana,
dengan alur sebagai berikut: Mata pelajaran EKONOMI à
Materi: Dampak Ekonomi Pasca Bencana Alam à
Pendekatan: INQUIRY à
Metode: DOKUMENTASI à Penelusuran dokumen yang bersumber
dari media massa, bisa juga dengan pembuatan kliping.
2. How much,
seberapa banyak materi yang hendak dipelajari.
Jumlah
materi yang akan dipelajari menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam
menentukan metode pembelajaran yang akan dipakai.
Metode
pembelajaran yang dipilih harus efektif, efisien, praktis dalam aplikasinya
sehingga cakupan materi yang hendak dipelajari dapat dengan tuntas
diselesaikan. Dalam satu kali pertemuan, tidak jarang cakupan materi yang
dipelajari jumlahnya kecil maupun besar. Penggunaan metode pembelajaran yang
tepat akan memudahkan guru dan peserta didik untuk menyelesaikan jumlah materi
yang harus ditempuh.
3. How hard,
seberapa sulit materi yang hendak dipelajari.
Materi
pelajaran memiliki tingkat kedalaman, keluasan, kerumitan yang berbeda-beda.
Materi pembelajaran dengan tingkat kesulitan yang tinggi biasanya menuntut
langkah-langkah analisis dalam tataran yang beragam. Analisis bisa hanya pada
tataran dangkal, sedang, maupun analisis secara mendalam. Pemilihan metode
pembelajaran yang tepat mampu memberikan arahan praktis untuk mengatasi tingkat
kesulitan suatu materi pembelajaran.
f.
Faktor alokasi waktu
pembelajaran.
Pemilihan
metode pembelajaran yang tepat juga harus memperhitungkan ketersediaan waktu.
Rancangan belajar yang baik adalah penggunaan alokasi waktu yang dihitung
secara terperinci, agar pembelajaran berjalan dengan dinamis, tidak ada waktu
terbuang tanpa arti. Kegiatan pembukaan, inti, dan penutup disusun secara
sistematis. Dalam kegiatan inti yang meliputi tahap eksplorasi – elaborasi –
konfirmasi, mengambil bagian waktu dengan porsi terbesar dibandingkan dengan
kegiatan pembuka dan penutup.
Pemilihan
metode pembelajaran pada kenyataannya dapat menciptakan suasana belajar yang
dinamis dan praktis dalam penggunaan waktu. Dalam gambaran yang sederhana,
suatu materi pembelajaran yang banyak dapat diselesaikan dalam waktu yang
relatif lebih cepat dengan penggunaan metode cooperatif learning dengan berbagai variasi dan pengembangannya.
g.
Faktor kesanggupan
guru.
Guru
memang dituntut untuk selalu menunjukkan performa yang selalu prima dalam
setiap pembelajaran yang diampunya. Namun demikian, guru tetaplah manusia
dengan berbagai kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Memilih suatu metode
pembelajaran pun harus menimbang kesanggupan guru. Akan tetapi, hal ini tidak
menjadi dalih pembenaran bagi guru untuk menunjukkan performa yang terlalu apa
adanya, dan yang biasa-biasa saja.
Tuntutan
untuk senantiasa meningkatkan kapasitas dan kualitas harus selalu diupayakan
oleh setiap pendidik. Faktor kesanggupan guru bukanlah suatu pembatas bagi guru
untuk memunculkan ide, kreativitas, dan inovasi-inovasi segar yang dapat
memunculkan ‘ruh’ dalam pembelajaran
yang diselenggarakannya. Dalam paparan sederhana misalnya, guru yang memiliki ‘sense of humor’ banyak disukai muridnya,
tetapi guru tidak perlu memaksakan diri untuk menjadi ‘orang lucu’ di depan
muridnya agar ia disukai. Cukup dengan penggunaan metode pembelajaran yang
mampu memunculkan antusiasme belajar siswa, maka guru akan menjadi orang yang
‘diterima’ dan disukai peserta didiknya.
Alasan
agar disukai murid, juga tidak boleh menjadikan guru terlena, karena hakikatnya
tujuan pembelajaran jauh lebih mulia jika dibandingkan alasan tersebut. Guru
memiliki tugas mulia menhantarkan peserta didiknya meraih cita-cita di masa
depan. Menjadi disukai adalah ‘bonus’ atau kompensasi dari kineja guru yang
dilaksanakan secara profesional dan mantap.
Macam-macam
metode pembelajaran
1. Metode Ceramah
Metode ceramah ialah suatu cara penyajian bahan
pelajaran dengan melalui penuturan (penjelasan lisan) oleh guru kepada
siswa. Metode ceramah bervariasi merupakan cara penyampaian, penyajian bahan pelajaran dengan disertai macam macam penggunaan metode pengajaran lain,
seperti tanya jawab dan diskusi terbatas, pemberian tugas dan sebagainya.
Alasan
penggunaan:
a)
agar perhatian siswa tetap terarah selama
penyajian berlangsung.
b)
penyajian materi pelajaran sistimatis (tidak berbelit-belit).
c)
untuk merangsang siswa belajar aktif.
d)
untuk memberikan feed back (balikan).
e)
untuk memberikan motivasi belajar.
Tujuan Metode ceramah digunakan
dengan tujuan untuk:
1. menyampaikan informasi atau materi
pelajaran
2. membangkitkan hasrat, minat, dan motivasi siswa
untuk belajar
3. memperjelas materi pelajaran
Manfaat Metode ceramah dapat digunakan
dalam hal:
a) jumlah siswa cukup besar
b) sebagai pengantar atau menyimpulkan materi yang
telah dipelajari
c) waktu yang tersedia terbatas, sedang materi yang
disampaikan cukup banyak
Tujuan dan manfaat penggunaan metode ceramah dan
ceramah bervariasi adalah untuk mengurangi kelemahan-kelemahan
tersebut antara lain:
1. siswa pasif, kegiatan
belajar mengajar berpusat pada guru, sehingga
mengurangi daya kreativitas dan aktivitas siswa
2. mudah menimbulkan salah tafsir, salah faham tentang
istilah tertentu tanpa mengetahui artinya (verbalisme)
3. melemahkan perhatian dan membosankan
siswa, apabila ceramah diberikan dalam waktu yang cukup lama
4. guru tidak segera memperoleh umpan balik tentang
penguasaan materi yang disampaikan
2. Metode
Tanya jawab
Metode
tanya jawab adalah suatu cara untuk menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk
pertanyaan dari guru yang harus dijawab oleh siswa atau sebaliknya (pertanyaan
dari siswa yang harus dijawab oleh guru) baik secara lisan atau tertulis.
Pertanyaan yang diajukan mengenai isi pelajaran
yang sedang diajarkan guru atau pertanyaan yang lebih luas,
asal berkaitan dengan pelajaran atau
pengalaman yang dihayati. Melalui dengan tanyajawab akan memperluas
dan memperdalam pelajaran tersebut.
Alasan
Penggunaan metode Tanya jawab:
a. untuk meninjau pelajaran yang
lain
b. agar siswa memusatkan perhatian terhadap kemajuan
yang telah dicapai sehingga dapat melanjutkan pelajaran berikut
c. untuk menangkap perhatian siswa serta memimpin
pengamatan dan pemikiran siswa
Tujuan Metode tanya jawab digunakan dengan
tujuan untuk:
1) mengetahui penguasaan bahan pelajaran melalui
ingatan dan pengungkapan perasaan serta sikap siswa tentang fakta yang
dipelajari, didengar atau dibaca
2) mengetahui jalan berpikir siswa secara
sistematis dan logis dalam memecahkan masalah (cara berpikir siswa
tidak meloncat-loncat dalam menangkap dan memecahkan suatu
masalah).
3) memberikan tekanan perhatian pada bagian-bagian
pelajaran yang dipandang penting serta mampu
menyimpulkan dan mengikutsertakan pelajaran sehingga mencapai
perumusan yang baik dan tepat.
4) memperkuat lagi kaitan antara suatu pertanyaandengan jawabannya sehingga dapat membantutumbuhnya perhatian siswa pada pelajaran danmengembangkan
kemampuannya untuk menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang telah
dimilikinya.
5) membiasakan siswa mengenal bentuk dan jenis
pertanyaan serta jawabannya yang benar dan tepat.
Manfaat
metode Tanya jawab
a. pertanyaan dapat membangkitkan minat dan
motivasi belajar siswa, serta mampu menghubungkan pelajaran lama dengan yang
baru
b. pertanyaan ingatan yang meminta jawaban yang
bersifatpengungkapan kembali dapat memperkuat ingatan (assosiasi)
antara pertanyaan dengan jawaban
c. pertanyaan pikiran yang meminta jawaban yang harus
dipikirkan,
menafsirkan, menganalisis dan menarikkesimpulan dapat mengembangkan
cara-cara beripikir logis dan sistematis
d. pertanyaan dapat mengurangi proses lupa karena jawaban
yang di diperoleh atau dikemukakan
dioleh dalam suasana yang serius dan pemusatan perhatian terhadap jawaban.
Apabila jawaban dibenarkan oleh guru, makarasa gembira tersebut
akan memperkuat jawaban itu tersimpan dalam ingatan
siswa
e. jawaban yang salah segera dapat
dikoreksi
f. pertanyaan akan merangsang siswa beripikir dan
memusatkan perhatian pada satu pokok perhatian
g. pertanyaan dapat membangkitkan hasrat melakukan
penyelidikan yang mengarahkan siswa beripikir secara ilmiah
h. pertanyaan fakta atau masalah dapat mengarahkanbelajar seperti yang dituju oleh suatu mata pelajaran
yang dapat membantu siswa mengetahui bagian-bagian yang perlu diketahui dan
diingat
i.
pertanyaan dapat digunakan untuk tujuan
latihan dan mengulang’
j.
siswa belajar menjawab pertanyaan dengan benar, baik isi
jawaban maupun susunan bahasa yang dipergunakan untuk mengekspresikan
perasaan dan ide-ide atau pikirannya sehingga dapat didengar,
ditelaah dan dinilai oleh guru
k. siswa juga diajak
berani bertanya untuk kepentingan proses belajar
mengajar dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu siswa
belajar mengemukakan pertanyaan yang layak
dan menghargai pertanyaan orang lain
l.
pertanyaan-pertanyaan oleh guru atau siswa dapat
menimbulkan suasana kelas hidup dan gembira
m. siswa memperoleh kesempatan ikut berpartisipasi
dalam proses kegiatan belajar mengajar
n. dari jawaban-jawaban yang diperoleh, dapat
merupakan umpan balik bagi guru mengenai
pengetahuan, sikap dan sifat-sifat siswa serta hasil
proses belajar mengajarnya.
G.
Prinsip-prinsip
Mengajar
Menurut
Slameto (2010:35-39) ada 10 prinsip-prinsip mengajar yakni :
1. Perhatian
Di dalam mengajar guru harus dapat
membangkitkan perhatian siswa kepada pelajaran yang diberikan oleh guru.
Perhatian akan lebih besar bila pada siswa ada minat dan bakat. Bakat telah
dibawa siswa sejak lahir, namun dapat berkembang karena pengaruh pendidikan dan
lingkungan.
2. Aktivitas
Dalam proses mengajar belajar, guru
perlu membangkitkan aktivitas siswa dalam berpikir maupun berbuat. Penerimaan
pelajaran jika dengan aktivitas siswa sendiri, kesan itu tidak akan berlalu
begitu saja, tetapi dipikirkan, diolah kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk
yang berbeda, atau siswa akan bertanya, mengajukan pendapat, menimbulkan
diskusi dengan guru.
3. Apersepsi
Setiap guru dalam mengajar perlu
menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah
dimiliki siswa, ataupun pengalamannya. Dengan demikian siswa akan memperoleh
hubungan antara pengetahuan yang telah menjadi miliknya dengan pelajaran yang
akan diterimanya.
4. Peragaan
Waktu guru mengajar di depan kelas,
harus berusaha menunjukkan benda-benda yang asli. Bila mengalami kesukaran
boleh menunjukkan model, gambar, benda tiruan, atau menggunakan media lainnya
seperti radio, tape recorder, TV dan lain sebagainya. Dengan pemilihan media
yang tepat dapat membantu guru menjelaskan pelajaran yang diberikan. Juga
membantu siswa untuk membentuk pengertian di dalam jiwanya.
5. Repetisi
Bila guru menjelaskan sesuatu unit
pelajaran, itu perlu diulang-ulang. Siswa semuanya dapat mengingat dengan
sekali penjelasan, maka perlu dibantu dengan mengulangi pelajaran yang sedang
dijelaskan. Pelajaran yang diulang akan memberikan tanggapan yang jelas, dan
tidak mudah dilupakan.
6. Korelasi
Guru dalam mengajar wajib
memperhatikan dan memikirkan hubungan antar setiap mata pelajaran. Begitu juga
dalam kenyataan hidup semua ilmu atau pengetahuan itu saling berkaitan. Namun
hubungan itu tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi terus dipikirkan
sebab-akibatnya. Diupayakan hubungan itu dapat diterima akal, dapat dimengerti,
sehingga memperluas pengetahuan siswa itu sendiri.
7. Konsentrasi
Hubungan antar mata pelajaran bisa
luas, mungkin dapat dipusatkan kepada salah satu pusat minat, sehingga siswa
memperoleh pengetahuan secara luas tetapi mendalam. Dengan demikian siswa dapat
melihat hubungan pelajaran yang satu dengan lainnya saling berhubungan,
menyebabkan siswa memperoleh kesatuan pelajaran yang bulat dan utuh.
8. Sosialisasi
Dalam perkembangannya siswa perlu
bergaul dengan teman lainnya. Siswa di samping sebagai individu juga mempunyai
sisi sosial yang perlu dikembangkan. Waktu siswa berada di kelas ataupun di
luar kelas dan menerima pelajaran bersama, alangkah baiknya bila diberikan
kesempatan untuk melaksanakan kegiatan bersama. Bekerja di dalam kelompok dapat
meningkatkan cara berpikir mereka dalam memecahkan masalah.
9. Individualisasi.
Siswa merupakan makhluk individu
yang unik, dimana masing-masing mempunyai perbedaan khas, seperti perbedaan
inteligensi, minat bakat, hobi, tingkah laku, watak maupun sikapnya. Mereka
berbeda pula dalam hal latar belakang kebudayaan, sosial ekonomi, dan keadaan
orang tuanya. Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan siswa (secara
individu), agar dapat melayani pendidikan yang sesuai dengan perbedaannya itu.
Siswa akan berkembang sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Untuk kepentingan
perbedaan individual, guru perlu mengadakan perencanaan untuk siswa secara
klasikal maupun perencanaan program individual. Dalam hal ini guru harus
mencari teknik penyajian atau sistem pengajaran yang dapat melayani kelas,
maupun siswa sebagai individual.
10. Evaluasi
Semua kegiatan mengajar belajar
perlu dievaluasi. Evaluasi dapat memberi motivasi bagi guru maupun siswa. Guru
harus mengenal fungsi evaluasi, macam-macam bentuk dan teknik evaluasi serta
prosedur penilaian. Guru dapat melaksanakan penilaian yang efektif, dan
menggunakan hasil penilaian untuk perbaikan mengajar belajar. Dengan evaluasi
guru juga dapat mengetahui prestasi dan kemajuan siswa, sehingga dapat
bertindak yang tepat bila siswa mengalami kesulitan belajar. Evaluasi dapat menggambarkan
kemajuan siswa, dan prestasinya, hasil rata-ratanya, tetapi juga dapat menjadi
bahan umpan balik bagi guru sendiri. Dengan umpan balik, guru dapat meneliti
dirinya, dan berusaha memperbaiki dalam perencanaan maupun teknik penyajiannya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Interaksi belajar mengajar adalah
kegiatan timbal balik antara guru dengan anak didik, atau dengan kata lain
bahwa interaksi belajar mengajar adalah suatu kegiatan sosial, karena antara
anak didik dengan temannya, antara si anak didik dengan gurunya ada suatu
komunikasi sosial atau pergaulan.
Ciri-ciri interaksi
belajar adalah sebagai berikut
1.
Interaksi belajar
mengajar memiliki tujuan
2.
Ada suatu prosedur
(jalannya interaksi) yang direncana, didesain untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Prosedur ini harus selaras dengan tujuan yang ingin dicapai.
3.
Interaksi belajar
mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus.
4.
Ditandai dengan adanya
aktivitas siswa.
5.
Dalam interaksi belajar
mengajar, guru berperan sebagai pembimbing.
6.
Dalam interaksi belajar
mengajar dibutuhkan disiplin.
7.
Ada batas waktu.
8.
Adanya penilaian.
B.
Saran
Semoga setelah kita membaca makalah
ini dapat menambah wawasan kita semua khusnya bagi para pandidik dan calon
pendidik, agar didalam mendidik peserta didik, para pendidik tahu apa saja yang
akan dilakukannya
DAFTAR PUSTAKA
Wiroatmojo.P
dan Sasonoharjo Media Pembelajaran, Lembaga Administrasi Negara RI,
Jakarta, 2002
Slameto. (2010). Belajar dan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Suharsimi.A, Manajemen
Pengajaran Secara Manusiawi, Jakarta: Rineka Cipta, 1990
James Pomham,W
& Baker, Eva.L, Bagaimana Mengajar Secara Sistematis, Yogyakarta;
Kanisius, 1992
Nasution, S., Didaktik
Asas-Asas Mengajar, Bandung: Jemmars, 1986
Oemar Hamalik, Psikologi
Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru, 1992
Cece Wijaya,
Djaja Djadjuri dan A.Tabrani Rusyan, Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan
Pengajaran, Bandung:Rosda Karya, 1992
No comments:
Post a Comment